Minggu, 23 Juli 2017

MOVIE REVIEW : The Beauty Inside (2015), Satu Cinta dalam Banyak Wajah


Setelah belakangan kembali intens melakukan aktivitas marathon drama dan film korea, agaknya saya ingin kembali mencoba peruntungan menulis review film di rumah tua (baca: Blog) ini. Seperti jargon salah satu penerbit buku fiksi kenamaan, ‘Read is hot, Write is cool’, saya  juga akan kembali mencoba membangkitkan djiwa menulis –yang pemalas- ini dari persemayamannya (lebay mode on). Ada beberapa movie asal negeri ginseng  yang sebenarnya sangat ingin saya review. Tetapi pada kesempatan kali ini, saya akan mereview salah satunya saja. Tidak lain tidak bukan ‘The Beauty Inside’.

Jika kamu merupakan salah satu penggemar oppa dan ahjussi tampan asal negeri ginseng, dan ingin menyaksikan lakon ciamik mereka dalam satu paket project film, maka ‘The Beauty Inside’ adalah pilihan tontonan yang tepat. Kalau biasanya kita sering disuguhkan film dimana seorang aktor memerankan beberapa karakter sekaligus (sebut saja, karakter tokoh kembar, misalnya), maka dalam The Beauty Inside kamu akan menyaksikan sebaliknya, dimana beberapa aktor/ aktris memerankan satu tokoh. Penasaran kan? Penasaran? Oh, tidak. Ya sudah.

The Beauty Inside rilis sejak juli 2015 silam dan merupakan remake dari film Amerika berjudul sama yang tayang tiga tahun sebelumnya. Ide cerita yang menarik serta raihan penonton dengan angka memuaskan dari versi aslinya, agaknya menjadi ketertarikan sendiri bagi sineas perfilman Korea Selatan untuk mencoba peruntungan mendaur ulang film ini dengan cita rasa korea. Maka, akhir tahun 2014, film ini resmi memulai produksi dan ditayangkan Juli tahun depannya.

The Beauty Inside berkisah tentang seorang pria yang bekerja sebagai furniture designer bernama Woo Jin. Woo jin sendiri, merupakan sosok pria yang tidak biasa, karena sejak sebelas tahun yang lalu saat ia masih duduk di bangku SMA, Woo Jin mengalami penyakit aneh yang dulu juga diderita almarhum ayahnya. Penyakit itu, mau tidak mau berimbas sangat signifikan pada kehidupan sosial Woo Jin. Dan apakah tepatnya penyakit aneh tersebut? Penyakit aneh tersebut membuat Woo Jin selalu berganti-ganti wajah setiap kali dia terbangun dari tidur. Bahkan tidak hanya wajah, postur tubuh, jenis kelamin, usia, bahkan  juga kebangsaan ikut berubah ketika ia bangun dari tidur. Intinya, Woo Jin menjadi orang yang sama sekali berbeda –secara fisik-dengan sesaat sebelum dia tertidur. Hari ini, ia bisa saja tertidur dengan fisik kakek-kakek renta namun keesokan paginya ia terbangun dengan fisik pelajar SMA. Namun dibalik itu semua, Woo Jin tetaplah seseorang dengan hati, jiwa, perasaan, bahkan memori yang sama. Tetap seseorang bernama Woo Jin, Pria dewasa berumur tigapuluhan.

Woo Jin sudah terbiasa dengan penyakitnya tersebut, Ia tetap menjalani hari-hari dengan bekerja mendesain furniture di ruang kerjanya, kemudian menjualnya secara online. Woo jin merupakan furniture designer yang berbakat. Furniture rancangannya –bermerk ALX- banyak digemari dan dibicarakan para pecinta furniture, namun tidak pernah ada yang tahu sosok asli Woo jin, Sang furniture designer. Selama ini, ia selalu merahasiakan penyakitnya, Hanya ibunya dan seorang teman dekat bernama Sang Baek saja yang mengetahui penyakitnya tersebut.

Permasalahan dimulai ketika Woo Jin jatuh cinta pada Yi Soo (Han Hyo Jo), gadis yang bekerja di sebuah toko furniture yang sering ia datangi. Setiap kali Woo Jin mengunjungi toko furniture tersebut, Yi Soo selalu menyambutnya dan melayaninya dengan ramah, tidak peduli apakah saat itu ia sedang berada dalam fisik tampan atau jelek, tua atau muda. Dengan perubahan fisiknya saban hari, alih-alih menjalani hubungan dan memiliki kekasih, untuk berkenalan dan mendekati wanita saja merupakan hal yang mustahil bagi Woo Jin.

Suatu hari ketika Woo Jin terbangun sebagai pria muda nan tampan (diperankan oleh Park Soe Joon), ia pun memberanikan diri berkenalan dengan Yi Soo. Bahkan Ia rela tidak tidur selama beberapa hari demi menemui Yi Soo dan tetap dalam fisik yang sama. Sialnya, karena sudah terjaga selama berhari-hari, Woo Jin akhirnya ketiduran dan kembali mengalami perubahan fisik padahal ia mempunyai janji temu dengan Yi Soo. Sejak itu, ia kembali hanya bisa menjadi pengunjung toko furniture tempat Yi Soo bekerja dengan fisik yang berubah-ubah lagi.

Woo Jin tidak mampu lagi mengingkari perasaannya. Suatu hari, ia menemui Yi Soo dan membeberkan rahasianya. Tentu saja Yi Soo tidak mempercayai hal tersebut. Namun, Woo Jin  bersikeras mengajak Yi Soo kerumahnya dan menginap untuk menyaksikan secara langsung perubahan fisiknya keesokan hari. Setelah apa yang dikatakannya terbukti, Yi Soo akhirnya berusaha memercayainya dan mencoba menerima Woo Jin. Namun, permasalahan tidak berhenti sampai disitu. Yi Soo justru dihadapkan oleh masalah baru,  ketika orang-orang sekitarnya  mulai menggosipkannya suka bergonta-ganti pasangan dan ditambah lagi, rencana  pernikahan yang tidak mampu mereka wujudkan mengingat sangat mustahil bagi Yi Soo untuk memperkenalkan Woo Jin kepada keluarga dan lingkungan sosialnya. Lalu, bagaimanakah kelanjutan kisah mereka?,  ada baiknya kamu tonton sendiri.

Memproduksi film dengan genre fantasi seperti ini tentu bukanlah sesuatu yang mudah. Namun tidak berarti tidak mungkin, terbukti rumah produksi Next Entertaiment World  berkolaborasi dengan Yong Film terlihat sangat niat meremake film ini. Tidak tanggung-tanggung dua puluh satu aktor dan artis kenamaan korea digandeng untuk memerankan lakon Woo Jin. Tidak salah kiranya kalau begitu banyak penikmat film yang menantikan tontonan bertabur bintang ini.  Di  babak pembuka, jalan penceritaan The Beauty inside cenderung lancar dan aman sejak menit pertama. Sinematografi film terasa sangat sederhana, hal yang terasa wajar karena setting tempat, waktu, dan plot, tidak mengharuskan film ini memiliki sinematografi yang mewah. Sesekali terselip adegan-adegan kecil yang memancing gelak tawa,-seperti saat Yi Soo berkencan dengan Woo Jin dalam tubuh anak kecil, dan secara diam-diam mengisi soju dalam botol susunya  atau saat Woo jin, berada dalam fisik gadis cantik (diperankan Park Shin Hye)  dan sang teman dekat Sang Baek, begitu tertarik kepadanya-. Namun, diparuh akhir film, penceritaan menjurus serius, dan lebih berfokus mengeksplorasi karakter Yi Soo, yang begitu dilanda dilema.

Secara personal, dan tentu saja subjektif, The Beauty Inside merupakan film yang bagus dan sederhana namun sarat pesan bagi saya. Terlebih lagi, scene-scene yang lumayan sedih tidak di visualkan secara cengeng dan berlebihan, sungguh benar-benar sederhana. Jadi film ini lumayan recommended sebagai tontonan dikala santai. Sangat mudah bagi saya untuk terhubung dan berempati dengan seorang Yi Soo. Bagaimana sulitnya memiliki kekasih dengan wajah yang berubah-ubah setiap hari.  Hal tersebut tentu saja tak lepas dari kinerja Han Hyo Jo sebagai leading female di film ini. Aktingnya patut diacungi jempol, Han Hyo Jo mampu menjaga konsistensi chemistry dengan begitu banyak aktor berbeda yang memerankan Woo Jin sepanjang durasi film. Namun, -lagi-lagi secara personal- sangat sulit  bagi saya terhubung dengan karakter Woo Jin, mengingat sepanjang film ia selalu berubah-ubah. Sepanjang durasi film, para aktor yang memerankan Woo Jin, bisa jadi hanya tampil dalam hitungan menit saja. Namun ada beberapa aktor yang memberikan akting berkesan sewaktu memerankan karakter Woo Jin di antaranya Park Soe Joon dan Lee Jin Wook.

Selain deretan leading cast yang sedemikian banyak itu, apresiasi juga patut dipersembahkan  kepada Baek Jong Yeol sang sutradara. Meski berthema fantasi, sang sutradara mampu mengejawantahkan plot cerita dengan baik sehingga masalah percintaan demikian terkesan relevan dengan masalah percintaan pada umumnya di dunia nyata. Kita pasti menyadari, pada dasarnya seseorang selalu membutuhkan waktu untuk kemudian mempunyai perasaan dan mencintai seseorang yang bahkan secara fisik tidak berubah signifikan dalam waktu yang lama, lalu bagaimana pula kah mencintai seseorang dengan fisik yang berubah setiap hari?

Betapa pentingnya memiliki hati yang cantik, karena fisik yang cantik (bahkan pada manusia normal seperti kita) kapan saja bisa berubah. Secara implisit, kurang lebih begitulah pesan yang ingin disampaikan film ini kepada penonton. Meski terlalu telat untuk mereview, The beauty Inside really recommended movie. Empat bintang untuk film ini. Selamat menonton, dan selamat mencintai, Everyone!

Iyat

Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar