Minggu, 29 Juni 2014

Suatu Hari Awal di 2010


Suatu hari awal 2010
Saya masih ingat, waktu itu saya menjalani kehidupan yang membosankan, suasana rumah yang tak kalah membosankan,  kehidupan kuliah yang lebih membosankan lagi dan hari-hari pasca putus cinta.
Waktu itu saya sadar suatu hal, bahwa memendam kesedihan sendiri tanpa berbagi -walau hanya bercerita- bisa membuat jiwa raga ikut terasa sakit. Teman-teman  satu-persatu pergi. Mereka mulai punya kesibukan sendiri, kegiatan kuliah yang menyenangkan mungkin, atau pekerjaan baru yang menyita waktu mereka.  Sementara saya terjebak dalam rutinitas yang begitu membosankan, tanpa harapan dan sejak awal bukan menjadi pilihan saya.
Enam bulan saya bertahan dalam keadaan itu dan akhirnya memilih memotong tali kebosanan yang menjerat saya.  Satu-satunya teman yang masih saya miliki akhirnya merelakan saya kembali mencoba peruntungan, seperti saya  merelakan berlembar-lembar ‘privasi’ saya sebagai hadiah untuk nya atas perpisahan kami.
Suatu hari di awal 2010
Saya masih ingat,  saat itu saya relakan seluruh tabungan untuk mendaftar bimbingan belajar lagi. Tiga tahun memang sudah berlalu dengan banyak kesia-siaan, dan saya berharap pada enam bulan ke depannya.
Dan enam bulan kedepannya adalah hari-hari yang hanya dipenuhi pembelajaran dan doa. Tak ada hal lain selain belajar, sholat dengan kucuran airmata, dan membaca al-quran sambil membayangkan wajah ibu. Saya tak peduli apapun sampai kemudian saya bertemu orang-orang baru yang memberitahu bahwa harapan itu ada. Saya bertemu mereka yang gagal namun tak kehilangan asa. Saya bertemu teman-teman yang tulus, yang saling menyemangati dalam perjuangan. Dan saya bertemu ‘Tuhan’, Allahu Robbi.
Dalam sulitnya hidup enam bulan itu,  susahnya menabung rindu dan jauh dari orang-orang yang saya sayangi, dan dalam segala keterbatasan, saya hanya ditemaniNya. Dia yang tak pernah meninggalkan saya barang sejenak. Dia yang selama ini saya abaikan karena kesenangan duniawi. Yang masih mendengar keluh-kesah  dan masih memberi saya kesempatan kedua setelah begitu banyak waktu saya sia-siakan.
Enam bulan di tahun 2010 itu adalah moment yang paling berharga sepanjang hidup saya. Moment yang mungkin tak bisa saya ulang. Moment yang begitu saya rindukan. Saat itu -untuk kedua kalinya setelah peristiwa si tangan kanan- saya memercayai bahwa kesungguhan dan iman kepadaNya melalui irigan doa akan selalu berujung baik. Segelap apapun masalalu, bagaimanapun sia sianya hari yang terlewati. Masa depan itu masih suci.


Setelah 4 tahun berlalu,
Fitria Tee,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar