I
Bisakah kebahagiaan itu tetap disini dan tak direngkuh lagi?
Bisakah cinta itu disini dan tetap menghangati?
Mengapa semua terasa suram?
Mengapa baranya harus padam?
Hanya mampu berdebat sengit
Hanya mampu memperpanjang tangis
Hanya mampu menerima sakit dan beban
Padahal yang dibutuhkan adalah kedamaian
Yang dibutuhkan adalah perasaan ingin hidup
II
Tak ada lagi air mata saat cemooh datang
Hanya raut wajah yang mengeras menahan luka
Beserta amarah yang tak tumpah
Air mata itu sudah merembes ke hati
Tumpah ruah ke sel-sel darah
Tak ada lagi air mata
Hanya diam, diam, diam dan senyum palsu
Tak ada lagi
III
Ia memang bodoh, bodoh
Untuk apa dia Ia berekspektasi menunggu dan berbaik hati padamu?
Bukankah Kalian tak punya lagi hitung-hitungan hati? hitung-hitungan perasaan?
Berhentilah kau datang dan pergi sesukahati kepadanya
Berhentilah bersikap membingungkan
Kasihan Ia yang terus repot menata perasaanya sendiri
Kasihanilah Ia dan jiwa kerdilnya
Melihatmu dengan susah payah Ia harus menggenggam hatinya agar jangan tertinggal di sorot matamu
IV
Apa yang harus ditutupi?
Kau seseorang yang memperkenalkan apa itu hubungan
Kau kisah usang yang terlupa namun disuatu waktu kembali datang dan membuat segalanya rumit
Apa pula yang harus dituturkan?
cerita yang hanya sekejap mata dan missing link yan dilupakan
Semua singkat, bahkan selesai sebelum belajar membuka hati
Apa yang harus diungkapkan?
V
Aku tidak mencinta, tapi tetap saja kecewa
Kisah ini terlalu sederhana, jauh dari kompleksitas
Kisah ini tak tercatat dalam sejarah
Tidak penuh intrik
Menghadapimu, berarti aku harus menjadi dewasa
bertempur dengan ego dan badai-badai berkecamuk di hatiku sendiri
Kau tidak mau tahu dan peduli
Setelah badai itu susahpayah kuredakan
Kau akan datang lagi memancing badai lain
Dasar pembawa bencana!!!