Sabtu, 20 Desember 2014

Resah

Banyak hal yang membuat kita resah di dunia ini. Mungkin salah satunya perihal masa depan. Kita nggak pernah bisa dengan tepat memprediksikan apa yang belum terjadi.
Kadang-kadang Tuhan senang berahasia, senang memberi kejutan terhadap apa yang kita jalani. Kadang agenda yang disusun demikian matang belum tentu sesuai planning.

Aku teringat beberapa hari yang lalu seseorang sahabat telah terjadwal hari sidang skripsinya di akhir tahun ini. Tapi mendadak karena halangan dari salah seorang dosen penguji, jadwal itu diundur sampai batas waktu yang belum kami tahu. Yang menjadi masalah adalah menjadwalkan sidang tidak semudah yang orang-orang bayangkan. Kami harus menanyakan satu persatu dosen penguji, kapan kiranya mereka mempunyai waktu luang ditengah jadwal mereka yang supe padat serta harus menemukan satu titik waktu dimana ketiga dosen penguji mempunya jadwal yang kosong secara bersamaan. Alangkah sulit.
Masih hangat diingatan, sebulan yang lalu seharian penuh aku bolak-balik menemui dosen menguji untuk mejadwal sidang skripsiku, bolak-balik menelpon untuk menanyakan kesediaan. Dan dalam kasus sahabat ini. tidak cukup hanya seharian penuh sepertiku, melainkan seminggu lebih. Dan jadwal yang sudah ada batal karena satu kata 'tidak' dari salah seorang penguji.

Kasus diatas hanyalah salah satu contoh mengapa kita sebagai manusia dengan planning yang kadang sudah tersusun tetap saja merasa resah. Karena ada sesuatu diluar kendali kita. Hal yang lebih memperparah adalah omongan-omongan dan pertanyaan yang menuntut, kapan, kapan, kapan, yang membuat jengah. Dan terkadang mereka yang doyan bertanya dan mau tahu urusan orang bukanlah oknum yang punya untung rugi resiprokal terhadap yang menjalani.

Dewasa ini, keresahan itu bermutasi dalam beragam wujud. resah, karena hidup cenderung semakin sulit karena tuntutan multidimensional dari berbagai penjuru. Kita bahkan tidak sadar bahwa kita sedemikian bertransformasi demi memenuhi tuntutan-tuntutan realistis. Kita tidak jadi diri sendiri. Kehilangan jati diri. Kebahagiaan berubah menjadi sesuatu yang bersifat utopis dan diukur dengan parameter umum yang belum tentu valid semisal materi, barangkali?

Akan tetapi, sesuatu yang belum terjadi tidak saja membuat kita resah karena hal-hal buruk yang tak terduga, tapi sesuatu yang belum terjadi juga menjanjikan  hal-hal indah. Tuhan memang penuh kejutan. Dzat yang Mahabijak menulis kisah manusia-manusia. Untuk itu kita hanya perlu percaya. Sesuatu yang baik akan datang jika memang sudah waktunya, dengan catatan abaikan saja omongan-omongan tak penting yang hanya membuat kita resah.


Fitria_tee
Buat Yantchan yang harus tetap semangat menjalani "masa-masa berdarah" ini.

Nb: Kenapa justru disaat-saat sulit, baru kita bisa ngobrol berbobot dan filosofis kayak kasus curcol di kantor pascasarjana kemaren??





Kamis, 18 Desember 2014

Rindu

Tiba-tiba aku rindu insomnia
Aku rindu malam-malam hening penuh filosofi kehidupan itu
aku rindu bercangkir-cangkir genangan kafein yang tak mengizikan mata untuk terpejam
aku rindu terbangun dengan matahari yang garang seakan ingin mendobrak jendela kamar
aku ingin terbangun saat dentang jam yang duabelas kali
mungkinkah itu yang disebut vitalitas,
ditengah kerumunan orang-orang penyembah waktu
ditengah orang-orang yang mengaku makhluk paling mulia dimuka bumi dengan intelektualitas tinggi yang bahkan sangat pelit untuk memberi ruang akan makna hidup
ditengah orang-orang yang mengaku manusia namun takut terjaga tengah malam demi eksistensi stamina jasad yang mereka tumpangi

aku rindu, aku rindu,
belakangan aku bermutasi menjadi manusia robot
ketika engsel-engsel tubuh ini digerakkan si 'invisible hand' demi seraup uang dan realitas

aku rindu, aku rindu vitalitas

Senin, 15 Desember 2014

Hujan, Sayang

Hujan Sayang, hujan
Malam dingin dan semua diam
Hanya waktu yang berlari, Tanpa mau peduli
Kita melangkah di ruas jalan yang bercabang-cabang,
Meliuk-liuk menuju satu titik yang masih misteri
Masa Lalu sudah lewat, tinggal memori abadi, jika ingatan kita masih utuh

Hujan sayang, hujan
Kau tak bisa menghitung rinainya, begitupun aku
Tapi kita tahu, suatu saat hujan akan datang teduhnya
Bukankah begitu seharusnya? menjaga nyala api pengharapan dari tetes-tetes hujan

Hujan sayang, masih hujan
Kita pegang secarik kertas takdir kita masing-masing
Ada siklus pertemuan dan perpisahan,
Kita hanya perlu mengabadikannya,  lalu menjadikannya momentum
Setelahnya, terserah Tuhan

Hujan sayang, masih hujan
Tak lebat, tak gerimis
Gelap membalut tetesnya yang stabil
Malam berusaha menutup mendung
Diam saja diruangmu, Sayang
Biar hujan yang membantu melebur rindu

Hujan sayang, Hujan
Tanah basah, tunas mungkin bertumbuh,
Aku juga di ruangku, bersama baris-baris kata yang terlanjur tumpah
Kita sama, tapi dalam dimensi berbeda

Hujan sayang, hujan
Bermainlah dengan imajimu
Kalau-kalau kau bisa tersenyum, nanti beri aku satu,
Kubingkai dan kupajang senyum itu,

Hujan sayang, hujan


fitria_tee
ditengah malam hujan

Minggu, 02 November 2014

Kumpulan Arsip Lama

I
Bisakah kebahagiaan  itu tetap disini dan tak direngkuh lagi?
Bisakah cinta itu disini dan tetap menghangati?
Mengapa semua terasa suram?
Mengapa baranya harus padam?

Hanya mampu berdebat sengit
Hanya mampu memperpanjang tangis
Hanya mampu menerima sakit dan beban

Padahal yang dibutuhkan adalah kedamaian
Yang dibutuhkan adalah perasaan ingin hidup

II
Tak ada lagi air mata saat cemooh datang
Hanya raut wajah yang mengeras menahan luka
Beserta amarah yang tak tumpah

Air mata itu sudah merembes ke hati
Tumpah ruah ke sel-sel darah

Tak ada lagi air mata
Hanya diam, diam, diam dan senyum palsu
Tak ada lagi

III
Ia memang bodoh, bodoh
Untuk apa dia Ia berekspektasi menunggu dan berbaik hati padamu?
Bukankah Kalian tak punya lagi hitung-hitungan hati? hitung-hitungan perasaan?

Berhentilah kau datang dan pergi sesukahati kepadanya
Berhentilah bersikap membingungkan
Kasihan Ia yang terus repot menata perasaanya sendiri
Kasihanilah Ia dan jiwa kerdilnya
Melihatmu dengan susah payah Ia harus menggenggam hatinya agar jangan tertinggal di sorot matamu

IV
Apa yang harus ditutupi?
Kau seseorang yang memperkenalkan apa itu hubungan
Kau kisah usang yang terlupa namun disuatu waktu kembali datang dan membuat segalanya rumit

Apa pula yang harus dituturkan?
cerita yang hanya sekejap mata dan missing link yan dilupakan

Semua singkat, bahkan selesai sebelum belajar membuka hati
Apa yang harus diungkapkan?

V
Aku tidak mencinta, tapi tetap saja kecewa
Kisah ini terlalu sederhana, jauh dari kompleksitas
Kisah ini tak tercatat dalam sejarah
Tidak penuh intrik

Menghadapimu, berarti aku harus menjadi dewasa
bertempur dengan ego dan badai-badai berkecamuk di hatiku sendiri
Kau tidak mau tahu dan peduli
Setelah badai itu susahpayah kuredakan
Kau akan datang lagi memancing badai lain

Dasar pembawa bencana!!!



Senin, 06 Oktober 2014

Oktober Datang Lagi

Halooww,

Nggak terasa ya, oktober udah datang lagi. Saya ingat oktober tahun lalu saya berkutat  dengan penyusunan proposal skripsi, dan tahun ini saya masih berkutat dengan si skripsi (lagi). belakangan saya suka heran, Banyak orang- orang di sekitar saya yang heboh soal kerampungan .skripsi ini ketimbang diri saya sendiri. kalo ditanya kapan? kapan? dan kapan?, saya cuma bisa balas dengan senyum sambil bilang dalam hati "bagaimana ya, ngejelasin ke kamu tentang perubahan manifestasi misi budaya perantau? perlukah digambarin matriksnya juga?". Semua orang cuma mau lihat hasil tanpa perlu tahu proses, dan kalo belum cukup menilai seenak udelnya. Yup, that's human.

Kalau di luar negeri sana pada lagi heboh menyambut halloween. Mungkin orang-orang disini lagi pada ngerasain euforia idul adha yang baru lewat kemaren. Kemaren saya pengen daptarin diri buat dikurban, tapi ternyata panitianya tidak menerima species diluar sapi dan kambing. jadi batal. 

kemarin-kemarin, saya juga sempat heboh dengan target demi target yang ingin dicapai, sampai akhirnya saya sadar memasang target nggak selamanya buat saya semangat untuk mencapainya tepat waktu.  sampai akhirnya target demi target itu saya lepaskan dan lebih memilih menjalaninya saja.

Yoo People
Selamat menyambut oktober
Semoga bulan ini penuh kesan


Yatt

Rabu, 01 Oktober 2014

Entri yang Ke- Sekian.......

I.
Aku menatap keluar jendela bus yang terbuka lebar. Dapat kurasakan angin kencang menampar-nampar wajahku. Terdengar sayup-sayup hiruk pikuk suara teman-teman di dalam. Yang terdengar jelas adalah lagu-lagu balad bercampur lagu india dalam playlist Ipod ku. 
Setelah tiga tahun berpisah dalam komunitas ini, inilah waktu comebackku bersama teman-teman memulai penjelajahan alam lagi. Semoga hari ini bisa menjadi awal yang baru dalam hidupku, sama seperti awal kehidupan seseorang di seberang pulau sana yang hari ini benar-benar menempuh hidup baru.
 “Tidak bisakah Kau berhenti mendengarkan lagu melow yang bakal buat kau tambah melow?” Suara Tiara terdengar jelas di telinga kiriku seiring dengan ia yang mencabut paksa earphoneku. 
“c’mon, kita mau bersenang-senang, aura patah hati nggak bisa ditolerir dalam zona ini” katanya lagi, dengan mata melotot yang begitu kukenal. Aku hanya mengangguk pelan sambil tersenyum kemudian ikut bergabung dengan nyanyian teman-teman. 
Tak kusangka kekuatan fisikku telah demikian berubah lemah. Aku memang cukup lama tidak tracking lagi. Berkali-kali aku minta istirahat pada teman-teman yang lain. Mereka dengan pandangan heran hanya menurut saja. Seminggu yang lalu aku masih seorang Editor in Chief di sebuah majalah urban terkemuka di ibukota. Namun sekarang semuanya berubah. Kini aku hanya menyandang status pengangguran patah hati yang mengenaskan. Semenjak aku memutuskan resign, aku memilih kembali ke Medan, kota asalku. Kupikir keputusan ini sudah tepat. Semoga saja. 
Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang terjadi di masa depan. Rencana kita yang demikian matang bisa dengan mudah dijungkirbalikkan Tuhan. Itulah tepatnya yang terjadi dalam hidupku. Kupikir tak lama lagi aku akan menjadi seorang istri, akan dinikahi pria pujaan hati, akan punya anak-anak yang lucu sambil terus berkarir. Rencana yang matang dan sempurna, namun tidak dengan rencanaNya.
II.
 “Dalam waktu dekat kita akan menemui orangtua Mas. Sekedar untuk mengenalkan kamu sebagai calon istriku. Setelah itu gantian aku datang ke Medan, menemui orang tuamu untuk melamarmu. Pernikahan itu segera jadi nyata Deli” papar mas Aryo dengan wajah sumringah. Sakti sekali kata-kata mas Aryo. Aku tersenyum menatap wajah teduhnya. Kutatap cincin yang melingkar di jemari, semua terasa sempurna. Kami akan menikah. Tidakkah semua perempuan mendambakan pernikahan dengan pangeran impiannya? Dan Mas Aryo adalah pangeran impianku. 
Aku mengenal Mas Aryo tiga tahun lalu, waktu itu aku masih karyawan magang dan dia adalah wakil pemimpin redaksi. Dia pria muda, tampan dan mapan. Semua karyawan di tempat bekerja yang masih single pasti pernah memimpikan untuk menjadi pendampingnya termasuk aku. Sulit menjelaskan hubungan kami, tapi bagaimana rasanya menjalin hubungan dengan atasan yang begitu dikagumi semua orang? Serasa semua nikmat dunia sudah dicukupkan Tuhan. Mas Aryo sangat futuris, semua direncanakan dengan matang dalam hubungan ini. Dan sungguh aku begitu jatuh cinta padanya. Tak lagi kupedulikan semua tatapan iri di kantor. 
Dalam sebuah pesta perayaan ulang tahun majalah tempat kami bekerja, ia memperkenalkanku sebagai calon istrinya, dan itu seolah pembabtisan dan konferensi pers atas kasak-kusuk hubungan kami di kantor. 
Tapi ternyata tak semudah itu hubungan ini. Cinta dalam pernikahan tidaklah perkara dua anak manusia yang ingin bersama dan membina rumahtangga, tapi juga dua keluarga anak manusia tersebut. Tidak pernah ada restu dari ibunya. Aku ingat terakhir kali kami bertemu. Saat aku diajak kerumahnya menemui ibunya. Tak ada tatapan ramah apalagi simpati. Kue penganan kesukaan ibunya yang kubuat sepenuh hati langsung menghuni tempat sampah rumahnya. Dengan terang-benderang ibunya menolakku, mengatakan bahwa keluarganya yang terhormat dan masih kerabat keraton Solo itu tidak bisa menerima calon mantu selain seorang keturunan priyayi jawa yang terhormat pula. Mas aryo telah dijodohkan dengan orang lain. Aku sama sekali tak masuk kategori. Aku ingin menangis, aku tersudut, tapi kukuatkan hati karena kuyakin Mas Aryo akan mempertahanku, mempertahankan hubungan ini. Memperjuangkanku seperti dulu. Namun yang terjadi tidak demikian. Pada saat itu, kukenal Mas Aryo yang baru. Yang tidak kukenal seperti selama ini. Bukan Mas Aryo yang tegas, penuh wibawa, dan begitu mencintaiku. Namun Mas Aryo, seorang anak yang begitu penurut pada ibunya. 
 III. 
Akhirnya aku pulang tidak hanya dengan luapnya kecewa diriku saja, tapi juga ribuan pertanyaan dan alasan. Apa yang harus kukatakan kepada ibu dan bapak? Aku sudah menjanjikan kedatangan Mas Aryo. Namun, dengan isak tangis dan ribuan kata maaf kuluahkan semua kejujuran. Bapak dan Ibu legowo. Mungkin nasib memang masih berpihak padaku. 
Usiaku tak lagi muda, hampir menginjak kepala tiga dan keinginan berumahtangga yang sudah di depan mata bisa saja lenyap seketika. Tuhan memang penuh kejutan. Bagaimana mungkin kepastian begitu mudah berubah haluan menjadi ketidakpastian. Mas Aryo sekarang tinggal kenangan. Hari ini ijab Kabul itu dilaksanakannya, namun dengan wanita yang berbeda, bukan dengan aku wanita yang beberapa waktu yang lalu diyakini akan menjadi istrinya.
Tidak ada yang harus kupertahankan lagi dikantor, beribu alasan membuat aku harus enyah. Hubungan kami yang sudah diketahui semua orang. Berita pernikahan Mas Aryo. Tak lagi dapat kutahan pandangan kasihan. Namun apa yang harus kuperbuat. Aku memang yang tercampakkan. 
Sekarang disinilah aku. Menemui dunia ku yang dulu kutinggalkan saat mulai meniti karir. Menemui Kembali teman-teman lama yang sebenarnya selalu ada. Sejak aku pindah, ternyata mereka masih aktif berpetualang keluar masuk hutan, mendaki gunung, menyibak air terjun dan menyebrangi sungai. Mereka masih kumpulan orang-orang gila yang sama. Aku hanya tersenyum dapat kembali menyaksikan tingkah polah mereka. Harusnya dulu aku pernah sekali saja memuat profil manusia-manusia gila ini di majalah. Tapi sekarang, semua tentang kehidupan pekerjaanku harus kutinggalkan sejenak. Harus kuluruhkan semua luka. Kuingat hal terakhir yang kulakukan untuk majalah itu adalah mengirim sebuah cerpen dan memohon agar Nita, pengasuh rubrik tersebut mau memuatnya. Semoga saja.

Senin, 22 September 2014

Kinanthi Terlahir Kembali (Tasaro GK): Kisah Memesona Tak Hanya Sekedar Tembang Jawa

Galaksi Kinanthi: Sekali Mencintai Sudah itu Mati?Galaksi Kinanthi: Sekali Mencintai Sudah itu Mati? by Tasaro G.K.
My rating: 4 of 5 stars



Begini cara kerja suatu yang engkau sebut cinta,
Engkau bertemu seseorang, lalu perlahan-lahan merasa nyaman berada disekitarnya. Jika ia dekat engkau merasa utuh, dan terbelah ketika dia menjauh. Keindahan adalah ketika ia memperhatikanmu tanpa engkau tahu, sewaktu kemenyerahan itu meringkusmu, mendengar namanya disebut pun menggigilkan akalmu. Engkau mulai tersenyum dan menangis tanpa mau disebut gila.
Saya jatuh hati ketika membaca kumpulan kalimat di back cover novel ini. ‘Ini pasti novel cinta mendayu-dayu’, demikian pemikiran saya semula. Tapi saya jauh salah duga.
Setelah mengendap berhari-hari dalam ransel saya yang saya bawa kemana-mana dengan niat membaca dimanapun ketika ada waktu, akhirnya kemarin saya memulai pertualangan untuk membacanya. Novel ini hancur menjadi beberapa kumpulan bundel kertas yang bendingnya utuh terlepas dari cover sehabis saya membacanya. Entah terlalu bersemangat mengurai kisah Kinanthi atau memang karena pembajak-kurang-ajar yang sekenanya membajak novel ini.
Saya tidak punya pilihan untuk membeli yang asli, karena buku ini memang tidak ada dalam list buku yang akan saya beli. Takdir saya dan Kinanthi adalah kebetulan yang menyenangkan. Kinanti adalah hadiah ulangtahun dari dua sahabat saya. Dan saya bersyukur mereka memilih buku ini untuk menjadi kado ulangtahun. Terimakasih untuk duo yunai-yantchan *big hug*
Selain Kinanthi yang tidak saya tahu, nama Tasaro GK pun masih awam bagi saya, namun dua acungan jempol saya hadiahkan padanya lewat karya ini. Betapa tidak, kisah Kinanthi bab demi babnya mampu merangkum kompleksitas kehidupan seorang perempuan, terutama perempuan jawa yang sering dianggap lemah dan cenderung nrimo. Tasaro GK juga piawai menarasikan dunia universal kehidupan tenaga kerja Indonesia secara apik.
Kinanthi tentu menceritakan kisah perjalanan hidup Kinanthi, wanita luar biasa dan perjalanan cintanya yang juga tak kalah luar biasa. Kisah cinta yang demikian kompleks. Kisah bersama Ajuj. Kisahnya bersama Ajuj terhenti ketika orang tua Kinanti memberikannya untuk diadopsi dengan bayaran 50 kilo beras. Perasaan Kinanthi hancur, karena orang tuanya yg begitu disayanginya tega menukarnya dengan barang. Pasca adopsi, Khinanti menghabiskan masa remaja di Kota kembang Bandung, sambil bekerja bantu-bantu di rumah orang tua adopsinya. Hidup di Bandung bukan tanpa aral. Setelah akhirnya mempunyai sahabat akrab, seorang gadis sunda bernama Euis, kisah persahabatan itu pun hanya sesingkat kedipan mata karena akhirnya Euis tewas. Sepeningal Euis, Kinanthi dekat dengan seorang lelaki bernama Gesit, namun ujung-ujungnya ia malah mendapat tuduhan karena kematian Gesit.
Hidupnya kembali terombang-ambing setelah orangtua adopsinya mengirimnya ke arab sebagai TKW meski belum cukup umur. Kisah-kisah klasik kekerasan terhadap tenaga kerja juga dialami Kinanthi. Ia menjalani bab demi bab kehidupan tenaga kerja sampai ke Kuwait. Di sana ia berkali-kali gonta-ganti majikan da bolak-balik tinggal di penampungan. Hingga akhirnya salah seorang majikannya yang pindah ke Amerika turut membawanya serta.
Kisah-kisah tersebut hanya sepenggal perjalanan hidup Kinanthi. Ia menempuh perjalanan panjang hingga menjadi gadis Amerika yang sukses. Juga seorang Professor muda yang kemudian menulis kisahnya dalam sebuah novel. Untuk melengkapi kisah novelnya juga kisahnya tersebut, Kinanthi akhirnya kembali ke kampung halamannya di lereng gunung kidul. Akankah dia bertemu kembali dengan cinta pertama dan sejatinya, Ajuj? Silahkan membacanya sendiri. Kisah ini begitu membekas di hati saya. Tasaro GK mampu meramu perjalanan hidup Kinanthi, gadis jawa biasa yang bermetamorfosa menjadi gadis luar biasa. Kinanthi akhirnya terlahir kembali.
Novel ini adalah salah satu rekomen saya buat para penikmat sastra yang rindu akan karya berkualitas dan sarat pesan moral. Must read and tumbs up for Tasaro GK. Sangat berharap dapat menemukan dan membaca karya-karyanya yang lain.




View all my reviews Yatie Mei 2014

Selasa, 09 September 2014

Renungan dan Pasang Surut



Aku tak tahu apa tujuanku menyimpan rasa? bukankah cinta tak perlu punya tujuan? ia hanya mengalir mengikuti arus yang ada. Arus yang membawanya pada sebuah muara.
Dan perasaan ini kemudian pasang surut. Pasang ketika semua waktu tersita hanya untuk memikirkanmu sedang apa, Dan kemudian surut ketika aku mencoba berpegangan  erat pada realita. 

Bahkan perasaan ini semakin konyol, absurd, dan tak wajar. Karena begitu banyak alasan masuk akal yang membuat rasa ini seharusnya tak ada, tak tumbuh mekar tanpa peduli musim. Tapi bukankah kadang cinta memang tak masuk akal?

Aku tak punya apa-apa. Apapun yang bisa membuatmu menoleh, mengingat,  apalagi mengenang. Semua hanya pertemuan sederhana dalam lingkaran dan dimensi waktu yang telah diskenariokan Tuhan. Dan begitu episodenya berakhir. Maka terpisahlah semua, terlepaslah apa yang sebenarnya belum sempat dan belum mampu kuikat. Benang merah kau dan aku.

Aku mencarimu. Sungguh mencarimu. Bahkan kau masuk dalam mimpi-mimpiku. Tapi apa yang bisa kubuat? Kita memang berpisah. Sampai akhirnya kita dipertemukan lagi dalam arti yang berbeda. Oh tidak, mungkin hanya aku yang menemukanmu, karena kau tidak menemukanku.  Bisakah kau mengerti pertemuan semacam ini?  

Kulihat kau setelah sekian lamanya dan  kau mulai bermetamorfosa. Metamorfosa yang mencengangkan. Dan rasa yang kukira gugur, kini terburai kemana-mana.  Aku mungkin juga bermetamorfosa. Tapi metamorfosa kita berbeda, dan aku tidak pernah bangga akan metamorfosaku.

Belakangan ini, setelah disibukkan dengan hal-hal yang tak kumengerti tentang hidup. Perasaan itu pasang lagi, aku takut dia berubah jadi badai dan aku belum punya persiapan apa-apa menghadangnya. Kadang, kunikmati saja deburannya,  hingga tanpa sadar aku terjerat dalam kubangan yang aneh. Ya, sangat aneh. Tapi apa yang kumampu? Bukankah cinta memang selalu aneh? Sampai akhirnya aku sadar, kekonyolan ini harus dihentikan. Tak ada yang mungkin tentang pasang surut rasa ini, bahkan untuk dijadikan dongeng. Mungkin aku hanya terjebak dalam sikap obsesif kompulsif membabibuta. Kau tahu? Aku sungguh takut.

Bisakah kau pergi?  Bisakah kau redakan pasangsurut ini?  Karena mungkin pantaiku tak membutuhkan muara…

Yatt,
Di hari jadi seseorang, ditengah rasa yang konyol.
30 august 2014                

Minggu, 29 Juni 2014

Suatu Hari Awal di 2010


Suatu hari awal 2010
Saya masih ingat, waktu itu saya menjalani kehidupan yang membosankan, suasana rumah yang tak kalah membosankan,  kehidupan kuliah yang lebih membosankan lagi dan hari-hari pasca putus cinta.
Waktu itu saya sadar suatu hal, bahwa memendam kesedihan sendiri tanpa berbagi -walau hanya bercerita- bisa membuat jiwa raga ikut terasa sakit. Teman-teman  satu-persatu pergi. Mereka mulai punya kesibukan sendiri, kegiatan kuliah yang menyenangkan mungkin, atau pekerjaan baru yang menyita waktu mereka.  Sementara saya terjebak dalam rutinitas yang begitu membosankan, tanpa harapan dan sejak awal bukan menjadi pilihan saya.
Enam bulan saya bertahan dalam keadaan itu dan akhirnya memilih memotong tali kebosanan yang menjerat saya.  Satu-satunya teman yang masih saya miliki akhirnya merelakan saya kembali mencoba peruntungan, seperti saya  merelakan berlembar-lembar ‘privasi’ saya sebagai hadiah untuk nya atas perpisahan kami.
Suatu hari di awal 2010
Saya masih ingat,  saat itu saya relakan seluruh tabungan untuk mendaftar bimbingan belajar lagi. Tiga tahun memang sudah berlalu dengan banyak kesia-siaan, dan saya berharap pada enam bulan ke depannya.
Dan enam bulan kedepannya adalah hari-hari yang hanya dipenuhi pembelajaran dan doa. Tak ada hal lain selain belajar, sholat dengan kucuran airmata, dan membaca al-quran sambil membayangkan wajah ibu. Saya tak peduli apapun sampai kemudian saya bertemu orang-orang baru yang memberitahu bahwa harapan itu ada. Saya bertemu mereka yang gagal namun tak kehilangan asa. Saya bertemu teman-teman yang tulus, yang saling menyemangati dalam perjuangan. Dan saya bertemu ‘Tuhan’, Allahu Robbi.
Dalam sulitnya hidup enam bulan itu,  susahnya menabung rindu dan jauh dari orang-orang yang saya sayangi, dan dalam segala keterbatasan, saya hanya ditemaniNya. Dia yang tak pernah meninggalkan saya barang sejenak. Dia yang selama ini saya abaikan karena kesenangan duniawi. Yang masih mendengar keluh-kesah  dan masih memberi saya kesempatan kedua setelah begitu banyak waktu saya sia-siakan.
Enam bulan di tahun 2010 itu adalah moment yang paling berharga sepanjang hidup saya. Moment yang mungkin tak bisa saya ulang. Moment yang begitu saya rindukan. Saat itu -untuk kedua kalinya setelah peristiwa si tangan kanan- saya memercayai bahwa kesungguhan dan iman kepadaNya melalui irigan doa akan selalu berujung baik. Segelap apapun masalalu, bagaimanapun sia sianya hari yang terlewati. Masa depan itu masih suci.


Setelah 4 tahun berlalu,
Fitria Tee,


Selasa, 10 Juni 2014

File Rahasia



Aku tersimpan dalam file rahasia
Tak ada yang tahu tentang diriku, tentang kisah kita
Bagaimana menurutmu? Apa kau juga memikirkannya?
Apa kau mempedulikan perasaanku?
Bagaimana menurutmu?
Kita hanya mengumbar cinta berdua
Tidak ada lagi yang tahu selain Tuhan
Dalam diam, dalam hening,
Apakah menurutmu aku cukup dengan sabarku?
Dunia hanya tahu kau dan dia, kisah kau dan dia, tanpa aku, tanpa embel-embel apapun
Aku tenggelam dalam pusaran, menunggu kau menoleh dalam lengahnya
Mematuhi perkataanmu, menemanimu di waktu yang tersisa, sampai kapan?
Dunia hanya tahu kisah orang ketiga yang jahat, yang mencuri hak orang lain
Bagaimana menurutmu?
Aku lelah menunggu
Aku lelah bersembunyi
Aku juga ingin bilang bahwa kita punya cerita
Apa aku berhak demikian
Aku hanya bisa diam, tenggelam dalam pusaran.
-Medio juni-

Dalam Mitologi Yunani, yang Hera tahu, tokoh Hera Sang Dewi Pernikahan adalah istri pertama Zeus. Istri yang dicintainya. Tapi dunia realita tidak demikian. Ia hanya…, simpanan. Kekasih gelap. Tulisan diatas adalah luahannya yang perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, disalurkan dalam coretan tinta, dan ketikan di laptop tuanya yang setia menemani saat sang Zeusnya sedang menjalani kisah yang lain. Yang utuh.  Yang nyata. Sementara ia adalah periode akhir sang Zeus.
Yang Hera tahu adalah demikian membutakannya cinta, sehingga Tuhan tak memberinya pilihan sepotong belahan jiwa yang utuh. Namun sepotong belahan jiwa yang telah terbelah pula. Mungkin Tuhan menakdirkannya untuk menerima sisa, bahkan untuk sepotong cinta. Tak mengapa. Hera tidak marah. Hera bisa terima. Ia tahu Tuhan selalu mempunyai maksud yang Mahabijaksana.
Puluhan purnama Hera hidup berdua namun sendiri. Sendiri namun berdua. Menjadi orang ketiga. Tapi bukankah kadang cinta tak hanya cerita tentang dua orang anak manusia? Ia bisa terima, karena terkadang cinta juga harus membuang logika.
Tak seperti Dewi Hera dalam mitologi yunani, Hera tidak pencemburu dan pendendam.  Ia hanya seorang yang pasrah. Seseorang yang sepi dalam cinta yang terbelah. Tapi ia selalu merasa cukup. Zeusnya, yang tak utuhpun ia cukupkan dengan cinta dan sepotong hati yang utuh miliknya.
Terkadang pula cinta perih tak terperi, saat mata kepalanya menangkap Sang Zeus dengan belahan jiwanya yag lain. Yang utuh. Yang sah. Tapi apa yang dapat ia perbuat. Ia hanya berlakon seolah-olah semua baik-baik saja, ia tidak apa-apa dan hatinya tidak terluka. Dan kemudian tetap menyambut Zeus di sisa waktunya, menampung sedikit lelah dan keluh kesahnya dengan rela hati, mendampingi sepinya. Dan ia, Dewi Hera simpanan  yang tetap menerima.
Disuatu sore yang gerimis, disuatu sore yang sendu, saat kedua orang tuanya mengetahui semuanya dan murka, ia hanya mampu berlari tak tentu arah. Buncah keinginannya menemui sang zeus, membagi keluh kesah, mengatakan apa yang terjadi. Tapi apa daya Hera? Ia tidak berhak merampas waktu sang Zeus, ia sudah berjanji hanya menerima sisanya, bahkan jika hari inipun Zeus tidak punya sisa waktu. Ia harus menerima.
Gerimis semakin berubah menjadi hujan deras dan hera tak punya alasan untuk tidak menangis, bukankah hujan mampu menyamarkan air matanya. Ia terus berjalan dengan fikiran kosong, tak sadar sudah ditengah-tengah, dan sebuah sedan hitam siap menyambar tubuh ringkihnya. Gelap. Gelap yang selanjutnya dapat dirasakan Hera.
Ketika membuka mata,  samar dilihatnya ruangan serba putih. Seketika ia menangis. Ia sadar ia masih di dunia fana ini. Tuhan bahkan masih ingin memperpanjang kehidupannya, memperdalam deritanya. Ia hanya ingin mati, tapi ternyata ia masih harus menjalankan sisa takdirnya.
“maafkan aku, kamu sudah tidak apa apa?” dilihatnya seraut wajah cemas itu bertanya. Wajah yang tak asing. Ternyata wajah belahan jiwa zeus. Wajah orang yang menerima dan berhak atas  semua waktu zeusnya. Wajah perempuan sahnya. Hera hanya mampu kembali menangis. Ia ingin zeusnya, namun entah kenapa ia merasa tak berhak lagi.
Wanita itu memerhatikannya, mempertanggungjawabkan semuanya. Dalam sejumput waktu masa pemulihannya, akhirnya hera mengenal bagaimana kehidupan zeus yang lain, kehidupannya yang nyata. Yang terlalu indah untuk ia curi sedikit celahnya. Hera mendadak ingin pergi jauh. Jauh sekali.



Aku ingin pindah dari duniamu. Dunia tentang ketidakpastian.
Aku selalu menjadi yang terakhir saat tak ada lagi telinga-telinga yang mampu menampung kisahmu
Aku ingin pergi
Memulai kisah lain yang baru
Yang penuh harapan dan kepastian seperti yang kulihat belakangan
 Tanpamu yang harus datang dan pergi
Selama ini memang tak ada kisahku
Aku hanya pendengar
Aku tak mampu bersuara
Bukankah seharusnya dalam keramaian ini kau menyadari sesuatu?
Bahwa aku dinafikan
Aku figuran yang tidak penting dalam kisah ini
Tidakkah kau sadari dalam keramaian ini aku lelah berakting dan bertingkah seolah aku baik-baik saja
Ternyata aku tidak baik-baik saja
Waktu itu, menjadi batas
Bahwa aku harus menghapusmu
Menghapus dari perjalananku
Ternyata aku harus kembali memungut logika
­-Untuk yang terkasih, februari tahun berikutnya yang tanpa cinta-


fitriatee, medio juni yang tanpa hujan

Bagaimana Idealnya Sempurna Itu?



Bagaimana idealnya sempurna itu?  Sesuatu yang tanpa cela?
Sejatinya yang ‘sempurna’ mungkin tak ada, sejatinya ‘sempurna’ hanya milikNya. Sang Mahasempurna. Manusia, sebagai makhluk yang tak pernah puas. Benci akan tuntutan namun selalu menuntut. Bahkan sebagai makhluk hidup yang dinobatkan ‘makhluk paling sempurna’ diantara makhluk hidup lainnya, manusia tidak pernah merasa puas demi mengejar kesempurnaan.
Sering kita bertanya pada-Nya, Sang Maha Pendengar keluhkesah, ‘Tuhan mengapa aku begini, mengapa aku tidak begitu?’ tapi kita lupa bahwa kita harus melakukan ‘ini-itu’. Sering kita meminta ‘ini-itu’ pada-Nya Sang Mahapemberi, tapi bahkan –secara akumulatif- kita lalai bersujud dan menengadahkan tangan memohon padaNya. Terkadang manusia memang terlalu egois menuntut, padahal begitu banyak pemberian cuma-cuma dariNya. Pemberian yang kelak dipertanggung jawabkan amanahnya.
Mungkin cara menggapai hal bernama sempurna adalah dengan menjadi bersyukur apa adanya.


medio juni,
Yatt,