Sabtu, 20 Desember 2014

Resah

Banyak hal yang membuat kita resah di dunia ini. Mungkin salah satunya perihal masa depan. Kita nggak pernah bisa dengan tepat memprediksikan apa yang belum terjadi.
Kadang-kadang Tuhan senang berahasia, senang memberi kejutan terhadap apa yang kita jalani. Kadang agenda yang disusun demikian matang belum tentu sesuai planning.

Aku teringat beberapa hari yang lalu seseorang sahabat telah terjadwal hari sidang skripsinya di akhir tahun ini. Tapi mendadak karena halangan dari salah seorang dosen penguji, jadwal itu diundur sampai batas waktu yang belum kami tahu. Yang menjadi masalah adalah menjadwalkan sidang tidak semudah yang orang-orang bayangkan. Kami harus menanyakan satu persatu dosen penguji, kapan kiranya mereka mempunyai waktu luang ditengah jadwal mereka yang supe padat serta harus menemukan satu titik waktu dimana ketiga dosen penguji mempunya jadwal yang kosong secara bersamaan. Alangkah sulit.
Masih hangat diingatan, sebulan yang lalu seharian penuh aku bolak-balik menemui dosen menguji untuk mejadwal sidang skripsiku, bolak-balik menelpon untuk menanyakan kesediaan. Dan dalam kasus sahabat ini. tidak cukup hanya seharian penuh sepertiku, melainkan seminggu lebih. Dan jadwal yang sudah ada batal karena satu kata 'tidak' dari salah seorang penguji.

Kasus diatas hanyalah salah satu contoh mengapa kita sebagai manusia dengan planning yang kadang sudah tersusun tetap saja merasa resah. Karena ada sesuatu diluar kendali kita. Hal yang lebih memperparah adalah omongan-omongan dan pertanyaan yang menuntut, kapan, kapan, kapan, yang membuat jengah. Dan terkadang mereka yang doyan bertanya dan mau tahu urusan orang bukanlah oknum yang punya untung rugi resiprokal terhadap yang menjalani.

Dewasa ini, keresahan itu bermutasi dalam beragam wujud. resah, karena hidup cenderung semakin sulit karena tuntutan multidimensional dari berbagai penjuru. Kita bahkan tidak sadar bahwa kita sedemikian bertransformasi demi memenuhi tuntutan-tuntutan realistis. Kita tidak jadi diri sendiri. Kehilangan jati diri. Kebahagiaan berubah menjadi sesuatu yang bersifat utopis dan diukur dengan parameter umum yang belum tentu valid semisal materi, barangkali?

Akan tetapi, sesuatu yang belum terjadi tidak saja membuat kita resah karena hal-hal buruk yang tak terduga, tapi sesuatu yang belum terjadi juga menjanjikan  hal-hal indah. Tuhan memang penuh kejutan. Dzat yang Mahabijak menulis kisah manusia-manusia. Untuk itu kita hanya perlu percaya. Sesuatu yang baik akan datang jika memang sudah waktunya, dengan catatan abaikan saja omongan-omongan tak penting yang hanya membuat kita resah.


Fitria_tee
Buat Yantchan yang harus tetap semangat menjalani "masa-masa berdarah" ini.

Nb: Kenapa justru disaat-saat sulit, baru kita bisa ngobrol berbobot dan filosofis kayak kasus curcol di kantor pascasarjana kemaren??





Kamis, 18 Desember 2014

Rindu

Tiba-tiba aku rindu insomnia
Aku rindu malam-malam hening penuh filosofi kehidupan itu
aku rindu bercangkir-cangkir genangan kafein yang tak mengizikan mata untuk terpejam
aku rindu terbangun dengan matahari yang garang seakan ingin mendobrak jendela kamar
aku ingin terbangun saat dentang jam yang duabelas kali
mungkinkah itu yang disebut vitalitas,
ditengah kerumunan orang-orang penyembah waktu
ditengah orang-orang yang mengaku makhluk paling mulia dimuka bumi dengan intelektualitas tinggi yang bahkan sangat pelit untuk memberi ruang akan makna hidup
ditengah orang-orang yang mengaku manusia namun takut terjaga tengah malam demi eksistensi stamina jasad yang mereka tumpangi

aku rindu, aku rindu,
belakangan aku bermutasi menjadi manusia robot
ketika engsel-engsel tubuh ini digerakkan si 'invisible hand' demi seraup uang dan realitas

aku rindu, aku rindu vitalitas

Senin, 15 Desember 2014

Hujan, Sayang

Hujan Sayang, hujan
Malam dingin dan semua diam
Hanya waktu yang berlari, Tanpa mau peduli
Kita melangkah di ruas jalan yang bercabang-cabang,
Meliuk-liuk menuju satu titik yang masih misteri
Masa Lalu sudah lewat, tinggal memori abadi, jika ingatan kita masih utuh

Hujan sayang, hujan
Kau tak bisa menghitung rinainya, begitupun aku
Tapi kita tahu, suatu saat hujan akan datang teduhnya
Bukankah begitu seharusnya? menjaga nyala api pengharapan dari tetes-tetes hujan

Hujan sayang, masih hujan
Kita pegang secarik kertas takdir kita masing-masing
Ada siklus pertemuan dan perpisahan,
Kita hanya perlu mengabadikannya,  lalu menjadikannya momentum
Setelahnya, terserah Tuhan

Hujan sayang, masih hujan
Tak lebat, tak gerimis
Gelap membalut tetesnya yang stabil
Malam berusaha menutup mendung
Diam saja diruangmu, Sayang
Biar hujan yang membantu melebur rindu

Hujan sayang, Hujan
Tanah basah, tunas mungkin bertumbuh,
Aku juga di ruangku, bersama baris-baris kata yang terlanjur tumpah
Kita sama, tapi dalam dimensi berbeda

Hujan sayang, hujan
Bermainlah dengan imajimu
Kalau-kalau kau bisa tersenyum, nanti beri aku satu,
Kubingkai dan kupajang senyum itu,

Hujan sayang, hujan


fitria_tee
ditengah malam hujan