sepulang PKL jadi kebiasaan nyapa pake All-all, cyber word jadi dilupain, padahal itu slogan awalku loh..
Setelah cerita PKL moment yang superpanjang itu (aku nggak nyangka dapat menyelesaikannya..yayyy \^o^/ ), akhirnya aku bisa ngeposting hal lain lagi. sebut aja ini posting colongan, tapi aku nggak bakal marah. karena emang harus colong waktu disela-sela tugas kuliah yang makin mengerikan ini. terkadang otak terlalu jenuh untuk mengorganisir masing-masingnya. jadi perlulah semacam intermesso buat merelaxkannya
kali ini aku bakal posting sebuah cerpen setengah mati lagi. naskah ini awalnya udah pernah aku kirimin ke salah satu majalah remaja yang cukup beken di indonesia. tapi seperti biasa nggak dimuat. mungkin nggak layak muat, themanya kurang cocok, atau kurang menarik, atau emang abal-abal yang cuma cocok buat dipajangin di blog doang, yang mungkinpun belum tentu dibaca.( putus asa, lari dari kenyataan dan mencoba ngibur diri >.<)
nggak pake berpanjang-panjang lagi,
cekidot jangan lupa komennya All..
KAU DAN KEMBANG API PENGHUJUNG TAHUN
Suara
ledakan kembang api membahana di langit malam, hilang timbul silih berganti setiap
detiknya. Suasana pergantian tahun semakin semarak diramaikan suara petasan
yang dipasang anak-anak kaki bukit. Meskipun udara puncak terasa mengigit, Sekar
tak berniat beranjak sedikitpun dari balkon restoran tempat ia berdiri Sekarang.
Ia tak ingin melewatkan moment ini.
Kapanlagi bisa melihat kembang api seindah dan sejelas ini di penghujung tahun.
“Gimana?
kelihatan jelaskan daripada di balkon belakang rumah? suasananya juga lebih
rame. Kamu harus berterimakasih sama kakak kamu yang inisiatif ini” Bayu berkata dengan wajah bangga.
“Iya,
Kak Bayu memang hebat, bagusan disini daripada di belakang rumah, dirumah cuma
direcokin sama omelan Mom aja” Sekar membenarkan ucapan kakaknya. “Tahun depan
kita kesini lagi ya Kak?”
“Pasti
dong” balas Bayu yakin.
**
“Sekar,
Sekar” sayup-sayup terdengar suara Mom, kok bisa ada suara Mom?“Sekar bangun,
nanti kamu telat, inikan hari pertama ujian semester” seketika Sekar tersentak.
Ternyata mimpi itu lagi. Belakangan Sekar sering memimpikan kejadian setahun
lalu saat melihat kembang api bersama Bayu kakak laki-laki satu-satunya itu. Kenapa mimpi itu terus? Mungkin karena
sebentar lagi mau pergantian tahun. Andai
kak Bayu masih ada, batinnya. Seketika perasaannya berubah sedih.
“Sekar,
kamu udah bangun kan?” teriakan Mom terdengar lagi dari luar pintu kamar. Sekar
tersentak, ”Udah Mom, ini mau mandi”.
**
Sepanjang
perjalanan menuju sekolah Sekar teringat kejadian setahun yang lalu, saat ia
dan Bayu melihat kembang api di puncak. Perayaan melihat kembang api tahun lalu
terasa berbeda, karena tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana mereka
menghabiskan malam penghujung tahun dengan melihat kembang api di balkon belakang
rumah, tahun lalu Bayu mengajaknya melihat kembang api di puncak. Suasananya
tentu berbeda dan lebih semarak. Sekar dan Bayu berjanji tahun ini bakal ke
sana lagi melihat kembang api. Tapi janji itu tak pernah terwujud karena
setengah tahun yang lalu Bayu, kakak yang paling ia sayangi itu pergi menghadap
Yang Mahakuasa untuk selamanya akibat kecelakaan lalu lintas sepulang sekolah.
Sekarang Sekar sendirian, nggak ada lagi yang menjahilinya kalau lagi belajar, nggak
ada lagi tempat curhat dan tempat mengadu kalau diganggu teman, nggak ada lagi
yang membela kalau Mom mulai ngomel dan nggak akan ada lagi yang menemaninya
melihat kembang api pergantian tahun. Tanpa sadar airmatanya menetes, Sekar tak
bisa tak menangis setiap teringat Bayu, kakak satu-satunya yang pengasih itu. Sekarangpun
rasanya ia belum siap sendiri tanpa Bayu. Bayu adalah malaikat penjaganya,
tidak hanya sekadar saudara laki-laki. Seandainya Bayu masih hidup, pasti ia juga
tak sendirian pergi ke sekolah hari ini, karena dulu Bayu juga bersekolah
ditempat Sekar sekarang bersekolah.
Gerbang
sekolah sudah didepan mata, dipercepatnya langkahnya agar tidak terlambat.
Lagi-lagi di gerbang sekolah itu Sekar melihat cowok itu, berdiri dalam diam
seperti sedang menunggu seseorang. Enam bulan terakhir Sekar selalu melihat
cowok itu berdiri di gerbang sekolah setiap pergi dan pulang sekolah. Sekar
penasaran, siapa sebenarnya yang ditunggu cowok itu?
**
Ujian
biologi telah berakhir sepuluh menit yang lalu, Sekarang Sekar dan Widya
sahabat karibnya sedang menikmati makan siang sambil menonton latihan tim
basket putra di bangku depan kelasnya. Bangku itu langsung menghadap ke
lapangan basket sekolah. Tim basket putra sekolah sedang giat-giatnya berlatih
basket untuk menghadapi pekan olahraga antarsekolah di musim liburan semester
nanti.
“Kamu
kenal cowok itu?” ujar Sekar sambil menunjuk salah cowok yang sedang latihan
basket di tengah lapangan. Cowok itu adalah cowok yang sama dengan yang dilihat
Sekar di gerbang sekolah tiap pagi dan sepulang sekolah. Sejujurnya Sekar
terpesona dengan caranya bermain basket, mungkin tidak itu saja, selama satu
semester ini Sekar diam-diam memperhatikannya saat tiba dan sepulang sekolah. Tiap
hari, enam hari dalam seminggu, empat minggu dalam sebulan, tidak pernah absen
melihat cowok itu di gerbang sekolah setiap tiba dan sepulang sekolah. Sebenarnya siapa yang sedang ditunggunya?
“Kamu
nggak kenal? Kemana aja non? Itu kak Tirta, kapten tim basket sekolah kita”
“Jadi
namanya Tirta” balas Sekar berpura-pura. Sekar sebenarnya sudah tahu, hanya
saja dia tak bisa menahan keinginannya untuk bercerita soal Tirta. Siapa yang
tak kenal Tirta? cowok itu cukup populer di sekolah, kapten basket berwajah rupawan dan mantan ketua OSIS
SMA ini. Baru-baru ini ia memenangkan
olimpiade matematika antarsekolah se-provinsi. Tirta adalah salah satu
kebanggaan sekolah ini. Sekarang ia duduk di kelas XII seangkatan Bayu. Apa mungkin dulu Kak Bayu juga kenal dia?
batin Sekar.
“Woi,
ngelamun lagi, kenapa nanya-nanya? Suka ya?” goda Widya.
“Enggak
kok” hampir saja ia tersedak mendengar pertanyaan Widya.
“Kalo
suka juga gak apa-apa lagi, cewek seantero sekolah juga pada suka ama dia, tapi
kamu mesti bisa saingan sama senior kelas XII yang cantik dan pintar-pintar
buat ngedapetin dia”
“Saingan
sama senior kelas XII?, emang gampang”
“Jadi
kamu beneran suka nih ama kak Tirta?”
“Eh
bukan gitu, maksudku, itu…anu, ehmm siapa sih yang nggak kagum ama dia” kelit Sekar
gelagapan.
“Udah
ngaku aja, nggak apa-apa kok, aku dukung, desas-desusnya dia lagi jomblo”
“Hush,
ngaco kamu”
“Eh,
kak Tirta ngeliat ke kamu”
“Mana?”
Sekar mendadak antusias memelototi lapangan basket.
Tawa
Widya menyembur “Tuh kan kamu jadi salah tingkah, beneran suka kaaan?” Widya emang
paling jago ngejebak Sekar. “Tapi beneran lo, dia tadi ngelirik ke kamu”
**
Sekar
merebahkan tubuhnya di tempat tidur, merasa lelah menghadapi masa ujian ini,
tapi tak apa-apa tinggal dua hari lagi ujian akan berakhir, setelah itu libur
tahun baru sekaligus liburan semester menanti. Dia mengambil foto berpigura di atas
meja belajarnya, dipandanginya lama foto yang diambil setahun lalu, fotonya dan
Bayu di puncak dengan latar belakang kembang api yang indah. Setahun lalu,
Sekar begitu yakin tahun depan masih ada Bayu yang menemaninya melihat kembang
api. Namun, sekarang semua hanya tinggal kenangan, tidak akan ada lagi acara
melihat kembang api penghujung tahun bersama Bayu. Sekar mendekap erat foto
itu, lagi-lagi ia menangis, betapa ia merindukan malaikat penjaganya itu.
**
Sekar
hanya duduk memandangi hujan sejak setengah jam yang lalu, sedikit menyesal menolak
ajakan Widya pulang dengan nebeng mobil Vino pacarnya Widya. Sekarang ia harus
sabar menunggu hujan berbaik hati reda. Sekar tidak mau jatuh sakit karena
pulang dengan menerobos hujan, besok masih akan ujian hari terakhir. Dia
merapatkan jaketnya, hujan tak menunjukkan tanda akan reda juga. Sedari tadi ia
berusaha menahan rasa bosan dan kantuk. Sekolah sepi, anak basket pun tak
mungkin latihan saat hujan deras begini.
“Nggak
bisa pulang karena hujan ya?” seorang menyapanya. Ia menoleh ke samping, Tirta
berjalan ke arahnya. Astaga Tirta, cowok
itu pasti juga tak bisa menunggu seseorang digerbang karena hujan. Jantung Sekar
berdegup cepat.
“Eh
iya Kak, nunggu hujan reda” Sekar merasakan getaran suaranya sendiri. Baru kali
ini Sekar berhadapan dan berbicara langsung dengan Tirta. Keberuntungan batinnya.
“Kalau
gitu, mau pulang bareng aku? Kebetulan hari ini aku bawa mobil”
“Gak
usah repot-repot kak” tolak Sekar, berkebalikan sekali dengan kata hatinya yang
ingin setengah mati.
“Tenang,
enggak diapa-apain kok, lagian kelihatan hujannya bakal lama, rumah kita juga searah
jadi sekalian aja” tanpa basa-basi Tirta menarik tangan Sekar menuju parkiran. Sekar
yang setengah mati deg-degan akhirnya nurut juga. “Kita lewat koridor ini aja
ke parkiran biar enggak basah” ujar Tirta lagi.
**
“Kakak
kok bisa tahu rumah kita searah?” Tanya Sekar sambil memasang safety belt.
“Sekar,
Sekar… dari dulu aku udah tahu rumah kamu, bahkan aku pernah sekali kerumah
kamu, tapi waktu itu kamu lagi enggak ada dirumah”
“Hah???”
Sekar sadar dia sudah memasang tampang melongo, Ia terkejut, selain tahu
rumahnya, Tirta juga tahu namanya.“Kakak kenal aku?” pertanyaan bodoh.
“Kamu,
Sekar Kamaratih anak kelas X B. Asal kamu tahu, Bayu itu sahabat karibku dari
SMP, dia sering cerita tentang kamu, adik manja dan cerewet yang harus dia
jagain setengah mati” ujar Tirta santai sambil tetap berkonsentrasi menyetir.
“Oohh”
Sekar nggak tahu mau bilang apa, dia terlalu senang dengan kenyataan Tirta
mengenalnya. Ia tak pernah tahu Bayu sahabat Tirta
“Sebaliknya,
Kamu tahu aku nggak?”
“Selain
tentang kakak teman kak Bayu, siapa sih warga sekolah yang gak tahu siapa kakak?”
“Aku
terkenal juga ya” Tirta nyengir bangga. “Hujan udah reda, mau makan siang
bareng dulu?” tawaran mengejutkan dari Tirta, kali ini Sekar sungguh sungguh
tak ingin menolak.
**
“Libur
tahun baru rencana kemana nih? Tanya Tirta sambil menyantap syomainya. Sekar
menggeleng, ia sama sekali tidak ada rencana.tadinya ia ingin mengajak Widya
melihat kembang api, ternyata Widya sudah punya rencana menghabiskan malam
tahun baru dengan Vino.
“Biasanya
malam pergantian tahun aku melihat kembang api sama kak Bayu, tahun lalu kami
melihat kembang api dipuncak” mata Sekar mulai menerawang, teringat Bayu lagi.
“Kamu
teringat Bayu ya? kalau main basket aku
juga suka teringat dia, tim basket kehilangan salah satu pemain terbaiknya”
Hening
sejenak, Sekar merasa suasana seketika menjadi kaku. Tiba tiba Tirta buka
suara, “Kamu mau dengar cerita aku nggak?”
Meski
ragu, Sekar mengangguk juga, entah kenapa dia ingin berlama-lama berada dekat Tirta.
Mendengar cerita Tirta yang belum ia tahu adalah keberuntungan lainnya. Sekarang
Sekar tak merasa perlu sirik sama Widya.
**
“Setahun
yang lalu, salah seorang teman pernah cerita kalo adiknya bakal masuk SMA ini
ditahun ajaran depan. dia bilang, dia ngerasa tenang kalo udah satu sekolahan
lagi sama adiknya, karena dia bisa ngejaga adiknya itu dari dekat. Dia suka
khawatir sama adiknya yang manja dan selalu butuh dia. Dia juga janji bakalan
ngenalin adiknya itu ke aku di tahun ajaran baru nanti. Waktu itu dia sempat
bilang ‘kalo gue lagi gak ada di sekolah,
lo yang gantiin jagain adik gue’ ‘iya gue jagain adek lo, lebai banget lo’. Tapi
aku nggak tahu kalau setelah itu akan ada kejadian yang nggak disangka-sangka.
Dia kecelakaan dan meninggal dunia.
Sekar
tercekat, ia tahu siapa yang sedang diceritakan Tirta. Sekar ingin memastikan
“teman kakak itu…”
“Bayu,
teman yang aku maksud itu Bayu kakak kamu” belum sempat bertanya, Tirta sudah
menjawab pertanyaan Sekar. “Akhirnya Sekar kamaratih masuk SMA tanpa ada Bayu
yang menjaganya. Dan janji yang terkesan basa-basi dulu pun harus ditunaikan”. Tirta
melanjutkan ceritanya seolah-olah sedang bercerita pada dirinya sendiri bukan
dengan Sekar.
“Kemudian
aku cari tahu siapa siswa kelas satu yang adiknya Bayu. Setelah tahu, aku malah nggak tahu gimana caranya memenuhi
janjiku untuk jaga kamu. Aku nggak mungkin bilang ke kamu soal janji ini, pasti
kamu juga nggak akan percaya”
“Akhirnya,
setiap pagi dan sepulang sekolah aku malah nunggu kamu di gerbang sekolah. Memastikan
kalau kamu datang dan pulang sekolah dalam keadaan baik-baik aja. Kadang-kadang,
aku bahkan juga suka lewat kelas kamu buat mastiin nggak terjadi sesuatu sama.
Konyol bangetkan?” Tirta terus berceloteh tanpa memedulikan tampang Sekar yang
berubah pias. Ia terdiam, tak mampu menjawab, jantungnya sudah mencelos dari
tadi. Perkataan Tirta tak ubahnya halusinasi. Ia bakal mencubit pipinya buat
memastikan kalau saja Tirta nggak sedang
di depannya.“Dan bodohnya, Aku nggak tahu kalo hal-hal konyol yang aku lakuin
selama ini bakal buat aku nggak bisa kalau gak lihat kamu sehari aja. Aku juga nggak
bisa bohongin perasaanku kalau ternyata aku suka sama kamu Sekar,” kali ini
raut wajah Tirta berubah serius.
“Kak
Tirta…se.. se..” goblok batinnya, kenapa jadi gagu sih? Sekar nggak
sanggup meneruskan kalimatnya, terlalu gugup setelah mendengar semua pernyataan
Tirta, Sekar dapat merasakan jantungnya berdegup kencang.
Tirta
meraih kedua tangan Sekar, menatapnya lekat-lekat, menghela nafas sebentar. Seolah
mengerti apa yang akan ditanyakan Sekar, Tirta menjawab pasti “Aku serius soal
perasaanku tadi. Aku mungkin nggak bisa seutuhnya gantiin Bayu buat jadi
malaikat penjagamu, tapi paling enggak izinkan aku gantiin Bayu buat nemanin
kamu lihat kembang api di puncak nanti.”
Seketika
Sekar berdiri membuat Tirta berjengit kaget.“Kak ayo balik, ntar kesorean” ujar
Sekar sambil secepatnya berbalik, bermaksud menyembunyikan raut wajahnya yang
kesenangan.
Tirta
bergegas mengekori langkah Sekar. “aku tulus, bukan sekedar utang janji sama Bayu”
tambahnya menyakinkan Sekar. Sekilas ia dapat melihat rona merah di wajah Sekar
tadi sebelum berbalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar