Senin, 06 Oktober 2014

Oktober Datang Lagi

Halooww,

Nggak terasa ya, oktober udah datang lagi. Saya ingat oktober tahun lalu saya berkutat  dengan penyusunan proposal skripsi, dan tahun ini saya masih berkutat dengan si skripsi (lagi). belakangan saya suka heran, Banyak orang- orang di sekitar saya yang heboh soal kerampungan .skripsi ini ketimbang diri saya sendiri. kalo ditanya kapan? kapan? dan kapan?, saya cuma bisa balas dengan senyum sambil bilang dalam hati "bagaimana ya, ngejelasin ke kamu tentang perubahan manifestasi misi budaya perantau? perlukah digambarin matriksnya juga?". Semua orang cuma mau lihat hasil tanpa perlu tahu proses, dan kalo belum cukup menilai seenak udelnya. Yup, that's human.

Kalau di luar negeri sana pada lagi heboh menyambut halloween. Mungkin orang-orang disini lagi pada ngerasain euforia idul adha yang baru lewat kemaren. Kemaren saya pengen daptarin diri buat dikurban, tapi ternyata panitianya tidak menerima species diluar sapi dan kambing. jadi batal. 

kemarin-kemarin, saya juga sempat heboh dengan target demi target yang ingin dicapai, sampai akhirnya saya sadar memasang target nggak selamanya buat saya semangat untuk mencapainya tepat waktu.  sampai akhirnya target demi target itu saya lepaskan dan lebih memilih menjalaninya saja.

Yoo People
Selamat menyambut oktober
Semoga bulan ini penuh kesan


Yatt

Rabu, 01 Oktober 2014

Entri yang Ke- Sekian.......

I.
Aku menatap keluar jendela bus yang terbuka lebar. Dapat kurasakan angin kencang menampar-nampar wajahku. Terdengar sayup-sayup hiruk pikuk suara teman-teman di dalam. Yang terdengar jelas adalah lagu-lagu balad bercampur lagu india dalam playlist Ipod ku. 
Setelah tiga tahun berpisah dalam komunitas ini, inilah waktu comebackku bersama teman-teman memulai penjelajahan alam lagi. Semoga hari ini bisa menjadi awal yang baru dalam hidupku, sama seperti awal kehidupan seseorang di seberang pulau sana yang hari ini benar-benar menempuh hidup baru.
 “Tidak bisakah Kau berhenti mendengarkan lagu melow yang bakal buat kau tambah melow?” Suara Tiara terdengar jelas di telinga kiriku seiring dengan ia yang mencabut paksa earphoneku. 
“c’mon, kita mau bersenang-senang, aura patah hati nggak bisa ditolerir dalam zona ini” katanya lagi, dengan mata melotot yang begitu kukenal. Aku hanya mengangguk pelan sambil tersenyum kemudian ikut bergabung dengan nyanyian teman-teman. 
Tak kusangka kekuatan fisikku telah demikian berubah lemah. Aku memang cukup lama tidak tracking lagi. Berkali-kali aku minta istirahat pada teman-teman yang lain. Mereka dengan pandangan heran hanya menurut saja. Seminggu yang lalu aku masih seorang Editor in Chief di sebuah majalah urban terkemuka di ibukota. Namun sekarang semuanya berubah. Kini aku hanya menyandang status pengangguran patah hati yang mengenaskan. Semenjak aku memutuskan resign, aku memilih kembali ke Medan, kota asalku. Kupikir keputusan ini sudah tepat. Semoga saja. 
Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang terjadi di masa depan. Rencana kita yang demikian matang bisa dengan mudah dijungkirbalikkan Tuhan. Itulah tepatnya yang terjadi dalam hidupku. Kupikir tak lama lagi aku akan menjadi seorang istri, akan dinikahi pria pujaan hati, akan punya anak-anak yang lucu sambil terus berkarir. Rencana yang matang dan sempurna, namun tidak dengan rencanaNya.
II.
 “Dalam waktu dekat kita akan menemui orangtua Mas. Sekedar untuk mengenalkan kamu sebagai calon istriku. Setelah itu gantian aku datang ke Medan, menemui orang tuamu untuk melamarmu. Pernikahan itu segera jadi nyata Deli” papar mas Aryo dengan wajah sumringah. Sakti sekali kata-kata mas Aryo. Aku tersenyum menatap wajah teduhnya. Kutatap cincin yang melingkar di jemari, semua terasa sempurna. Kami akan menikah. Tidakkah semua perempuan mendambakan pernikahan dengan pangeran impiannya? Dan Mas Aryo adalah pangeran impianku. 
Aku mengenal Mas Aryo tiga tahun lalu, waktu itu aku masih karyawan magang dan dia adalah wakil pemimpin redaksi. Dia pria muda, tampan dan mapan. Semua karyawan di tempat bekerja yang masih single pasti pernah memimpikan untuk menjadi pendampingnya termasuk aku. Sulit menjelaskan hubungan kami, tapi bagaimana rasanya menjalin hubungan dengan atasan yang begitu dikagumi semua orang? Serasa semua nikmat dunia sudah dicukupkan Tuhan. Mas Aryo sangat futuris, semua direncanakan dengan matang dalam hubungan ini. Dan sungguh aku begitu jatuh cinta padanya. Tak lagi kupedulikan semua tatapan iri di kantor. 
Dalam sebuah pesta perayaan ulang tahun majalah tempat kami bekerja, ia memperkenalkanku sebagai calon istrinya, dan itu seolah pembabtisan dan konferensi pers atas kasak-kusuk hubungan kami di kantor. 
Tapi ternyata tak semudah itu hubungan ini. Cinta dalam pernikahan tidaklah perkara dua anak manusia yang ingin bersama dan membina rumahtangga, tapi juga dua keluarga anak manusia tersebut. Tidak pernah ada restu dari ibunya. Aku ingat terakhir kali kami bertemu. Saat aku diajak kerumahnya menemui ibunya. Tak ada tatapan ramah apalagi simpati. Kue penganan kesukaan ibunya yang kubuat sepenuh hati langsung menghuni tempat sampah rumahnya. Dengan terang-benderang ibunya menolakku, mengatakan bahwa keluarganya yang terhormat dan masih kerabat keraton Solo itu tidak bisa menerima calon mantu selain seorang keturunan priyayi jawa yang terhormat pula. Mas aryo telah dijodohkan dengan orang lain. Aku sama sekali tak masuk kategori. Aku ingin menangis, aku tersudut, tapi kukuatkan hati karena kuyakin Mas Aryo akan mempertahanku, mempertahankan hubungan ini. Memperjuangkanku seperti dulu. Namun yang terjadi tidak demikian. Pada saat itu, kukenal Mas Aryo yang baru. Yang tidak kukenal seperti selama ini. Bukan Mas Aryo yang tegas, penuh wibawa, dan begitu mencintaiku. Namun Mas Aryo, seorang anak yang begitu penurut pada ibunya. 
 III. 
Akhirnya aku pulang tidak hanya dengan luapnya kecewa diriku saja, tapi juga ribuan pertanyaan dan alasan. Apa yang harus kukatakan kepada ibu dan bapak? Aku sudah menjanjikan kedatangan Mas Aryo. Namun, dengan isak tangis dan ribuan kata maaf kuluahkan semua kejujuran. Bapak dan Ibu legowo. Mungkin nasib memang masih berpihak padaku. 
Usiaku tak lagi muda, hampir menginjak kepala tiga dan keinginan berumahtangga yang sudah di depan mata bisa saja lenyap seketika. Tuhan memang penuh kejutan. Bagaimana mungkin kepastian begitu mudah berubah haluan menjadi ketidakpastian. Mas Aryo sekarang tinggal kenangan. Hari ini ijab Kabul itu dilaksanakannya, namun dengan wanita yang berbeda, bukan dengan aku wanita yang beberapa waktu yang lalu diyakini akan menjadi istrinya.
Tidak ada yang harus kupertahankan lagi dikantor, beribu alasan membuat aku harus enyah. Hubungan kami yang sudah diketahui semua orang. Berita pernikahan Mas Aryo. Tak lagi dapat kutahan pandangan kasihan. Namun apa yang harus kuperbuat. Aku memang yang tercampakkan. 
Sekarang disinilah aku. Menemui dunia ku yang dulu kutinggalkan saat mulai meniti karir. Menemui Kembali teman-teman lama yang sebenarnya selalu ada. Sejak aku pindah, ternyata mereka masih aktif berpetualang keluar masuk hutan, mendaki gunung, menyibak air terjun dan menyebrangi sungai. Mereka masih kumpulan orang-orang gila yang sama. Aku hanya tersenyum dapat kembali menyaksikan tingkah polah mereka. Harusnya dulu aku pernah sekali saja memuat profil manusia-manusia gila ini di majalah. Tapi sekarang, semua tentang kehidupan pekerjaanku harus kutinggalkan sejenak. Harus kuluruhkan semua luka. Kuingat hal terakhir yang kulakukan untuk majalah itu adalah mengirim sebuah cerpen dan memohon agar Nita, pengasuh rubrik tersebut mau memuatnya. Semoga saja.