Galaksi Kinanthi: Sekali Mencintai Sudah itu Mati? by Tasaro G.K.
My rating: 4 of 5 stars
Begini cara kerja suatu yang engkau sebut cinta,
Engkau bertemu seseorang, lalu perlahan-lahan merasa nyaman berada disekitarnya. Jika ia dekat engkau merasa utuh, dan terbelah ketika dia menjauh. Keindahan adalah ketika ia memperhatikanmu tanpa engkau tahu, sewaktu kemenyerahan itu meringkusmu, mendengar namanya disebut pun menggigilkan akalmu. Engkau mulai tersenyum dan menangis tanpa mau disebut gila.
Saya jatuh hati ketika membaca kumpulan kalimat di back cover novel ini. ‘Ini pasti novel cinta mendayu-dayu’, demikian pemikiran saya semula. Tapi saya jauh salah duga.
Setelah mengendap berhari-hari dalam ransel saya yang saya bawa kemana-mana dengan niat membaca dimanapun ketika ada waktu, akhirnya kemarin saya memulai pertualangan untuk membacanya. Novel ini hancur menjadi beberapa kumpulan bundel kertas yang bendingnya utuh terlepas dari cover sehabis saya membacanya. Entah terlalu bersemangat mengurai kisah Kinanthi atau memang karena pembajak-kurang-ajar yang sekenanya membajak novel ini.
Saya tidak punya pilihan untuk membeli yang asli, karena buku ini memang tidak ada dalam list buku yang akan saya beli. Takdir saya dan Kinanthi adalah kebetulan yang menyenangkan. Kinanti adalah hadiah ulangtahun dari dua sahabat saya. Dan saya bersyukur mereka memilih buku ini untuk menjadi kado ulangtahun. Terimakasih untuk duo yunai-yantchan *big hug*
Selain Kinanthi yang tidak saya tahu, nama Tasaro GK pun masih awam bagi saya, namun dua acungan jempol saya hadiahkan padanya lewat karya ini. Betapa tidak, kisah Kinanthi bab demi babnya mampu merangkum kompleksitas kehidupan seorang perempuan, terutama perempuan jawa yang sering dianggap lemah dan cenderung nrimo. Tasaro GK juga piawai menarasikan dunia universal kehidupan tenaga kerja Indonesia secara apik.
Kinanthi tentu menceritakan kisah perjalanan hidup Kinanthi, wanita luar biasa dan perjalanan cintanya yang juga tak kalah luar biasa. Kisah cinta yang demikian kompleks. Kisah bersama Ajuj. Kisahnya bersama Ajuj terhenti ketika orang tua Kinanti memberikannya untuk diadopsi dengan bayaran 50 kilo beras. Perasaan Kinanthi hancur, karena orang tuanya yg begitu disayanginya tega menukarnya dengan barang. Pasca adopsi, Khinanti menghabiskan masa remaja di Kota kembang Bandung, sambil bekerja bantu-bantu di rumah orang tua adopsinya. Hidup di Bandung bukan tanpa aral. Setelah akhirnya mempunyai sahabat akrab, seorang gadis sunda bernama Euis, kisah persahabatan itu pun hanya sesingkat kedipan mata karena akhirnya Euis tewas. Sepeningal Euis, Kinanthi dekat dengan seorang lelaki bernama Gesit, namun ujung-ujungnya ia malah mendapat tuduhan karena kematian Gesit.
Hidupnya kembali terombang-ambing setelah orangtua adopsinya mengirimnya ke arab sebagai TKW meski belum cukup umur. Kisah-kisah klasik kekerasan terhadap tenaga kerja juga dialami Kinanthi. Ia menjalani bab demi bab kehidupan tenaga kerja sampai ke Kuwait. Di sana ia berkali-kali gonta-ganti majikan da bolak-balik tinggal di penampungan. Hingga akhirnya salah seorang majikannya yang pindah ke Amerika turut membawanya serta.
Kisah-kisah tersebut hanya sepenggal perjalanan hidup Kinanthi. Ia menempuh perjalanan panjang hingga menjadi gadis Amerika yang sukses. Juga seorang Professor muda yang kemudian menulis kisahnya dalam sebuah novel. Untuk melengkapi kisah novelnya juga kisahnya tersebut, Kinanthi akhirnya kembali ke kampung halamannya di lereng gunung kidul. Akankah dia bertemu kembali dengan cinta pertama dan sejatinya, Ajuj? Silahkan membacanya sendiri. Kisah ini begitu membekas di hati saya. Tasaro GK mampu meramu perjalanan hidup Kinanthi, gadis jawa biasa yang bermetamorfosa menjadi gadis luar biasa. Kinanthi akhirnya terlahir kembali.
Novel ini adalah salah satu rekomen saya buat para penikmat sastra yang rindu akan karya berkualitas dan sarat pesan moral. Must read and tumbs up for Tasaro GK. Sangat berharap dapat menemukan dan membaca karya-karyanya yang lain.
View all my reviews
Yatie
Mei 2014
Senin, 22 September 2014
Selasa, 09 September 2014
Renungan dan Pasang Surut
Aku tak tahu apa tujuanku
menyimpan rasa? bukankah cinta tak perlu punya tujuan? ia hanya mengalir
mengikuti arus yang ada. Arus yang membawanya pada sebuah muara.
Dan perasaan ini kemudian pasang
surut. Pasang ketika semua waktu tersita hanya untuk memikirkanmu sedang apa,
Dan kemudian surut ketika aku mencoba berpegangan erat pada realita.
Bahkan perasaan ini semakin
konyol, absurd, dan tak wajar. Karena begitu banyak alasan masuk akal yang
membuat rasa ini seharusnya tak ada, tak tumbuh mekar tanpa peduli musim. Tapi
bukankah kadang cinta memang tak masuk akal?
Aku tak punya apa-apa. Apapun
yang bisa membuatmu menoleh, mengingat,
apalagi mengenang. Semua hanya pertemuan sederhana dalam lingkaran dan
dimensi waktu yang telah diskenariokan Tuhan. Dan begitu episodenya berakhir.
Maka terpisahlah semua, terlepaslah apa yang sebenarnya belum sempat dan belum
mampu kuikat. Benang merah kau dan aku.
Aku mencarimu. Sungguh
mencarimu. Bahkan kau masuk dalam mimpi-mimpiku. Tapi apa yang bisa kubuat?
Kita memang berpisah. Sampai akhirnya kita dipertemukan lagi dalam arti yang
berbeda. Oh tidak, mungkin hanya aku yang menemukanmu, karena kau tidak
menemukanku. Bisakah kau mengerti
pertemuan semacam ini?
Kulihat kau setelah sekian
lamanya dan kau mulai bermetamorfosa.
Metamorfosa yang mencengangkan. Dan rasa yang kukira gugur, kini terburai
kemana-mana. Aku mungkin juga
bermetamorfosa. Tapi metamorfosa kita berbeda, dan aku tidak pernah bangga akan
metamorfosaku.
Belakangan ini, setelah disibukkan
dengan hal-hal yang tak kumengerti tentang hidup. Perasaan itu pasang lagi, aku
takut dia berubah jadi badai dan aku belum punya persiapan apa-apa menghadangnya.
Kadang, kunikmati saja deburannya,
hingga tanpa sadar aku terjerat dalam kubangan yang aneh. Ya, sangat
aneh. Tapi apa yang kumampu? Bukankah cinta memang selalu aneh? Sampai akhirnya
aku sadar, kekonyolan ini harus dihentikan. Tak ada yang mungkin tentang pasang
surut rasa ini, bahkan untuk dijadikan dongeng. Mungkin aku hanya terjebak
dalam sikap obsesif kompulsif membabibuta. Kau tahu? Aku sungguh takut.
Bisakah kau pergi? Bisakah kau redakan pasangsurut ini? Karena mungkin pantaiku tak membutuhkan
muara…
Yatt,
Di hari jadi seseorang, ditengah
rasa yang konyol.
30 august 2014
Langganan:
Postingan (Atom)