Kamis, 05 Desember 2013

Tugas Akhir


Jelas sekali waktu pandai menipu, nggak terasa udah akhir tahun lagi. Tahun memang segera berganti, tapi nggak ada salahnya merekontruksi  niat lebih awal. Niat untuk lebih fokus ke tugas akhir yang terasa mulai alot, niat untuk  mengurangi kesantaian atau lebih tepatnya kemalasan. Niat untuk lebih berani menghadapi segala rintangan yang akan datang termasuk menghadapi sang Doping yang ehem, sering agak membuatku paranoid sendiri, (jangan salah sangka Pak, ini murni kesalahan saya, bukan Bapak).

Selama ini, mungkin tugas akhir sudah  kutempeli cap beban, beban, dan beban. Dan lulus tepat waktu kuemblemkan tuntutan, tuntutan,  dan tuntutan. Lalu apa yang kudapat?? Kepuasan? tidak ada sama sekali, yang kudapati hanya keluhan dari diriku sendiri untuk diriku sendiri. Ternyata niat itu terkadang melenceng, ikhlas itu terkadang tergerus. Semua memang harus diluruskan and I believe Allah will always show the way.

Aku memang belum bisa sepenuhnya mencintai tugas akhir ini. aku tidak pernah merasakan kebahagian yang kurasa saat aku menggarap cerita-cerita fiksi itu. Tapi aku sadar, ini hanyalah soal bagaimana kita memberikan hati pada apa yang kita kerjakan. Aku hanya harus memberikan hati dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Setidaknya mengerjakan tugas akhir ini masih dalam kategori dunia tulis-menulis yang kusenangi, meskipun beda liga. Ya, tugas itu mungkin memang syarat kelulusan, tapi anggaplah sisi baiknya aku sedang memperkenalkan kehidupan komunitas primordialku dalam ranah yang lebih ilmiah.

Hal lain yang membuat aku harus survive dalam menuntaskan tugas akhir ini adalah mereka yang  “ada” dan mereka yang bersuara  “kamu bisa”. Ya, aku memang sempat terpuruk, aku sempat jatuh ke titik nadir saat sifat overvalued itu merajai diriku. Tapi sekarang aku tahu, aku tidak sendiri, tidak pernah sendiri, selalu ada dukungan moril dan materil dari my beloved mum dan kak Ran. Selalu ada teman seperjuangan  seperti yantchan yang terlalu setia saling mendukung, membantu dan menguatkan. Selalu ada motivator karbitan yang paling jenius seperti ira the alien, yang berkali-kali bilang aku mampu. Selalu ada tangan-tangan lain yang menguatkan, dan yang paling mutlak selalu ada Allah, dzat yang Mahamenjaga. Semuanya menjadi alasan yang paling tepat untuk melanjutkan perjuangan tugas akhir.

Fitria Tee


Jumat, 29 November 2013

Telepati


Ada yang kuingat tentangmu, tentang pertemuan pandang dua pasang bola mata, tentang telepati supersingkat kemudian berpaling secepat kilat
Ada yang kembali, setelah kupindai semua kata yang tertera, setelah kulihat sketsa wajah yang sudah bermetamorfosa dalam sekotak layar semu milikku.

Kurasa masih kusimpan dan masih ada, sesuatu yang selama ini tenggelam namun kembali mencuat kepermukaan, mencoba keluar dari pusaran
Ada yang ingin kucoba mencari tahu, mendadak muncul rencana gila itu dan aku tak sabar ingin membuktikannya tanpa peduli  metamorfosamu seperti apa
Sepenuhnya tidak ingin kutahu tentang sesuatu itu, hanya mencoba mencungkil sedikit ingatanmu akanku dan kilas balik kenangan usang
Ada yang kuingat tentangmu, tentang kisah kanak-kanak yang jenaka, tentang keingintahuan yang mendadak mengudara
Ada yang kuingin tahu tentangmu, tentang apa yang kau rasa saat telepati supersingkat itu, apa yang kau simpan dalam sepasang mata bulat indah yang dipayungi bulumata lentik milikmu
Tunggu saja aku datang bersama rencana gilaku, jangan tanya apa-apa soal alasannya, cobalah bertelepati seperti dulu...
Semoga masih bisa, Semoga masih sama,

Fitria Tee Benitho

Senin, 25 November 2013

Begitu Banyak.....

begitu banyak kesedihan yang harus ditahan
begitu banyak harapan yang harus digenapi
begitu banyak kesepian yang harus dilewati
begitu banyak tawa yang harus dipaksakan
begitu banyak senyum yang harus dipalsukan
begitu banyak kekosongan yang harus diisi
begitu banyak kekurangan yang harus ditutupi
begitu banyak tuntutan yang harus dipenuhi
begitu banyak janji yang harus dilunasi
begitu banyak penantian yang harus diakhiri
begitu banyak tanya yang harus dijawab
lalu, kapan kita punya waktu untuk jadi diri sendiri?
sementara lakon kita masih dibutuhkan untuk bersandiwara dalam semesta ini?

Fitria Tee

Jumat, 15 November 2013

Diantaran Tanya

Setelah melakukan pengkhianatan atas janji yang dibuat  yantie-chan secara sepihak, akhirnya aku memutuskan pulang ke 'Rumah'. Kota ini masih dingin, cuacanya masih tak bersahabat dan membuat malas tapi paling tidak berkontribusi meredakan sedikit gemuruh di dada. Gemuruh asa, ambisi dan segenap harapan. Kepulanganku kemarin, disambut air hujan yang turun lumer ke bumi dengan derasnya, serta satu lagi penyambut cerewet itu adalah ira the alien
Kemarin sore kami bercerita ngalor-ngidul tentang segala perihal pasca skripsinya dan segala perihal pra skripsi q. masih mengambang keraguan itu, masih terapung-apung kepastian itu. tapi aku berusaha kuat. Ira the alien cukup membantu dengan segala kecerewetannya.
Setelah mengkhatamkan 'supernova'nya Dee beberapa hari yang lalu, cangkang otakku yang membatu sedikit bercelah, menerima sinar pencerahan dan lebih banyak muncul pertanyaan. Aku jadi berfikir, benarkah kehidupan makhluk yang bernama manusia di muka bumi ini diatur oleh "invisible hand" seperti istilah Adam Smith? Benarkah pemikiran Karl Marx beberapa abad lalu benar-benar nyata dan semakin relevan? benarkah waktu hanya metafora, dimana detak-detik dan siang malam hanyalah simbol? benarkah pusat gravitasi adalah segala sesuatu berbau materiil, dimana uang adalah janin abadi yang bersemayam di rahim kapitalisme?

Pertanyaan itu semakin memperpanjang diskusi filsafatku dengan yantie-chan. sepanjang sore dengan balutan gerimis ketika pulang tadipun aku berpikir, benarkah gerak gerik ini dan puluhan orang yang kujumpai sepanjang jalan tadi juga di atur si 'invisible hand'? jadi apakah saat ini kita benar-benar hidup?? atau hidup ditengah kematian??


Fitria Tee Koto

Rabu, 13 November 2013

Mantra Ajaib dalam Tidur Panjang

Beberapa waktu lalu saya sadar, saya berada dalam sebuah lorong waktu yang gelap, sangat gelap dan terasa hampa. Saya tak melihat seberkas cahayapun, dan gelap itu terasa benar membutakan. Saya pernah begitu gelisah dan gundah karena suatu hal. Hidup datar, seperti meniti garis yang tak ada ujungnya, tak ada sekat-sekatnya. Dan saya merasa saya masih meniti garis datar itu, berjalan pelan, tanpa tujuan, tanpa riak-riak. Tak berekspektasi, tak berambisi. Perjalanan tanpa arti. 

Saya teringat beberapa tahun yang lalu, dengan rasa bosan dan sedih yang berputar-putar dalam satu pusaran, saya dengan berani mengubah arah garis lurus saya. Mencoba peruntungan memasuki sebuah masa yang saya sebut masa transisi. Masa transisi itu tak ubahnya keping logam yang punya dua sisi bertolak belakang tapi tetapi dalam satu esensi raga. Masa transisi yang luarnya begitu sulit, begitu berat, begitu sepi dan dibelenggu ketidakpastian. Tapi entah kenapa masa di dalamnya, sedikitpun tidak membuat saya merasa takut, merasa hampa. Lorong yang saya lewati masih sama gelapnya, namun entah mengapa saya merasa hati saya terang benderang. Garis yang saya titi masih sama, namun sedikitpun saya tidak merasa monoton dan bosan. Saya kembali mengingat apa gerangan yang mebuat saya begitu bisa survive dalam keadaan transisi itu. Lama saya tercenung, mendadak muncul sekelebatnya. Mantra ajaib yang dulu menolong saya di masa transisi itu adalah optimisme dan semangat. Dengan bekal mantra itu, meski kesannya utopia, abstrak, saya berani melalui masa transisi itu. 

Sekarang, saya seperti diserang dejavu, merasakan masa yang sama, meskipun tak saya sebut dengan masa transisi. Hal yang sama itu adalah gelisah dan gundah karena sebuah ketidakpastian atas sesuatu. Sesuatu yang tidak hanya saya tunggu dan begitu saya harapkan kedantangannya. Tapi juga penantian keluarga saya. Sesuatu itu perlahan berubah menjadi tuntutan, berubah menjadi beban. Tuntutan, self passion, dan harapan terkadang tak satu tujuan dan membentuk persimpangan. Sementara semesta tak mau tahu, mereka hanya butuh hasil akhir. 

 Sejujurnya, masa dejavu ini tidak seberat masa transisi yang pernah saya lalui, meski ia juga laiknya dua sisi keping logam yang sama. satu tubuh dengan dua sisi berbeda. masa ini dari luarnya berlapis tawa, berlapis canda, terbalut senyum bahagia, terkesan baik-baik saja, tapi dari dalamnya semua terasa palsu, imitasi dan peniruan belaka. Saya merasa berada di titik nadir. Tidak tahu apa yang mau diperbuat, tidak tahu apa yang mau dikerjakan, apa yang menjadi tujuan. Semua Kabur dan terselubung halimun. Semula saya merasa ini masih wajar. Namun lama-kelamaan sesuatu dalam diri saya berontak. Sesuatu dalam diri saya merasa bukan ini yang semestinya. Saya kembali memasuki lorong gelap itu ,meniti garis datar itu namun kali ini saya tidak punya amunisi apapun. Hati saya tidak benderang lagi, saya tidak punya keyakinan yang kuat. Langkah saya sempoyongan meniti garis yang masih sama datarnya. Terlalu banyak jebakan. Saya bertanya-tanya apa yang salah? Apa yang keliru dalam perjalanan dan potongan masa ke masa? Kembali saya tercenung, sekelebat saya tersadar. Ternyata yang salah adalah optimisme dan semangat yang ternyata masih dalam tidur panjang. Saya sadar ternyata selama ini mantra ajaib itu tidak pernah bangun-bangun lagi. Mereka tidak pernah punya andil lagi, mereka tidak melecut apapun dalam diri saya. Dan saya terperangkap dalam zona aman yang sesungguhnya berbahaya. Menenangkan namun mematikan pelan-pelan. 

Adakah yang bisa bantu saya membangunkan mantra ajaib ini? bagaimanakah cara saya membangkitkan kembali semangat dan optimisme yang sudah terlalu nyenyak dan terbuai mimpi??

H_E_L_P_!!!!! 

Fitria Tee Koto

Selasa, 12 November 2013

Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh (Supernova, #1)Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh by Dee
My rating: 3 of 5 stars

Yup,lebih satu dekade buku ini telah terbit, dan saya baru saja membaca dan menyelesaikannya beberapa hari yang lalu.
saya mengenal Dee lewat 'perahu kertas' nya, 'madre'nya, 'filosofi kopi'nya, dan 'rectovero'nya yang jelas-jelas sangat berbeda dengan dengan supernova KPBJ ini.
tapi, over all, buku yang satu ini keren. fiksi ilmiah keren. supernova mengisahkan tentang Pasangan gay, Reuben dan dimas yang berkolaborasi untuk membuat sebuah masterpiece berupa karya sastra yg berhubungan dengan science. tak terlalu banyak yang diceritakan tentang mereka, yang lebih dieksplor Dee adalah masterpiece yang mereka buat yakni kisah Ferre, Rana, Diva yang merupakan manifestasi dari kisah dongeng kesatria, putri, dan Bintang Jatuh.
yang saya suka dari buku ini adalah bagaimana Dee menggambarkan Dimas dan Reuben lebih cenderung seperti patner diskusi ilmiah ketimbang pasangan gay yang mengumbar cinta.
Salut buat Dee, salut buat reuben dan dimas serta KPBJnya, meskipun sejujurnya saya tidak terlalu paham diskusi-diskusi mereka.
dan saatnya berburu sekuel selanjutnya.tumb up for Supernova

View all my reviews

Selasa, 05 November 2013

Telah Jauh Kularung Impian

Telah jauh ku larung impian
Telah lama kutanam harapan dan benih-benih asa
Tapi belum kutuai apapun…
Masih ketidakpastian yang senantiasa melekat
Masih keraguan yang perlahan menyelinap
Andai bisa ku reka masa depan
Andai bisa kuterjemahkan cinta..
Setidaknya semua akan lebih mudah..
Sayangnya hidup ini tak bisa berandai-andai..
Semua nyata, semuar realita..
Dan semua begitu sulit…
Impian itu hanya ada dalam dongeng, tak nyata…

Telah jauh kularung impian…
Semua tanpa balas terasa…
Lalu, bagaimana lagi menyelesaikanya..
Semua terasa sulit, tanpa petunjuk,
Semua jalan terlihat persimpangan namun tak pernah ada pilihan
Bahkan untuk berbagi, untuk bercerita…
Semua terasa tak mungkin…
Asa itu benar-benar diputus…

Tak ada tempat untuk berandai-andai


fitria tee

Sabtu, 28 September 2013

Jumat Sore di Loteng Rumah Kami....

Enaknya jadi Kugy, hidup dengan segala mimpi-mimpi beserta dongengnya dan kemudian bisa mendapatkan pangeran impiannya, Keenan. Jika sedih dan lara mendera, ia bisa berbagi cerita pada neputunus si dewa laut melalui surat-surat "perahu kertas"nya. Tapi itu hanya fiksi. fiksi yang happy ending. Di dunia nyata bernama realita -seperti yang dikatakan kugy- manusia hidup harus realistis.

Tadi siang adalah puncaknya, setelah sesak di dada tak lagi tertahankan, baru kusadari sesuatu. Bahwa dunia nyata bernama realita itu kejam -lebih kurang patut dibilang begitu-, selalu ada saja tuntutan, selalu ada saja beban. Selalu ada ujian, selalu ada penilaian dan terkadang -malah lebih banyak- tidak menyenangkan. bahkan menyakitkan. Subjektif memang, namun itulah sejujurnya rasa yang dapat dikatakan.

Tadi, dengan airmata tumpah ruah dan isak tangis, sekali lagi kusadari, di dunia nyata bernama realita ini, kita tak bisa berandai-andai dalam hidup. Semua nyata, bahkan semua tuntutan yang mendera, bahkan terlalu nyata, dan kenyataan terkadang menyebalkan dan tak sesuai harapan kita. kisah-kisah cinta, perdamaian, persahabatan, ketentraman, hanya ada dalam novel, film, dongeng. dan itu semua tidak nyata. belakangan melalui mereka aku selalu menjenguk dunia mimpiku, dunia khayalku yang indah tanpa batas.

ketika tersentak dalam dunia bernama realita ini, sekelebat aku digerogoti rasa kosong, hampa. kusadari lagi, sungguh dekat segala tuntutan itu seakan ingin mencekik. Ingin sekali ku memohon pada-Nya, namun demikian besar rasa malu ini menjeratku. Tersadar sebagai hamba yang lupa, yang alpa.

Kembali lagi, dalam kemahatakberdayaan ini, aku hanya mampu menggurat tulisan dalam lembar-lembar cerita. menuliskan semua rasa yang tak tertahan. Ya Robb, sekerdil ini memang aku di hadap Mu, namun jangan pernah musnahkan penantian itu. hadirkan ia..Amin.


fitria tee

Jumat, 13 September 2013

Sekuel Malam

Sebenarnya terasa mudah untuk difikirkan, namun dijalani terlalu sulit
terlalu mudah mulut ini mencerca, berkata, tapi telalu sulit tangan ini berbuat
Apa yang dapat dilakukan?
Semua terasa begitu terlambat.
Semua sudah terlanjur salah
Dan mereka hanya bisa menilai, tak melihat esensinya. Lalu memutuskan menilai sesuka mereka.
Aku ingin bebas, lepas dari penat yang membelenggu. Ia tak tampak tapi mampu menggerogoti segala asa…
sekali lagi mereka hanya menilai..
andai bisa ku tahu semacam apa penilaian mereka..
tapi semua sulit diterjemahkan…
bahasaku bisu…
Telah kurasakan dunia gelap itu. Tapi aku mampu bertahan, dalam cercaan, dalam kesepian yang mencekam
kini gelap lain yang kurasa… gelap penuh godaan…
apa yang dapat kuperbuat lagi…
Aku melupakan jalan pulang, asal muasalku.. dari cerukan permukaan bumi yang jauh, yang terpisah, yang dingin…
Sekarang apakah mimpi hanya imaji?
Setelah semua terlanjur berantakan, bagai mana memulai untuk membersihkan puingnya.. pecahannya, agar tak lagi terluka oleh serpih-serpihnya?
Manusia-manusia baru datang.. mereka mendekat.. namun mereka asing, mereka tak mengerti..
mereka juga menilai.. segala sesuatunya..
apakah aku primitif, konservatif, kolot, dari dunia lain yang serba ketertinggalan..
sebut saja ya, tapi aku mencoba tak peduli…

Bulir air itu hilang, aku tak menyadarinya..
bagaimana cara mudah beroleh bahagia?
Bagaimana?

Fitria tee

Rabu, 04 September 2013

skripsi(al)

haii alll,
maafkan diriku yang lama tak bloging ini (kayak ada aja yang nungguin blogingan ini...-.-)

akhirnya tiba juga di penghujung masa studiku, tapi seperti mahasiswa-mahasiswa lainnya yang pengen lulus, mereka harus melewati tahap akhir yakni membuat tugas akhir berupa skripsial. dan di tahap ini lah aku sekarang, memulai membuat si skripsi itu.
bodohnya, menyusun skripsi nggak semudah yang dibayangkan, banyak aturan-aturan ilmiah yang harus ditaati para penyusun. banyak buku-buku literatur yang harus dicari sebagai bahan referensi.

aihh, skripsi, betapa sulitnya mencipta engkau (lebayyy lagi)

baru saja ingin memulai, aku mendadak bingung harus memulainya dari mana? dan sekarang terjebaklah aku dalam kesulitan menyusunnya. seandainya saja menyusun skripsi semudah membuat fiksi- fiksi romansa yang selama ini selama ini kubuat.

semoga Allah SWT senantiasa memudahkan jalanku menyelesaikan skripsial  .
aminn ya robbal 'alamin.



nb: bagi teman" yang ingin membantu, dengan senang hati bantuannya diterima, moril, materil, logistik, motivasi... apa aja lah tolong kabarin yaa Alll


fitria tee yang malang

Kamis, 20 Juni 2013

Poor Bian

Kadang, bian bingung, bagaimana mengenyahkan si pencuri dan penguntit kecil dalam dirinya. Bian sungguh tak punya cara. pencuri sekaligus penguntit itu lihai betul merayunya.

Beberapa waktu yang lalu, Bian kena batunya. saat sedang mencuri sekaligus menguntit ke dinding akun seseorang. Bian harus menanggung perih dihatinya (lagi). dinding akun itu dengan jelas memajang pemberitahuan tentang hubungan baru seseorang itu.

seseorang itu adalah mantan kekasih Bian.

Bian benci pada dirinya. juga pada pencuri dan penguntit kecil yang selalu sukses memanfaatkan kelengahan hatinya untuk kembali melakukan itu semua. Bian tahu seharusnya dia tak pantas lagi merasa sedih sedikitpun atas hubungan baru seseorang itu. Bian tahun mereka telah mengakhiri hubungan bilangan tahu lamanya. Bian tak punya hak untuk marah dan sedih, apalagi mencampuri. tapi Bian tak mampu. tepatnya hati Bian tak mampu.

meski tak ingin setengah mati, Bian hapal berapa kali sudah seseorang itu menjalin hubungan baru dengan perempuan lain setelah dirinya. dan bian, bian hanya merutuki dirinya yang tak mampu memulai. tak mampu membuka hati. bian tak pernah punya kisah cinta setelah dengan seseorang itu.

Bian tetap menangis, bian tetap kecewa. bian yang malang. bian tahu, seseorang itu takkan pernah lagi ingat dirinya. ingat akan hubungan mereka yang singkat. yang seujung kuku. 

Bian tak tahu apa yang harus dia perbuat untuk melupakan seseorang itu.
tolong Bian.

Minggu, 16 Juni 2013

Jalan Pulang


Kapan semak belukar ini menghilang,
Setiap pulang, duri-duri tak segan menjamah tubuh, mencipta luka.
Kapan jalan terjal berakhir
selalu terjatuh dibuatnya ketika pulang
mengapa jalan pulang terasa Mahasulit
Tidakkah derita ada ujungnya?
Tidakkah nestapa juga bermuara?
Lalu, pada apa semua berlabuh?

Terkunci segala asa dengan dahaga..

Setiap liku, setiap penjuru, jalan pulang tak ubah neraka
berjalan seakan menginjak bara,
melangkah tak ubahnya gurun hampa,
Dan oase hanya fatamorgana.

Bahagia itu semu, Tak nyata.
Larik tawa itu hanya jeda singkat
Lelah yang pasti selalu datang, berlama-lama, enggan beringsut


Lalu kemana jiwa berpaling?
Tak tersisa tempat untuk mengurai tangis…
Menderai luka...

tak pernah usai,
jalan panjang tetaplah panjang…
waktu senang menggoda..
Kemudian kemana jalan pulang itu ditempuh?
Bagaimana menerka-nerka ketidakmampuan?
Bagaimana menyapu serpih-serpih derita?
Tidakkah daya itu telah lama terenggut..

inikah jalannya?
Tidakkah salah langkah?
Tidakkah tersesat?
Jalan pulang selalu bercerita..
jalan pulang tak pernah menjanjikan tawa..
jalan pulang hanya membagi lelah, amarah dan derita..
Tidakkah ada jalan lain?
mencari jalan pulang

Fitria tee
17 juni 2012

Jumat, 14 Juni 2013

Puisi : Dawai dan Bianglala

Dawai-dawai masa lalu

Wanita itu tersenyum padaku
“denting-denting dawai ini akan sedikit menguras emosimu”
Lalu ia memainkannya, mataku menerawang jauh
Tiba-tiba saja aku berada pada tempat yang dulu sempat kupijak, dejavu…

Suara alunan denting-denting itu nadanya menyayat hati
Kulihat semua temanku dan diriku yang dulu
Tawa itu, telah hilang dariku
Seseorang telah merenggutnya paksa

Dawai itu berhenti berdenting
“kau sudah merasa puas?” kata wanita tua itu
Tidak,   aku masih ingin di daerah dejavu itu
Jangan hentikan petikan dawai itu
Aku ingin tetap di tempat itu….



Bianglala

Syair-syair  rinduku membentang sepanjang waktu yang mengikuti jejakmu
Lelah tak membuat syair itu mati
Justru semakin membias
Ia bercahaya, menerangi jalanmu mencari cinta sejati
meski cinta sejati itu tak kembali pada mata penaku
yang senantiasa menari bersama inspirasi

kau boleh torehkan kisahmu di hijaunya impian
jangan tanyakan jika ku juga bisa meski caranya berbeda

hidupku memang tak seperti gemerlap kejora
tapi aku juga sebuah nyawa
meski syairku terkadang ilusi
tapi kau tak boleh abaikannya


semoga rindu yang tlah lama kutabung sampai dadaku tak lagi bisa bernafas baik, kau bisa membalasnya kelak..

Cerpen : Kau dan Kembang Api Penghujung Tahun

Haii all...*ditimpuk pasukal All-all*
sepulang PKL jadi kebiasaan nyapa pake All-all, cyber word jadi dilupain, padahal itu slogan awalku loh..

Setelah cerita PKL moment yang superpanjang itu (aku nggak nyangka dapat menyelesaikannya..yayyy \^o^/ ),  akhirnya aku bisa ngeposting hal lain lagi. sebut aja ini posting colongan, tapi aku nggak bakal marah. karena emang harus colong waktu disela-sela tugas kuliah yang makin mengerikan ini. terkadang otak terlalu jenuh untuk mengorganisir masing-masingnya. jadi perlulah semacam intermesso buat merelaxkannya

kali ini aku bakal posting sebuah cerpen setengah mati lagi. naskah ini awalnya udah pernah aku kirimin ke salah satu majalah remaja yang cukup beken di indonesia. tapi seperti biasa nggak dimuat. mungkin nggak layak muat, themanya kurang cocok, atau kurang menarik, atau emang abal-abal yang cuma cocok buat dipajangin di blog doang, yang mungkinpun belum tentu dibaca.( putus asa, lari dari kenyataan dan mencoba ngibur diri >.<)

nggak pake berpanjang-panjang lagi, 
cekidot  jangan lupa komennya All..

KAU DAN KEMBANG API PENGHUJUNG TAHUN
Suara ledakan kembang api membahana di langit malam, hilang timbul silih berganti setiap detiknya. Suasana pergantian tahun semakin semarak diramaikan suara petasan yang dipasang anak-anak kaki bukit. Meskipun udara puncak terasa mengigit, Sekar tak berniat beranjak sedikitpun dari balkon restoran tempat ia berdiri Sekarang. Ia tak ingin melewatkan moment ini. Kapanlagi bisa melihat kembang api seindah dan sejelas ini di penghujung tahun.
“Gimana? kelihatan jelaskan daripada di balkon belakang rumah? suasananya juga lebih rame. Kamu harus berterimakasih sama kakak kamu yang inisiatif ini”  Bayu berkata dengan wajah bangga.
“Iya, Kak Bayu memang hebat, bagusan disini daripada di belakang rumah, dirumah cuma direcokin sama omelan Mom aja” Sekar membenarkan ucapan kakaknya. “Tahun depan kita kesini lagi ya Kak?”
“Pasti dong” balas Bayu yakin.
**
“Sekar, Sekar”  sayup-sayup terdengar suara Mom, kok bisa ada suara Mom?“Sekar bangun, nanti kamu telat, inikan hari pertama ujian semester” seketika Sekar tersentak. Ternyata mimpi itu lagi. Belakangan Sekar sering memimpikan kejadian setahun lalu saat melihat kembang api bersama Bayu kakak laki-laki satu-satunya itu. Kenapa mimpi itu terus? Mungkin karena sebentar lagi mau pergantian tahun. Andai kak Bayu masih ada, batinnya. Seketika perasaannya berubah  sedih.
“Sekar, kamu udah bangun kan?” teriakan Mom terdengar lagi dari luar pintu kamar. Sekar tersentak, ”Udah Mom, ini mau mandi”.
**
Sepanjang perjalanan menuju sekolah Sekar teringat kejadian setahun yang lalu, saat ia dan Bayu melihat kembang api di puncak. Perayaan melihat kembang api tahun lalu terasa berbeda, karena tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana mereka menghabiskan malam penghujung tahun dengan melihat kembang api di balkon belakang rumah, tahun lalu Bayu mengajaknya melihat kembang api di puncak. Suasananya tentu berbeda dan lebih semarak. Sekar dan Bayu berjanji tahun ini bakal ke sana lagi melihat kembang api. Tapi janji itu tak pernah terwujud karena setengah tahun yang lalu Bayu, kakak yang paling ia sayangi itu pergi menghadap Yang Mahakuasa untuk selamanya akibat kecelakaan lalu lintas sepulang sekolah. Sekarang Sekar sendirian, nggak ada lagi yang menjahilinya kalau lagi belajar, nggak ada lagi tempat curhat dan tempat mengadu kalau diganggu teman, nggak ada lagi yang membela kalau Mom mulai ngomel dan nggak akan ada lagi yang menemaninya melihat kembang api pergantian tahun. Tanpa sadar airmatanya menetes, Sekar tak bisa tak menangis setiap teringat Bayu, kakak satu-satunya yang pengasih itu. Sekarangpun rasanya ia belum siap sendiri tanpa Bayu. Bayu adalah malaikat penjaganya, tidak hanya sekadar saudara laki-laki. Seandainya Bayu masih hidup, pasti ia juga tak sendirian pergi ke sekolah hari ini, karena dulu Bayu juga bersekolah ditempat Sekar sekarang bersekolah.
Gerbang sekolah sudah didepan mata, dipercepatnya langkahnya agar tidak terlambat. Lagi-lagi di gerbang sekolah itu Sekar melihat cowok itu, berdiri dalam diam seperti sedang menunggu seseorang. Enam bulan terakhir Sekar selalu melihat cowok itu berdiri di gerbang sekolah setiap pergi dan pulang sekolah. Sekar penasaran, siapa sebenarnya yang ditunggu cowok itu?
**
Ujian biologi telah berakhir sepuluh menit yang lalu, Sekarang Sekar dan Widya sahabat karibnya sedang menikmati makan siang sambil menonton latihan tim basket putra di bangku depan kelasnya. Bangku itu langsung menghadap ke lapangan basket sekolah. Tim basket putra sekolah sedang giat-giatnya berlatih basket untuk menghadapi pekan olahraga antarsekolah di musim liburan semester nanti.
“Kamu kenal cowok itu?” ujar Sekar sambil menunjuk salah cowok yang sedang latihan basket di tengah lapangan. Cowok itu adalah cowok yang sama dengan yang dilihat Sekar di gerbang sekolah tiap pagi dan sepulang sekolah. Sejujurnya Sekar terpesona dengan caranya bermain basket, mungkin tidak itu saja, selama satu semester ini Sekar diam-diam memperhatikannya saat tiba dan sepulang sekolah. Tiap hari, enam hari dalam seminggu, empat minggu dalam sebulan, tidak pernah absen melihat cowok itu di gerbang sekolah setiap tiba dan sepulang sekolah. Sebenarnya siapa yang sedang ditunggunya?
“Kamu nggak kenal? Kemana aja non? Itu kak Tirta, kapten tim basket sekolah kita”
“Jadi namanya Tirta” balas Sekar berpura-pura. Sekar sebenarnya sudah tahu, hanya saja dia tak bisa menahan keinginannya untuk bercerita soal Tirta. Siapa yang tak kenal Tirta? cowok itu cukup populer di sekolah, kapten basket  berwajah rupawan dan mantan ketua OSIS SMA  ini. Baru-baru ini ia memenangkan olimpiade matematika antarsekolah se-provinsi. Tirta adalah salah satu kebanggaan sekolah ini. Sekarang ia duduk di kelas XII seangkatan Bayu. Apa mungkin dulu Kak Bayu juga kenal dia? batin Sekar.
“Woi, ngelamun lagi, kenapa nanya-nanya? Suka ya?” goda Widya.
“Enggak kok” hampir saja ia tersedak mendengar pertanyaan Widya.
“Kalo suka juga gak apa-apa lagi, cewek seantero sekolah juga pada suka ama dia, tapi kamu mesti bisa saingan sama senior kelas XII yang cantik dan pintar-pintar buat ngedapetin dia”
“Saingan sama senior kelas XII?, emang gampang”
“Jadi kamu beneran suka nih ama kak Tirta?”
“Eh bukan gitu, maksudku, itu…anu, ehmm siapa sih yang nggak kagum ama dia” kelit Sekar gelagapan.
“Udah ngaku aja, nggak apa-apa kok, aku dukung, desas-desusnya dia lagi jomblo”
“Hush, ngaco kamu”
“Eh, kak Tirta ngeliat ke kamu”
“Mana?” Sekar mendadak antusias memelototi lapangan basket.
Tawa Widya menyembur “Tuh kan kamu jadi salah tingkah, beneran suka kaaan?” Widya emang paling jago ngejebak Sekar. “Tapi beneran lo, dia tadi ngelirik ke kamu”
**
Sekar merebahkan tubuhnya di tempat tidur, merasa lelah menghadapi masa ujian ini, tapi tak apa-apa tinggal dua hari lagi ujian akan berakhir, setelah itu libur tahun baru sekaligus liburan semester menanti. Dia mengambil foto berpigura di atas meja belajarnya, dipandanginya lama foto yang diambil setahun lalu, fotonya dan Bayu di puncak dengan latar belakang kembang api yang indah. Setahun lalu, Sekar begitu yakin tahun depan masih ada Bayu yang menemaninya melihat kembang api. Namun, sekarang semua hanya tinggal kenangan, tidak akan ada lagi acara melihat kembang api penghujung tahun bersama Bayu. Sekar mendekap erat foto itu, lagi-lagi ia menangis, betapa ia merindukan malaikat penjaganya itu.
**
Sekar hanya duduk memandangi hujan sejak setengah jam yang lalu, sedikit menyesal menolak ajakan Widya pulang dengan nebeng mobil Vino pacarnya Widya. Sekarang ia harus sabar menunggu hujan berbaik hati reda. Sekar tidak mau jatuh sakit karena pulang dengan menerobos hujan, besok masih akan ujian hari terakhir. Dia merapatkan jaketnya, hujan tak menunjukkan tanda akan reda juga. Sedari tadi ia berusaha menahan rasa bosan dan kantuk. Sekolah sepi, anak basket pun tak mungkin latihan saat hujan deras begini.
“Nggak bisa pulang karena hujan ya?” seorang menyapanya. Ia menoleh ke samping, Tirta berjalan  ke arahnya. Astaga Tirta, cowok itu pasti juga tak bisa menunggu seseorang digerbang karena hujan. Jantung Sekar berdegup cepat.
“Eh iya Kak, nunggu hujan reda” Sekar merasakan getaran suaranya sendiri. Baru kali ini Sekar berhadapan dan berbicara langsung dengan Tirta. Keberuntungan batinnya.
“Kalau gitu, mau pulang bareng aku? Kebetulan hari ini aku bawa mobil”
“Gak usah repot-repot kak” tolak Sekar, berkebalikan sekali dengan kata hatinya yang ingin setengah mati.
“Tenang, enggak diapa-apain kok, lagian kelihatan hujannya bakal lama, rumah kita juga searah jadi sekalian aja” tanpa basa-basi Tirta menarik tangan Sekar menuju parkiran. Sekar yang setengah mati deg-degan akhirnya nurut juga. “Kita lewat koridor ini aja ke parkiran biar enggak basah” ujar Tirta lagi.
**
“Kakak kok bisa tahu rumah kita searah?” Tanya Sekar sambil memasang safety belt.
“Sekar, Sekar… dari dulu aku udah tahu rumah kamu, bahkan aku pernah sekali kerumah kamu, tapi waktu itu kamu lagi enggak ada dirumah”
“Hah???” Sekar sadar dia sudah memasang tampang melongo, Ia terkejut, selain tahu rumahnya, Tirta juga tahu namanya.“Kakak kenal aku?” pertanyaan bodoh.
“Kamu, Sekar Kamaratih anak kelas X B. Asal kamu tahu, Bayu itu sahabat karibku dari SMP, dia sering cerita tentang kamu, adik manja dan cerewet yang harus dia jagain setengah mati” ujar Tirta santai sambil tetap berkonsentrasi menyetir.
“Oohh” Sekar nggak tahu mau bilang apa, dia terlalu senang dengan kenyataan Tirta mengenalnya. Ia tak pernah tahu Bayu sahabat Tirta
“Sebaliknya, Kamu tahu aku nggak?”
“Selain tentang kakak teman kak Bayu, siapa sih warga sekolah yang gak tahu siapa kakak?”
“Aku terkenal juga ya” Tirta nyengir bangga. “Hujan udah reda, mau makan siang bareng dulu?” tawaran mengejutkan dari Tirta, kali ini Sekar sungguh sungguh tak ingin menolak.
**
“Libur tahun baru rencana kemana nih? Tanya Tirta sambil menyantap syomainya. Sekar menggeleng, ia sama sekali tidak ada rencana.tadinya ia ingin mengajak Widya melihat kembang api, ternyata Widya sudah punya rencana menghabiskan malam tahun baru dengan Vino.
“Biasanya malam pergantian tahun aku melihat kembang api sama kak Bayu, tahun lalu kami melihat kembang api dipuncak” mata Sekar mulai menerawang, teringat Bayu lagi.
“Kamu teringat Bayu ya?  kalau main basket aku juga suka teringat dia, tim basket kehilangan salah satu pemain terbaiknya”
Hening sejenak, Sekar merasa suasana seketika menjadi kaku. Tiba tiba Tirta buka suara, “Kamu mau dengar cerita aku nggak?”
Meski ragu, Sekar mengangguk juga, entah kenapa dia ingin berlama-lama berada dekat Tirta. Mendengar cerita Tirta yang belum ia tahu adalah keberuntungan lainnya. Sekarang Sekar tak merasa perlu sirik sama Widya.
**
“Setahun yang lalu, salah seorang teman pernah cerita kalo adiknya bakal masuk SMA ini ditahun ajaran depan. dia bilang, dia ngerasa tenang kalo udah satu sekolahan lagi sama adiknya, karena dia bisa ngejaga adiknya itu dari dekat. Dia suka khawatir sama adiknya yang manja dan selalu butuh dia. Dia juga janji bakalan ngenalin adiknya itu ke aku di tahun ajaran baru nanti. Waktu itu dia sempat bilang ‘kalo gue lagi gak ada di sekolah, lo yang gantiin jagain adik gue’ ‘iya gue jagain adek lo, lebai banget lo’. Tapi aku nggak tahu kalau setelah itu akan ada kejadian yang nggak disangka-sangka. Dia kecelakaan dan meninggal dunia.
Sekar tercekat, ia tahu siapa yang sedang diceritakan Tirta. Sekar ingin memastikan “teman kakak itu…”
“Bayu, teman yang aku maksud itu Bayu kakak kamu” belum sempat bertanya, Tirta sudah menjawab pertanyaan Sekar. “Akhirnya Sekar kamaratih masuk SMA tanpa ada Bayu yang menjaganya. Dan janji yang terkesan basa-basi dulu pun harus ditunaikan”. Tirta melanjutkan ceritanya seolah-olah sedang bercerita pada dirinya sendiri bukan dengan Sekar.
“Kemudian aku cari tahu siapa siswa kelas satu yang adiknya Bayu. Setelah tahu, aku  malah nggak tahu gimana caranya memenuhi janjiku untuk jaga kamu. Aku nggak mungkin bilang ke kamu soal janji ini, pasti kamu juga nggak akan percaya”
“Akhirnya, setiap pagi dan sepulang sekolah aku malah nunggu kamu di gerbang sekolah. Memastikan kalau kamu datang dan pulang sekolah dalam keadaan baik-baik aja. Kadang-kadang, aku bahkan juga suka lewat kelas kamu buat mastiin nggak terjadi sesuatu sama. Konyol bangetkan?” Tirta terus berceloteh tanpa memedulikan tampang Sekar yang berubah pias. Ia terdiam, tak mampu menjawab, jantungnya sudah mencelos dari tadi. Perkataan Tirta tak ubahnya halusinasi. Ia bakal mencubit pipinya buat memastikan kalau saja Tirta nggak  sedang di depannya.“Dan bodohnya, Aku nggak tahu kalo hal-hal konyol yang aku lakuin selama ini bakal buat aku nggak bisa kalau gak lihat kamu sehari aja. Aku juga nggak bisa bohongin perasaanku kalau ternyata aku suka sama kamu Sekar,” kali ini raut wajah Tirta berubah serius.
“Kak Tirta…se.. se..” goblok batinnya, kenapa jadi gagu sih? Sekar nggak sanggup meneruskan kalimatnya, terlalu gugup setelah mendengar semua pernyataan Tirta, Sekar dapat merasakan jantungnya berdegup kencang.
Tirta meraih kedua tangan Sekar, menatapnya lekat-lekat, menghela nafas sebentar. Seolah mengerti apa yang akan ditanyakan Sekar, Tirta menjawab pasti “Aku serius soal perasaanku tadi. Aku mungkin nggak bisa seutuhnya gantiin Bayu buat jadi malaikat penjagamu, tapi paling enggak izinkan aku gantiin Bayu buat nemanin kamu lihat kembang api di puncak nanti.”
Seketika Sekar berdiri membuat Tirta berjengit kaget.“Kak ayo balik, ntar kesorean” ujar Sekar sambil secepatnya berbalik, bermaksud menyembunyikan raut wajahnya yang kesenangan.
Tirta bergegas mengekori langkah Sekar. “aku tulus, bukan sekedar utang janji sama Bayu” tambahnya menyakinkan Sekar. Sekilas ia dapat melihat rona merah di wajah Sekar tadi sebelum berbalik.

Rabu, 12 Juni 2013

PKL Moment part V (end)


Hay...Aaaalll...
yati all balik lagi,
sebelumnya maaf ya.. atas jeda panjang untuk melanjutkan part V ini. maklumlah tugas yang saling susul-menyusul dan deadline yang semakin dekat mampu membuat moodku menulis kembali berlarian dan memusnahkan selera humorku. tapi tenang, aku bakal tetep lanjutin kok part V PKL moment pasukan pelopor para all-all....
gimanapun, jadi penulis harus konsisten (>.<), ya nggak All?
Part lima ini kita mulai dari pagi yang indah di Sei Rotan desa penuh cinta dan kenangan. pagiku dimulai dengan terciumnya aroma telur ceplok dari rambutku (tadi malem keramasnya nggak-bersih-bersih-amat karena takut). kali ini  aku dan triple Y ku dapet piket lagi buat belanja lagi ke pasar batang kuis. rencanaya hari ini gbf masak SUP AYAM KUAH BAKSO, dan itu sangat yummmi sekali.(cius ^_^v).  pulang belanja kami nggak ada rencana kemana-mana, karena semua pada sibuk sama laporan pribadi masing-masing.
Tapi ternyata, pagi itu anak PAUD seroja pada mau ke kolam renang, awalnya aku malas, tapi yantie-chan dengan segenap kekuatannya maksa. aku alasan aja, nggak bawa sunblock-mahal-minta-ampun itu, tapi yantie-chan dengan setiap kekuatannya dan jurus silatnya teteup maksa lagi. jadi ujung-ujungnya kami pergi juga ke kolam renang . karena yang lain pada malas,yang pergi cuma aku, yantie-chan, yani, dan selly. niat awal pergi ke kolam sebenarnya untuk bantu-bantu para guru PAUD jagain anak-anak. tapi berhubung sesampai disana kami begitu terpesona liat itu kolam renang, jadi kami keasyikan sendiri. waktu di kolam terasa sangat-sangat singkat (bahkan aku dan yantie-chan belum memulai pertunjukan rennag gaya-unggas-yang-penting-ngambang itu), akhirnya setelah waktu renang yang singkat itu, kami  memilih pulang duluan dan meninggalkan anak-anak paud yang masih asik berenang.
Sesampai di rumah nenek, kami langsung menjalani sesi peeling dan masker (semuanya minta sama yantie-chan, *teriak bilang makasih -yantie-chan sambil nunduk-nunduk*). Aku dan yantie-chan yakin kulit kami telah gosong beberapa derajat pasca pulang dari kolam. Ditambah lagi hari terik dan kami pulang dengan pakaian tetap kuyup dari kolam itu. Setelah acara masker-maskeran yang ternyata tak nggak mengatasi kegosongan kulit kami sama sekali, akhirnya kami kembali bermalas-malasan nuggu antrian mandi.
Malas-malasan itu terus berlanjut sampai sore diselingi kesibukan tugas masing-masing. Sorenya, seperti biasa, anak-anak mulai berdatangan untuk belajar tambahan. Suasananya kurang lebih seperti kemarin, riuh dengan murid-murid sister linda gbf yang bersemangat dan murid-murid sugai yang centil nggak ketulungan. Selepas magrib, kami membagikan kue dari salah seorang anak yang membawa kue buat dibagikan karena dia berulang tahun. Jadi kami membuat acara perayaan kecil-kecilan untuk si anak ini sekaligus menghaturkan doa. Temen-temen pada narik aku ke tempat perayaan itu, mereka bilang biar sekalian ulang tahunku dirayain juga. (padahal sampai disana aku cuma majang doang dan sugai selaku pemimpin doa dengan tega cuma mendoakan anak itu aja dan tidak mendoakanku juga, sugai all… trus kw tega…….-_-)
Keesokannya di hari jumat, aku, triple Y ku beserta ana rida kembali piket. Siangnya kami berencana pergi ke pantai, tapi berhubung dosen kami mau datang buat memantau keadaan, rencana itu kami batalkan. Suasana kedatangan dosen itu lumayan mencekam, meskipun tidak semencekam yang aku bayangkan karena ternyata yunai udah gencatan senjata dengan tamu kami itu.  Sepulang dosen kami, kami kembali bersemangat melanjutkan rencana ke pantai yang sempat batal. Kami akhirnya memilih berangkat sore itu ke pantai sekalian menyaksikan sunset alias matahari tenggelam. Kami juga dengan tega meliburkan kegiatan belajar mengajar anak-anak secara sepihak.
 Akhirnya siang itu kami berangkat dengan mencarter sebuah angkot. Kami membuat perjanjian untuk tidak boleh ada yang pergi dengan sepeda motornya dan tidak boleh membawa baju ganti. Tapi perihal baju ganti ini banyak yang melanggar, yunai dan yantie-chan bahkan membawa gaun untuk sesi pemotretan pra wedding mereka.
Akhirnya semua sepeda motor kami titipkan, kemudian kami 17 pasukan all ditambah putra dan a’a joko berangkat menaiki angkot tersebut yang mendadak berubah mengerikan. Gimana enggak? Itu Angkot udah sarat penumpang karena dimuat 19 orang pasukan All-all yang siap bertempur . Sepanjang jalan kenangan perjalanan menuju pantai kami sibuk bernyanyi, berceloteh dan nge make over sugai dan sang ketua rahmad. Mulai Dari sesi rol rambut sampai sesi pembuatan tanduk-tandukan dan hasilnya terlihat sangaaat…. Tidak keren.( maaf All, kami khilafff…)
Perjalanan terasa lama karena angkot kendaraan perang kami sempat nyasar beberapakali dan mutar-mutar ke markas musuh dan karenanya perjalanan terasa lama. Keriuhan dalam angkot sontak berhenti ketika angkot kami tanpa sengaja menabrak seekor kucing malang dan membuatnya kehilangan nyawa. kami sempat bingung plus histeris ngeliat itu kucing malang meregang nyawa. sampai akhirnya sang supir keluar  dengan maksud menguburkanya. Tapi tiba-tiba, anak-anak situ menawarkan menguburkannya. Kami memberinya sedikit imbalan sambil berterimakasih dan meneruskan perjalanan. Sepanjang jalan semua pasukan all all terdiam. Suasana kembali mencekam, bahkan lebih mencekam dibanding kedatangan dosen tadi. Mungkin kami masih sock dan agak berduka (lebay lagi)  Rest In Peace kucing-malang-kelindes-angkot-pasukan-all-all(maafin kmilah… kami khilaffff)
Menjelang sore, kami sampai di pantai yang kelihatannya lagi pasang. Suasana pantai yang sedang pasang itu tidak menyurutkan niat kami buat melanjutkan sesi pemotretan. Didukung landscape matahari terbenam yang memang sangat menawan, kami mempersiapkan peralatan perang properti pemotretan dan memulai  memproduksi foto sebanyak-banyaknya. Kami terus berfoto sampai langit berubah gelap dan akhirnya kami memutuskan untuk pulang.
Sesampai di rumah nenek, hari sudah malam dan kami seperti biasa berlomba mengantri mandi. Setelah itu acara dilanjutkan dengan sesi main kartu berhadiah colekan beda baby. Lupakan soal briefing-briefing, karena kami terlalu keasyikan main kartu. Lagian besok kami udah mau pulang. Permainan kartu terus berlanjut sampai tengah malam sehingga zombie-zombie kemarin bangkit lagi. Di akhir permainan kartu, para zombie all mengakhiri dengan sesi foto-foto kenangan sebelum kembali ke alamnya.
Di hari terakhir, yakni hari sabtu yang ternyata juga tanggal merah, ternyata dipenuhi dengan berbagai agenda. Pagi-pagi buta aku dan yantie-chan udah disuruh membeli bingkisan buat pak kades (lapak baju mana sih yang udah buka jam setengah tujuh pagi?). selain itu kami masih punya  agenda mengadakan acara perpisahan dengan ank-anak sei rotan, berpamitan sama bapak kepala dusun serta mengunjungi rumah Pak kades buat berpamitan juga. Setelah selesai mandi, aku dan beberapa teman lainnya ditugaskan ke rumah bapak kepala dusun terlebih dahulu  untuk  berpamitan. Sesampai disana, maksud hati Cuma pengen berpamitan sambil basa-basi dikit, ternyata Pak kepala dusun malah ceramah pernikahan panjang kali lebar ( siapa juga yang mau ijab-kabul-akad-nikah? Pak…Pak.. terus bapak gitu..*_*v)
Pulangnya, rumah nenek udah rame karena anak-anak sudah pada datang. sementara itu  Yantie-chan masih membutuhkan data untuk tugas pribadinya sehingga aku menemaninya untuk menemui sekjen GMN buat minta data. Sehabis mengambil data aku dan yantie-chan terperangah ngeliat semua anak-anak kompakan menangis, usut punya usut acara ternyata sudah dimulai dan anak-anak sedih buat ditinggal pergi sama kami (kata temen-temen yang lain, anak-anak pada nangis juga karena sambutan perpisahan dari sugai yang sok dramatis ala kyai itu, All.. All, trus kw gitu..) untuk menghibur anak-anak kami mengajak mereka bermain ‘bos berkata’ dan mengajak meraka nyanyi bareng juga. Susahnya karena mereka keburu mewek juga, jadi agak susah ngiburnya.
Setelah acara perpisahan selesai dan anak-anak pada pulang, kami segera mengunjungi rumah pak kades buat berpamitan, mengucapkan salam perpisahan dan mengucapkan terimakasih yang mendalam. Tidak lupa pula kami berfoto bersama Pak kades Sei Rotan.
Pulang dari tempat kades, kami briefing terakhir sambil menikmati makan siang. Kemudian melanjutkan dengan packing barang-barang kami yang sumpah-berantakan-sekali. Setelah acara packing dan bersih-bersih kamar yang agak rempong, akhirnya angkot charteran kami datang. Kamipun segera berpamitan ke pada tuan rumah (kak ari, a’a joko dan putra) dan meniggalkan sepucuk surat buat nenek (karena nenek lagi nggak di rumah)dan kami juga berpamitan dengan para ibu-ibu anggota KUBE yang telah bersusah payah mengebut pesanan oleh-oleh kami. Acara pamitan tersebut agak dramatis memang.
Nggak terasa kami udah ngabisin 10 hari di desa ini, Desa Sei Rotan. begitu banyak hal-hal yang telah terjadi dan kami alami selama 10 hari itu. Begitu banyak pengalaman yang kami dapat. Akhirnya kami hanya dapat mengucapakan terimakasih dengan sangat buat nenek Ngati, kak Ari, A’a Joko dan Putra yang telah menerima kami di rumah itu dengan baik. Maaf kalo kedatangan kami udah ngerepotin. Kami juga minta maaf j karena udah bikin rice cooker nenek rusak  (kami khilaff nek..) sepuluh hari disana akan kami jadikan sebagai sebuah moment yang akan selalu kami ingat. PKL moment tentunya akan menjadi bagian dari cerita kuliah kami.
Makasih juga buat teman-teman semua para pasukan all-all, semoga dengan begini pertemanan kita makin solid dan kedepannya perjalanan kuliah kita tetap lancar. Amin… kalo ada waktu, ayo kita balik ke sana.
PKL moment part V ini menjadi part terakhir dalam cerita perjalanan pkl pasukan para all-all. Maaf kalo dalam penulisannya ada salah-salah kata, ada adegan atau moment yang terlupakan buat diceritakan (maklumlah, kapasitas otakku masih ala kadarnya). Maaf juga kalo misalnya ada kata-kata yang menyinggung perasaan kalian ya.. All. PKL moment ini aku tulis semata-mata hanya untuk seru-seruan dan berbagi buat semuanya. Kalian bisa baca lagi, kalo sewaktu-waktu kangen masa masa pkl.
It’s glad to be a part of you All...
Bye All..
Fitria Tee