Kamis, 28 Mei 2015

Keep Calm and Pray


                                                            
Hatimu dan hatiku,
Sempurna hanya milik Allah

Pertemuan, perpisahan,
pertemuan, kemudian kembali berpisah , sempurna atas kehendakNya.
Lalu sekuat apa kita mampu bersikeras?
Ketika takdir sudah di gariskanNya sedemikanrupa
Melampaui hitung-hitungan manusia

Tentang kita,
Juga tentang jodoh,
Allah mugkin masih berahasia
Entah nanti,

Usah risaukan bumi membentang luas, jarak memuai jauh
Usah risaukan waktu melaju cepat tanpa kompromi
Cinta yang indah, akan hadir di waktu yang istimewa dalam keihklasan menunggu dan berikhitiar
Semata-mata demi rhido-Nya
Isi saja penantian dengan perbaikan demi perbaikan diri dan hati
Biarlah Ia, Dzat Mahabijaksana yang menciptakan momentum pertemuan
Aku, kau,  Kita, beserta cinta yang istimewa.

Yatie 2015

Menemukanmu....


Menemukanmu seperti menemukan oase di tengah padang pasir tandus,
Lebur segala dahaga penantian tak berujung

Menemukanmu seperti menengadah memandang aurora di langit kutub utara,
Luruh segala dingin yang menggigit sendi-sendi raga.

Garis-garis perjalanan yang kau lalui, dan yang ku lalui berpotongan di satu titik yang tak terduga, di suatu waktu yang paling bijak bagi-Nya untuk mengijabah doa-doaku yang kian terasa mustahil

Kau tertawa, Kau tersenyum, Kau berekspresi, begitu nyata. 
Tapi aku tak ubahnya hantu kasat mata yang tetap tak mampu kau tangkap dalam gelombang manusiamu. Keberadaanku hampa, tak beraura.
Menemukanmu. Bukankah ini cukup? Aku tak pantas meminta lebih.

Kau masih dengan mata kanak-kanak yang sama, mata yang senantiasa dinaungi bulumata luarbiasa lentik, tapi kutahu kau demikian mendewasa.

Betapa manusiawinya gerak-gerikmu, Gesturmu. Kau lagi-lagi tersenyum, kau lagi-lagi tertawa

Di tengah keramaian dan hiruk pikuk ini, aku hanya mampu menatap sekejab, untuk sekedar mengabadikan moment, mengkristalkan rasa, agar nanti setelahnya tak ada yang patut kusesali.

Karena mungkin saja, setelah ini, tak akan ada pertemuan-pertemuan lagi, garis kita tak lagi berpotongan.

Kita menginjak lantai yang sama, terpaut jarak tak lebih lima meter,
Tapi mengapa aku merasa kau terlampau jauh?,
Aku bahkan tak mampu bertelepati seperti yang kuharapkan jika kita bertemu
Bertelepati? konyol dan berlebihan. Untuk itu, aku harus lebih dulu menyamakan kasta. Kau dan aku selalu terasa dalam dimensi yang berbeda.

Kau masih pria dongeng yang sama, yang hadir sekelebat kemudian menghilang secepat kilat sehingga semua yang ada dalam anganku hanya tinggal wacana.

Mungkin adalah tabu menatapmu demikian lama. Semakin lekat kutatap semakin lebar jurang pemisah menganga. Semakin lekat kutatap, semakin tinggi singgasanamu mencuat. Aku tahu, aku selalu berada pada titik yang tak mampu meraih.

Bolehkah aku merasa lega? Melihatmu baik-baik saja. Bahwa kau mampu tertawa dan bahagia?
Menyadari ini semua, betapa gila aku mencinta, hingga kabur terasa sekat-sekat rasionalitas dan fantasi. Betapa sempurna aku menjadi bodoh. Betapa keterlaluan perasaan ini menyiksa.
Lantas apa yang kumampu?

Riak-riak tak terduga selalu datang tanpa petanda
Berubah menjadi badai, menggetarkan palung hati sehingga remah-remah pengharapan mencuat ke permukaan

Menemukanmu,
Ingin membuatku segera terbangun dari mimpi
Karena jauh sudah hatiku tersesat
Arah pulang menjadi ambigu

Menemukanmu…

17 Mei 2015
Di keramaian pesta