Jumat, 14 Juni 2013

Cerpen : Kau dan Kembang Api Penghujung Tahun

Haii all...*ditimpuk pasukal All-all*
sepulang PKL jadi kebiasaan nyapa pake All-all, cyber word jadi dilupain, padahal itu slogan awalku loh..

Setelah cerita PKL moment yang superpanjang itu (aku nggak nyangka dapat menyelesaikannya..yayyy \^o^/ ),  akhirnya aku bisa ngeposting hal lain lagi. sebut aja ini posting colongan, tapi aku nggak bakal marah. karena emang harus colong waktu disela-sela tugas kuliah yang makin mengerikan ini. terkadang otak terlalu jenuh untuk mengorganisir masing-masingnya. jadi perlulah semacam intermesso buat merelaxkannya

kali ini aku bakal posting sebuah cerpen setengah mati lagi. naskah ini awalnya udah pernah aku kirimin ke salah satu majalah remaja yang cukup beken di indonesia. tapi seperti biasa nggak dimuat. mungkin nggak layak muat, themanya kurang cocok, atau kurang menarik, atau emang abal-abal yang cuma cocok buat dipajangin di blog doang, yang mungkinpun belum tentu dibaca.( putus asa, lari dari kenyataan dan mencoba ngibur diri >.<)

nggak pake berpanjang-panjang lagi, 
cekidot  jangan lupa komennya All..

KAU DAN KEMBANG API PENGHUJUNG TAHUN
Suara ledakan kembang api membahana di langit malam, hilang timbul silih berganti setiap detiknya. Suasana pergantian tahun semakin semarak diramaikan suara petasan yang dipasang anak-anak kaki bukit. Meskipun udara puncak terasa mengigit, Sekar tak berniat beranjak sedikitpun dari balkon restoran tempat ia berdiri Sekarang. Ia tak ingin melewatkan moment ini. Kapanlagi bisa melihat kembang api seindah dan sejelas ini di penghujung tahun.
“Gimana? kelihatan jelaskan daripada di balkon belakang rumah? suasananya juga lebih rame. Kamu harus berterimakasih sama kakak kamu yang inisiatif ini”  Bayu berkata dengan wajah bangga.
“Iya, Kak Bayu memang hebat, bagusan disini daripada di belakang rumah, dirumah cuma direcokin sama omelan Mom aja” Sekar membenarkan ucapan kakaknya. “Tahun depan kita kesini lagi ya Kak?”
“Pasti dong” balas Bayu yakin.
**
“Sekar, Sekar”  sayup-sayup terdengar suara Mom, kok bisa ada suara Mom?“Sekar bangun, nanti kamu telat, inikan hari pertama ujian semester” seketika Sekar tersentak. Ternyata mimpi itu lagi. Belakangan Sekar sering memimpikan kejadian setahun lalu saat melihat kembang api bersama Bayu kakak laki-laki satu-satunya itu. Kenapa mimpi itu terus? Mungkin karena sebentar lagi mau pergantian tahun. Andai kak Bayu masih ada, batinnya. Seketika perasaannya berubah  sedih.
“Sekar, kamu udah bangun kan?” teriakan Mom terdengar lagi dari luar pintu kamar. Sekar tersentak, ”Udah Mom, ini mau mandi”.
**
Sepanjang perjalanan menuju sekolah Sekar teringat kejadian setahun yang lalu, saat ia dan Bayu melihat kembang api di puncak. Perayaan melihat kembang api tahun lalu terasa berbeda, karena tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana mereka menghabiskan malam penghujung tahun dengan melihat kembang api di balkon belakang rumah, tahun lalu Bayu mengajaknya melihat kembang api di puncak. Suasananya tentu berbeda dan lebih semarak. Sekar dan Bayu berjanji tahun ini bakal ke sana lagi melihat kembang api. Tapi janji itu tak pernah terwujud karena setengah tahun yang lalu Bayu, kakak yang paling ia sayangi itu pergi menghadap Yang Mahakuasa untuk selamanya akibat kecelakaan lalu lintas sepulang sekolah. Sekarang Sekar sendirian, nggak ada lagi yang menjahilinya kalau lagi belajar, nggak ada lagi tempat curhat dan tempat mengadu kalau diganggu teman, nggak ada lagi yang membela kalau Mom mulai ngomel dan nggak akan ada lagi yang menemaninya melihat kembang api pergantian tahun. Tanpa sadar airmatanya menetes, Sekar tak bisa tak menangis setiap teringat Bayu, kakak satu-satunya yang pengasih itu. Sekarangpun rasanya ia belum siap sendiri tanpa Bayu. Bayu adalah malaikat penjaganya, tidak hanya sekadar saudara laki-laki. Seandainya Bayu masih hidup, pasti ia juga tak sendirian pergi ke sekolah hari ini, karena dulu Bayu juga bersekolah ditempat Sekar sekarang bersekolah.
Gerbang sekolah sudah didepan mata, dipercepatnya langkahnya agar tidak terlambat. Lagi-lagi di gerbang sekolah itu Sekar melihat cowok itu, berdiri dalam diam seperti sedang menunggu seseorang. Enam bulan terakhir Sekar selalu melihat cowok itu berdiri di gerbang sekolah setiap pergi dan pulang sekolah. Sekar penasaran, siapa sebenarnya yang ditunggu cowok itu?
**
Ujian biologi telah berakhir sepuluh menit yang lalu, Sekarang Sekar dan Widya sahabat karibnya sedang menikmati makan siang sambil menonton latihan tim basket putra di bangku depan kelasnya. Bangku itu langsung menghadap ke lapangan basket sekolah. Tim basket putra sekolah sedang giat-giatnya berlatih basket untuk menghadapi pekan olahraga antarsekolah di musim liburan semester nanti.
“Kamu kenal cowok itu?” ujar Sekar sambil menunjuk salah cowok yang sedang latihan basket di tengah lapangan. Cowok itu adalah cowok yang sama dengan yang dilihat Sekar di gerbang sekolah tiap pagi dan sepulang sekolah. Sejujurnya Sekar terpesona dengan caranya bermain basket, mungkin tidak itu saja, selama satu semester ini Sekar diam-diam memperhatikannya saat tiba dan sepulang sekolah. Tiap hari, enam hari dalam seminggu, empat minggu dalam sebulan, tidak pernah absen melihat cowok itu di gerbang sekolah setiap tiba dan sepulang sekolah. Sebenarnya siapa yang sedang ditunggunya?
“Kamu nggak kenal? Kemana aja non? Itu kak Tirta, kapten tim basket sekolah kita”
“Jadi namanya Tirta” balas Sekar berpura-pura. Sekar sebenarnya sudah tahu, hanya saja dia tak bisa menahan keinginannya untuk bercerita soal Tirta. Siapa yang tak kenal Tirta? cowok itu cukup populer di sekolah, kapten basket  berwajah rupawan dan mantan ketua OSIS SMA  ini. Baru-baru ini ia memenangkan olimpiade matematika antarsekolah se-provinsi. Tirta adalah salah satu kebanggaan sekolah ini. Sekarang ia duduk di kelas XII seangkatan Bayu. Apa mungkin dulu Kak Bayu juga kenal dia? batin Sekar.
“Woi, ngelamun lagi, kenapa nanya-nanya? Suka ya?” goda Widya.
“Enggak kok” hampir saja ia tersedak mendengar pertanyaan Widya.
“Kalo suka juga gak apa-apa lagi, cewek seantero sekolah juga pada suka ama dia, tapi kamu mesti bisa saingan sama senior kelas XII yang cantik dan pintar-pintar buat ngedapetin dia”
“Saingan sama senior kelas XII?, emang gampang”
“Jadi kamu beneran suka nih ama kak Tirta?”
“Eh bukan gitu, maksudku, itu…anu, ehmm siapa sih yang nggak kagum ama dia” kelit Sekar gelagapan.
“Udah ngaku aja, nggak apa-apa kok, aku dukung, desas-desusnya dia lagi jomblo”
“Hush, ngaco kamu”
“Eh, kak Tirta ngeliat ke kamu”
“Mana?” Sekar mendadak antusias memelototi lapangan basket.
Tawa Widya menyembur “Tuh kan kamu jadi salah tingkah, beneran suka kaaan?” Widya emang paling jago ngejebak Sekar. “Tapi beneran lo, dia tadi ngelirik ke kamu”
**
Sekar merebahkan tubuhnya di tempat tidur, merasa lelah menghadapi masa ujian ini, tapi tak apa-apa tinggal dua hari lagi ujian akan berakhir, setelah itu libur tahun baru sekaligus liburan semester menanti. Dia mengambil foto berpigura di atas meja belajarnya, dipandanginya lama foto yang diambil setahun lalu, fotonya dan Bayu di puncak dengan latar belakang kembang api yang indah. Setahun lalu, Sekar begitu yakin tahun depan masih ada Bayu yang menemaninya melihat kembang api. Namun, sekarang semua hanya tinggal kenangan, tidak akan ada lagi acara melihat kembang api penghujung tahun bersama Bayu. Sekar mendekap erat foto itu, lagi-lagi ia menangis, betapa ia merindukan malaikat penjaganya itu.
**
Sekar hanya duduk memandangi hujan sejak setengah jam yang lalu, sedikit menyesal menolak ajakan Widya pulang dengan nebeng mobil Vino pacarnya Widya. Sekarang ia harus sabar menunggu hujan berbaik hati reda. Sekar tidak mau jatuh sakit karena pulang dengan menerobos hujan, besok masih akan ujian hari terakhir. Dia merapatkan jaketnya, hujan tak menunjukkan tanda akan reda juga. Sedari tadi ia berusaha menahan rasa bosan dan kantuk. Sekolah sepi, anak basket pun tak mungkin latihan saat hujan deras begini.
“Nggak bisa pulang karena hujan ya?” seorang menyapanya. Ia menoleh ke samping, Tirta berjalan  ke arahnya. Astaga Tirta, cowok itu pasti juga tak bisa menunggu seseorang digerbang karena hujan. Jantung Sekar berdegup cepat.
“Eh iya Kak, nunggu hujan reda” Sekar merasakan getaran suaranya sendiri. Baru kali ini Sekar berhadapan dan berbicara langsung dengan Tirta. Keberuntungan batinnya.
“Kalau gitu, mau pulang bareng aku? Kebetulan hari ini aku bawa mobil”
“Gak usah repot-repot kak” tolak Sekar, berkebalikan sekali dengan kata hatinya yang ingin setengah mati.
“Tenang, enggak diapa-apain kok, lagian kelihatan hujannya bakal lama, rumah kita juga searah jadi sekalian aja” tanpa basa-basi Tirta menarik tangan Sekar menuju parkiran. Sekar yang setengah mati deg-degan akhirnya nurut juga. “Kita lewat koridor ini aja ke parkiran biar enggak basah” ujar Tirta lagi.
**
“Kakak kok bisa tahu rumah kita searah?” Tanya Sekar sambil memasang safety belt.
“Sekar, Sekar… dari dulu aku udah tahu rumah kamu, bahkan aku pernah sekali kerumah kamu, tapi waktu itu kamu lagi enggak ada dirumah”
“Hah???” Sekar sadar dia sudah memasang tampang melongo, Ia terkejut, selain tahu rumahnya, Tirta juga tahu namanya.“Kakak kenal aku?” pertanyaan bodoh.
“Kamu, Sekar Kamaratih anak kelas X B. Asal kamu tahu, Bayu itu sahabat karibku dari SMP, dia sering cerita tentang kamu, adik manja dan cerewet yang harus dia jagain setengah mati” ujar Tirta santai sambil tetap berkonsentrasi menyetir.
“Oohh” Sekar nggak tahu mau bilang apa, dia terlalu senang dengan kenyataan Tirta mengenalnya. Ia tak pernah tahu Bayu sahabat Tirta
“Sebaliknya, Kamu tahu aku nggak?”
“Selain tentang kakak teman kak Bayu, siapa sih warga sekolah yang gak tahu siapa kakak?”
“Aku terkenal juga ya” Tirta nyengir bangga. “Hujan udah reda, mau makan siang bareng dulu?” tawaran mengejutkan dari Tirta, kali ini Sekar sungguh sungguh tak ingin menolak.
**
“Libur tahun baru rencana kemana nih? Tanya Tirta sambil menyantap syomainya. Sekar menggeleng, ia sama sekali tidak ada rencana.tadinya ia ingin mengajak Widya melihat kembang api, ternyata Widya sudah punya rencana menghabiskan malam tahun baru dengan Vino.
“Biasanya malam pergantian tahun aku melihat kembang api sama kak Bayu, tahun lalu kami melihat kembang api dipuncak” mata Sekar mulai menerawang, teringat Bayu lagi.
“Kamu teringat Bayu ya?  kalau main basket aku juga suka teringat dia, tim basket kehilangan salah satu pemain terbaiknya”
Hening sejenak, Sekar merasa suasana seketika menjadi kaku. Tiba tiba Tirta buka suara, “Kamu mau dengar cerita aku nggak?”
Meski ragu, Sekar mengangguk juga, entah kenapa dia ingin berlama-lama berada dekat Tirta. Mendengar cerita Tirta yang belum ia tahu adalah keberuntungan lainnya. Sekarang Sekar tak merasa perlu sirik sama Widya.
**
“Setahun yang lalu, salah seorang teman pernah cerita kalo adiknya bakal masuk SMA ini ditahun ajaran depan. dia bilang, dia ngerasa tenang kalo udah satu sekolahan lagi sama adiknya, karena dia bisa ngejaga adiknya itu dari dekat. Dia suka khawatir sama adiknya yang manja dan selalu butuh dia. Dia juga janji bakalan ngenalin adiknya itu ke aku di tahun ajaran baru nanti. Waktu itu dia sempat bilang ‘kalo gue lagi gak ada di sekolah, lo yang gantiin jagain adik gue’ ‘iya gue jagain adek lo, lebai banget lo’. Tapi aku nggak tahu kalau setelah itu akan ada kejadian yang nggak disangka-sangka. Dia kecelakaan dan meninggal dunia.
Sekar tercekat, ia tahu siapa yang sedang diceritakan Tirta. Sekar ingin memastikan “teman kakak itu…”
“Bayu, teman yang aku maksud itu Bayu kakak kamu” belum sempat bertanya, Tirta sudah menjawab pertanyaan Sekar. “Akhirnya Sekar kamaratih masuk SMA tanpa ada Bayu yang menjaganya. Dan janji yang terkesan basa-basi dulu pun harus ditunaikan”. Tirta melanjutkan ceritanya seolah-olah sedang bercerita pada dirinya sendiri bukan dengan Sekar.
“Kemudian aku cari tahu siapa siswa kelas satu yang adiknya Bayu. Setelah tahu, aku  malah nggak tahu gimana caranya memenuhi janjiku untuk jaga kamu. Aku nggak mungkin bilang ke kamu soal janji ini, pasti kamu juga nggak akan percaya”
“Akhirnya, setiap pagi dan sepulang sekolah aku malah nunggu kamu di gerbang sekolah. Memastikan kalau kamu datang dan pulang sekolah dalam keadaan baik-baik aja. Kadang-kadang, aku bahkan juga suka lewat kelas kamu buat mastiin nggak terjadi sesuatu sama. Konyol bangetkan?” Tirta terus berceloteh tanpa memedulikan tampang Sekar yang berubah pias. Ia terdiam, tak mampu menjawab, jantungnya sudah mencelos dari tadi. Perkataan Tirta tak ubahnya halusinasi. Ia bakal mencubit pipinya buat memastikan kalau saja Tirta nggak  sedang di depannya.“Dan bodohnya, Aku nggak tahu kalo hal-hal konyol yang aku lakuin selama ini bakal buat aku nggak bisa kalau gak lihat kamu sehari aja. Aku juga nggak bisa bohongin perasaanku kalau ternyata aku suka sama kamu Sekar,” kali ini raut wajah Tirta berubah serius.
“Kak Tirta…se.. se..” goblok batinnya, kenapa jadi gagu sih? Sekar nggak sanggup meneruskan kalimatnya, terlalu gugup setelah mendengar semua pernyataan Tirta, Sekar dapat merasakan jantungnya berdegup kencang.
Tirta meraih kedua tangan Sekar, menatapnya lekat-lekat, menghela nafas sebentar. Seolah mengerti apa yang akan ditanyakan Sekar, Tirta menjawab pasti “Aku serius soal perasaanku tadi. Aku mungkin nggak bisa seutuhnya gantiin Bayu buat jadi malaikat penjagamu, tapi paling enggak izinkan aku gantiin Bayu buat nemanin kamu lihat kembang api di puncak nanti.”
Seketika Sekar berdiri membuat Tirta berjengit kaget.“Kak ayo balik, ntar kesorean” ujar Sekar sambil secepatnya berbalik, bermaksud menyembunyikan raut wajahnya yang kesenangan.
Tirta bergegas mengekori langkah Sekar. “aku tulus, bukan sekedar utang janji sama Bayu” tambahnya menyakinkan Sekar. Sekilas ia dapat melihat rona merah di wajah Sekar tadi sebelum berbalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar