Jumat, 29 November 2013

Telepati


Ada yang kuingat tentangmu, tentang pertemuan pandang dua pasang bola mata, tentang telepati supersingkat kemudian berpaling secepat kilat
Ada yang kembali, setelah kupindai semua kata yang tertera, setelah kulihat sketsa wajah yang sudah bermetamorfosa dalam sekotak layar semu milikku.

Kurasa masih kusimpan dan masih ada, sesuatu yang selama ini tenggelam namun kembali mencuat kepermukaan, mencoba keluar dari pusaran
Ada yang ingin kucoba mencari tahu, mendadak muncul rencana gila itu dan aku tak sabar ingin membuktikannya tanpa peduli  metamorfosamu seperti apa
Sepenuhnya tidak ingin kutahu tentang sesuatu itu, hanya mencoba mencungkil sedikit ingatanmu akanku dan kilas balik kenangan usang
Ada yang kuingat tentangmu, tentang kisah kanak-kanak yang jenaka, tentang keingintahuan yang mendadak mengudara
Ada yang kuingin tahu tentangmu, tentang apa yang kau rasa saat telepati supersingkat itu, apa yang kau simpan dalam sepasang mata bulat indah yang dipayungi bulumata lentik milikmu
Tunggu saja aku datang bersama rencana gilaku, jangan tanya apa-apa soal alasannya, cobalah bertelepati seperti dulu...
Semoga masih bisa, Semoga masih sama,

Fitria Tee Benitho

Senin, 25 November 2013

Begitu Banyak.....

begitu banyak kesedihan yang harus ditahan
begitu banyak harapan yang harus digenapi
begitu banyak kesepian yang harus dilewati
begitu banyak tawa yang harus dipaksakan
begitu banyak senyum yang harus dipalsukan
begitu banyak kekosongan yang harus diisi
begitu banyak kekurangan yang harus ditutupi
begitu banyak tuntutan yang harus dipenuhi
begitu banyak janji yang harus dilunasi
begitu banyak penantian yang harus diakhiri
begitu banyak tanya yang harus dijawab
lalu, kapan kita punya waktu untuk jadi diri sendiri?
sementara lakon kita masih dibutuhkan untuk bersandiwara dalam semesta ini?

Fitria Tee

Jumat, 15 November 2013

Diantaran Tanya

Setelah melakukan pengkhianatan atas janji yang dibuat  yantie-chan secara sepihak, akhirnya aku memutuskan pulang ke 'Rumah'. Kota ini masih dingin, cuacanya masih tak bersahabat dan membuat malas tapi paling tidak berkontribusi meredakan sedikit gemuruh di dada. Gemuruh asa, ambisi dan segenap harapan. Kepulanganku kemarin, disambut air hujan yang turun lumer ke bumi dengan derasnya, serta satu lagi penyambut cerewet itu adalah ira the alien
Kemarin sore kami bercerita ngalor-ngidul tentang segala perihal pasca skripsinya dan segala perihal pra skripsi q. masih mengambang keraguan itu, masih terapung-apung kepastian itu. tapi aku berusaha kuat. Ira the alien cukup membantu dengan segala kecerewetannya.
Setelah mengkhatamkan 'supernova'nya Dee beberapa hari yang lalu, cangkang otakku yang membatu sedikit bercelah, menerima sinar pencerahan dan lebih banyak muncul pertanyaan. Aku jadi berfikir, benarkah kehidupan makhluk yang bernama manusia di muka bumi ini diatur oleh "invisible hand" seperti istilah Adam Smith? Benarkah pemikiran Karl Marx beberapa abad lalu benar-benar nyata dan semakin relevan? benarkah waktu hanya metafora, dimana detak-detik dan siang malam hanyalah simbol? benarkah pusat gravitasi adalah segala sesuatu berbau materiil, dimana uang adalah janin abadi yang bersemayam di rahim kapitalisme?

Pertanyaan itu semakin memperpanjang diskusi filsafatku dengan yantie-chan. sepanjang sore dengan balutan gerimis ketika pulang tadipun aku berpikir, benarkah gerak gerik ini dan puluhan orang yang kujumpai sepanjang jalan tadi juga di atur si 'invisible hand'? jadi apakah saat ini kita benar-benar hidup?? atau hidup ditengah kematian??


Fitria Tee Koto

Rabu, 13 November 2013

Mantra Ajaib dalam Tidur Panjang

Beberapa waktu lalu saya sadar, saya berada dalam sebuah lorong waktu yang gelap, sangat gelap dan terasa hampa. Saya tak melihat seberkas cahayapun, dan gelap itu terasa benar membutakan. Saya pernah begitu gelisah dan gundah karena suatu hal. Hidup datar, seperti meniti garis yang tak ada ujungnya, tak ada sekat-sekatnya. Dan saya merasa saya masih meniti garis datar itu, berjalan pelan, tanpa tujuan, tanpa riak-riak. Tak berekspektasi, tak berambisi. Perjalanan tanpa arti. 

Saya teringat beberapa tahun yang lalu, dengan rasa bosan dan sedih yang berputar-putar dalam satu pusaran, saya dengan berani mengubah arah garis lurus saya. Mencoba peruntungan memasuki sebuah masa yang saya sebut masa transisi. Masa transisi itu tak ubahnya keping logam yang punya dua sisi bertolak belakang tapi tetapi dalam satu esensi raga. Masa transisi yang luarnya begitu sulit, begitu berat, begitu sepi dan dibelenggu ketidakpastian. Tapi entah kenapa masa di dalamnya, sedikitpun tidak membuat saya merasa takut, merasa hampa. Lorong yang saya lewati masih sama gelapnya, namun entah mengapa saya merasa hati saya terang benderang. Garis yang saya titi masih sama, namun sedikitpun saya tidak merasa monoton dan bosan. Saya kembali mengingat apa gerangan yang mebuat saya begitu bisa survive dalam keadaan transisi itu. Lama saya tercenung, mendadak muncul sekelebatnya. Mantra ajaib yang dulu menolong saya di masa transisi itu adalah optimisme dan semangat. Dengan bekal mantra itu, meski kesannya utopia, abstrak, saya berani melalui masa transisi itu. 

Sekarang, saya seperti diserang dejavu, merasakan masa yang sama, meskipun tak saya sebut dengan masa transisi. Hal yang sama itu adalah gelisah dan gundah karena sebuah ketidakpastian atas sesuatu. Sesuatu yang tidak hanya saya tunggu dan begitu saya harapkan kedantangannya. Tapi juga penantian keluarga saya. Sesuatu itu perlahan berubah menjadi tuntutan, berubah menjadi beban. Tuntutan, self passion, dan harapan terkadang tak satu tujuan dan membentuk persimpangan. Sementara semesta tak mau tahu, mereka hanya butuh hasil akhir. 

 Sejujurnya, masa dejavu ini tidak seberat masa transisi yang pernah saya lalui, meski ia juga laiknya dua sisi keping logam yang sama. satu tubuh dengan dua sisi berbeda. masa ini dari luarnya berlapis tawa, berlapis canda, terbalut senyum bahagia, terkesan baik-baik saja, tapi dari dalamnya semua terasa palsu, imitasi dan peniruan belaka. Saya merasa berada di titik nadir. Tidak tahu apa yang mau diperbuat, tidak tahu apa yang mau dikerjakan, apa yang menjadi tujuan. Semua Kabur dan terselubung halimun. Semula saya merasa ini masih wajar. Namun lama-kelamaan sesuatu dalam diri saya berontak. Sesuatu dalam diri saya merasa bukan ini yang semestinya. Saya kembali memasuki lorong gelap itu ,meniti garis datar itu namun kali ini saya tidak punya amunisi apapun. Hati saya tidak benderang lagi, saya tidak punya keyakinan yang kuat. Langkah saya sempoyongan meniti garis yang masih sama datarnya. Terlalu banyak jebakan. Saya bertanya-tanya apa yang salah? Apa yang keliru dalam perjalanan dan potongan masa ke masa? Kembali saya tercenung, sekelebat saya tersadar. Ternyata yang salah adalah optimisme dan semangat yang ternyata masih dalam tidur panjang. Saya sadar ternyata selama ini mantra ajaib itu tidak pernah bangun-bangun lagi. Mereka tidak pernah punya andil lagi, mereka tidak melecut apapun dalam diri saya. Dan saya terperangkap dalam zona aman yang sesungguhnya berbahaya. Menenangkan namun mematikan pelan-pelan. 

Adakah yang bisa bantu saya membangunkan mantra ajaib ini? bagaimanakah cara saya membangkitkan kembali semangat dan optimisme yang sudah terlalu nyenyak dan terbuai mimpi??

H_E_L_P_!!!!! 

Fitria Tee Koto

Selasa, 12 November 2013

Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh (Supernova, #1)Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh by Dee
My rating: 3 of 5 stars

Yup,lebih satu dekade buku ini telah terbit, dan saya baru saja membaca dan menyelesaikannya beberapa hari yang lalu.
saya mengenal Dee lewat 'perahu kertas' nya, 'madre'nya, 'filosofi kopi'nya, dan 'rectovero'nya yang jelas-jelas sangat berbeda dengan dengan supernova KPBJ ini.
tapi, over all, buku yang satu ini keren. fiksi ilmiah keren. supernova mengisahkan tentang Pasangan gay, Reuben dan dimas yang berkolaborasi untuk membuat sebuah masterpiece berupa karya sastra yg berhubungan dengan science. tak terlalu banyak yang diceritakan tentang mereka, yang lebih dieksplor Dee adalah masterpiece yang mereka buat yakni kisah Ferre, Rana, Diva yang merupakan manifestasi dari kisah dongeng kesatria, putri, dan Bintang Jatuh.
yang saya suka dari buku ini adalah bagaimana Dee menggambarkan Dimas dan Reuben lebih cenderung seperti patner diskusi ilmiah ketimbang pasangan gay yang mengumbar cinta.
Salut buat Dee, salut buat reuben dan dimas serta KPBJnya, meskipun sejujurnya saya tidak terlalu paham diskusi-diskusi mereka.
dan saatnya berburu sekuel selanjutnya.tumb up for Supernova

View all my reviews

Selasa, 05 November 2013

Telah Jauh Kularung Impian

Telah jauh ku larung impian
Telah lama kutanam harapan dan benih-benih asa
Tapi belum kutuai apapun…
Masih ketidakpastian yang senantiasa melekat
Masih keraguan yang perlahan menyelinap
Andai bisa ku reka masa depan
Andai bisa kuterjemahkan cinta..
Setidaknya semua akan lebih mudah..
Sayangnya hidup ini tak bisa berandai-andai..
Semua nyata, semuar realita..
Dan semua begitu sulit…
Impian itu hanya ada dalam dongeng, tak nyata…

Telah jauh kularung impian…
Semua tanpa balas terasa…
Lalu, bagaimana lagi menyelesaikanya..
Semua terasa sulit, tanpa petunjuk,
Semua jalan terlihat persimpangan namun tak pernah ada pilihan
Bahkan untuk berbagi, untuk bercerita…
Semua terasa tak mungkin…
Asa itu benar-benar diputus…

Tak ada tempat untuk berandai-andai


fitria tee