Jumat, 04 Desember 2015

Penghujung tahun ini

Holla, tanpa terasa kita udah berada di penghujung tahun. Akhirnya saya menulis lagi, dan akhirnya saya posting lagi. Postingan ini saya tulis dalam keadaan mood yg normal di rumah kontrakan saya, dan tepatnya sedang berada di samping ira yang saat ini tidur melintang di belakang pintu kontrakan persis palang pintu. Yak, itu tidak penting dan mari kita lanjutkan saja postingan ini

tanpa terasa desember hadir lagi. ini adalah desember pertama saya tidak berada di kota medan dan sekitarnya. Desember pertama saya tidak berada dekat dengan mamak, papa, dan si littlecrazy aii. meskipun penghujung tahun di dekat mereka, kami tak selalu melakukan ritual menyambut tahun baru yg spesial, saya tetap merindukan penghujung tahun bersama mereka.

Desember ini saya yakin tetap bekerja seperti biasanya, tetap berhadapan dengan seperangkat komputer dan sinar merah scanner yg kadang bikin silau. Tapi its oke, i will always oke. Apalagi selama ada ira. Si nenek lampir cerewet dan agen yang bisa diandalkan.

Tiga bulan ini begitu banyak hal yang saya sangat rindukan, naik gunung bersama lensa alam, doing something silly with yantchan, bahkan makan masakan mamak.

Tahun ini dipastikan tidak akan ada perayaan apa apa. Saya pasti akan bekerja seperti hari biasanya. bertemu dengan rekan kerja seperti biasa, dan istirahat sperti biasa. Saya belum tahu pasti bagaimana  tempat ini menyambut tahun baru. Saya hanya berharap akan ada yg menarik.

Tiga bulan ini, saya berusaha menemukan ritme hidup yang baik. Tapi tampaknya saya terlalu malas. Mungkin saya harus sering sering mengingatkn diri sendiri untuk mulai memperbaiki pola hidup.

Desember ini saya harap akan menjadi desember yg baik hati. Semoga.

Iyatt


Minggu, 08 November 2015

November tiba,

Udara masih diselimuti kabut asap, meski tak setebal pertama kali aku menginjakkan kaki disini,
Aku menengadah dan rembulan jingga itu masih ada...
Tiba tiba saja kota ini tak seasing pertama kali
Memulai hari dengan perasaan tak siap bukanlah sebuah pilihan
Dan sudut ruangan dengan meja dan seperangkat komputer itu bukan seperti yang ada di benakku
Namun tak pantas kusampaikan penyesalan
Semua adalah pilihan yg sudah kueksekusi sendiri
Aku hanya mampu menstandartkan segala tahap tahapnya
Yg kadang tak sesuai logika manusia awam,

Perlahan aku kembali belajar
Mempelajari apapun itu
Termasuk mereview apa yg telah lewat
Masih banyak yg tak kutahu
Masih banyak yg sulit kuterima
Dari tahap tahap itulah aku akan berbenah sedikit demi sedikit

Ditempat ini aku membenci diam dan keheningan,
Membuatku merindu apa yang kujalani dulu
Rutinitas yg dulu ingin kutinggalkan
Malah kini sangat ingin kulakukan lagi
Aku rindu rasa dibutuhkan
Aku rindu detak detik jam yang berlalu cepat
Aku rindu kekumalan itu dan semua detail detailnya
Tempat yang dulu selalu membuatku merasa di remehkan, betapa ingin kudekap dan kuraba erat

November telah tiba
Namun belum kuketahui juga sebagai apa aku berlakon
Apakah aku sepenjaga, ataukah aku si pencari?
Rasanya, aku hanya ingin tempat itu, tempat aku bisa menguapkan rindu..

Iyatt
8 november 2015
Hujan buatan telah turun...

Kamis, 22 Oktober 2015

Sista birthday post..

Lahir dari rahim yang sama tidak membuat kami memiliki tabiat dan sifat yang sama. Kakak adalah si ekstrovert yg selalu sukses membangun relasi dengan siapapun. Sementara aku adalah si adik introvert yg lebih menggilai kesendirian dan selalu diselaputi keanehan.

Memutuskan untuk tinggal dan bekerja di lingkungan kakak membuatku tahu segala sesuatu tentangnya yg selama ini tidak kutahu ataupun kadang salah kuinterpretasikan.

Biasanya aku hanya menghadapinya pada musim musim tertentu, semisal musim lebaran ketika ia pulang kerumah. saat itu yang kutahu kakak hanyalah si nona ratu shopping yang bawel. Namun mengenalnya setiap hari dalam suasana kerja membuatku sadar bahwa aku memang salah interpretasi. Kakak adalah pekerja keras yang pintar, kepribadian kerjanya sekarang mungkin adalah hasil akumulasi tempaan waktu dan situasi sebelumnya.  Buah yg ia petik sekarang bukan semata dari pohon ajaib yg tiba tiba  tumbuh dibelakang rumah dalam semalam tapi hasil menanam bibit, hingga tumbuh bertunas dan menghasilkan buah.

Berada dalam lingkungan kerja yang sama, membuatku sadar kami berada dalam kasta yang berbeda. Hubungan adik kakak tiba saja lindap. Ia berubah menjadi orang lain yang tak pernah bisa kujengkali.

Tapi sebenarnya bukan itu yg kutakutkan. Aku hanya takut orang orang membuat komparasi terhadap kami. Dunia dan realitas yang kompetitif ini menjadikan orang orang peka dan pintar membandingkan. Orang- orang hanya akan terus menilai. Padahal aku tetap saja si adik yg introvert. Dan kakak tetap saja menjadi si supel ekstrovert.


Edisi curhat di ulang tahun kakak
Happy birthday, Allah Bless You as Always

Iyat

Selasa, 20 Oktober 2015

Rembulan Jingga Sesore ini

Semua tetap asing, jiwaku tak mampu melebur
Sepanjang jalan setapak kecil yg penuh liku dan selalu dibalut kabut asap,
Aku merenungi tahap demi tahap perjalanan
Rembulan jingga itu tetap ada, di langit asing yang masih sama
Namun ia tak pernah terasa asing
Menemani dan menjadi teman imajiner setia

Wahai rembulan jingga, langit belum gulita
Tapi mengapa biasmu begitu kentara

Adakah kau mampu memindai hatiku
Yang kadang hanya mampu memendam
Adakah kau mampu menerjemahkan keluhku yang tak mampu bersuara

Rembulan jingga
Mengapa kau hadir sesore ini
Dalam sapuan sepanjang setapak kecilku

Iyatt
About inferior person

Di oktober -yang anehnya- masih kemarau

Jumat, 18 September 2015

Silent

Tuhan pasti punya hitungan matematis sendiri atas kau, aku, dan hubungan searah ini. Aku yang terus mencintaimu setengah mati sekaligus mengagumimu tanpa pernah membelot, dan kau yang terus tak pernah menyadarinya.

 Sebelas tahun bukan waktu sebentar, namun juga bukan waktu yang panjang. Tidak ada skala waktu yang tepat untuk mengukur seberapa lama seseorang terpaku pada satu cinta sepanjang hidupnya. Selama itulah aku berada dalam titik edar tempat kau berada, tapi aku tak ubah roh kasat mata yang tak tertangkap mata telanjangmu.

Tak terhitung bosannya sitha, sahabat terbaikku mengingatkan untuk menyudahi cinta absurdku ini.  Shita pulalah saksi nyata sebelas tahun itu. Sejak kita SMP sampai bangku perguruan tinggi.
Jika memang ada orang selain sitha yang mengetahui cinta absurd ini, mungkin mereka sudah menggangapku tak waras dan menganjurkanku segera konsultasi ke psikiater. Meskipun aku juga tidak yakin psikiater mampu menyelesaikan masalah ini.

Cinta padamu selama sebelas tahun adalah rahasia terbungkus keheningan yang rapi. Hanya kepada sitha aku membukanya. Terlalu jauh bagiku untuk berpaling dan mencoba lupa, kau sudah seperti gravitasi yang harus membuatku selalu lekat.
Aku ingat empat tahun lalu, aku di opname selama seminggu pasca  ujian SNMPTN karena kelelahan belajar. Apakah aku perlu jelaskan kenapa?  Ya, aku harus lulus di UI demi mengejar pusat gravitasiku. Gravitasi yang di paksakan. Kau.

Apakah kau perlu tahu juga kenapa kita bisa bersekolah di SMA yang sama dan sempat dua kali sekelas? Ya, karena alasan yang selalu sama, gravitasiku. Kau. Tidak mudah untuk lulus saringan masuk SMA favorit apalagi kelas unggulan. Dan aku  mampu.
Cinta yang membangkitkan energi positif itulah yang selalu kujadikan sumpalan mulut sitha yg terus cerewet memaksaku menyerah.

Sangat sulit menyamai langkahmu. Kau terlahir dengan kecerdasan alamiah. Sementara butuh usaha ekstra bagiku untuk menapaki jalan yang sama denganmu. Apakah menurutmu aku sudah pantas?

Sebulan yang lalu, kita diwisuda bersama. Jangan tanya lagi kenapa bisa bersama. Kau dengan toga masih segagah lelaki kecil yg dulu mengenakan seragam putih abu abu ataupun putih biru.

Meskipun kau bermetamorfosa menjadi pemuda dewasa nan tampan,  perasan ini tetap ada. Mengarat. Belasan tahun lamanya.

Tahukah kau bagaimana bebalnya cinta? Aku tahu sejak dulu kau hanya menganggapku sebagai Teman SMP, SMA,  bahkan teman kampus sefakultas yang kadang kau temui tak sengaja di kantin atau di perpustakaan. Jika bertemu tak sengaja, kau hanya melontarkan sapaan paling universal sedunia dan aku membalas dengan jawaban basa basi paling universal sedunia. Dan perasaanku masih tetap bebal.

Sebelas tahun ini kau telah puluhan kali gonta ganti pacar, sementara aku tak pernah sekalipun menjalin hubungan pacaran dengan siapapun dan masih mencintaimu dalam keheningan.

Sebulan pasca wisuda kau diterima bekerja di sebuah BUmn. Sementara aku salah satu pelamar yang tak diterima.
Periode berikutnya aku kembali mencoba peruntungan gravitasi, dan aku kembali gagal. Lima kali aku mencoba, dan aku tetap gagal. Mungkin begitulah hitungan matematis Tuhan yang diluar jangkauanku meski sekuat apapun aku mencoba.

Cerita kau dan aku dan Cinta searah ini hanya milikku seorang dan kau yang tak pernah tahu.

Iyatt,
Di september kemarau

A Whole New World

Apa yg harus kuceritakan soal dunia baru ini,  A whole new world 'ku dibuka dengan kabut asap dan musim yang kering. Bahkan rumput-rumput liar yg biasa bertahan dalam segala musim pun mati menguning.

A whole new world 'ku adalah dunia yang belum pernah kujalani sebelumnya dan dipenuhi semua hal yang tak pernah kupelajari semasa kuliah. Di dunia baru ini, semua teori Karl Mark mungkin tetap teori, ukuran sosial di lingkungan ini tidak bisa membuatnya eksis. Yang ku jalani hampir sepanjang hari adalah praktek lapangan pelajaran akuntansi waktu sma dulu. Dan itu semua tak pernah sesederhana yang kubayangkan.

Di dunia baru ini harapan tidak muluk pun harus kubiarkan kandas. Kumasuki dunia penuh klasifikasi, sistem kasta selalu ada hanya saja bermetamorfosa menjadi bentuk lain.Spesialisasi kerja pun sungguh tak pernah terlihat sederhana. Namun di dunia ini, juga di dunia manapun,  bukankah keluhan tak pernah boleh dilontarkan??

Aku hanya berjalan, meniti dunia kerja yg bisa kuramalkan sebulan, setahun atau sepuluh tahun mendatang akan tetap konstan seperti ini. Lupakan soal hubungan mutual dan sejenisnya. Semua orang membangun hubungan dan interaksi hanya dengan membawa sepaket basa-basi standart.

Untuk sementara aku harus mengucapkan
Selamat tinggal pada negeri dongeng ku,
Peri-peri kata yang selalu menemani ruang immateril dan alam serba literasi.

Iyatt
Di september yang kemarau lahir dan batin

Senin, 01 Juni 2015

A Little Story From Tahura, Berastagi (Diksar Lensa Alam Angk. III, 29-31 mei 2015)




“Dalam lambung hutan, tak jarang status manusia menciut jadi kutu yang tersesat dalam liukan bulu biri-biri. Tidak hanya predator seperti singa yang harus diwaspadai, tetapi juga rimba mikroba yang tak kelihatan.” –Partikel-

Potongan kalimat tersebut terus terngiang dibenak saya dalam kegiatan Diksar Lensa Alam beberapa hari yang lalu. Menyusuri jalur kecil dalam belantara salah satu hutan Sumatera sembari menghindari semak belukar seorang diri demi menjemput yantchan, -SiPatnerInCrime, juga salah satu panitia Diksar- membuat saya menyadari satu dan lain hal. Bahwa manusia telah jauh berevolusi meninggalkan alam, membentengi diri dalam tembok semen dan tempat hangat yang nyaman. Bahwa manusia senantiasa bergantung pada teknologi modern dan melebur dalam peradaban tinggi, sehingga kadang lupa diri dan bertingkah angkuh. Hutan, beserta isinya menyadarkan kita (terutama saya), Mahakarya Sang Ilahi jauh lebih berkelas dan digdaya bahkan ketimbang teknologi canggih manusia yang senantiasa mereka perbaharui.
Awalnya saya tidak pernah berekspektasi besar akan perkembangan komunitas Lensa Alam ini. Bagi saya, bertemu mereka (pasukan lensa alam angk. I dan II) serta berpetualang dan menjelajah alam bersama sembari bercanda sudah begitu cukup menyenangkan. Jadi, perekrutan anggota baru serta kegiatan Diksar kemarin merupakan pencapaian luar biasa bagi saya, teman-teman anggota yang lain dan komunitas ini. Disamping itu, saya juga belajar bahwa menyelenggarakan sebuah event yang tergolong sederhana sekalipun tidak segampang yang  dipikirkan. Banyak hal sulit dan merepotkan yang saya dan panitia lainnya hadapi. Saya dan ketua Juple bolak-balik bertemu membahas pengelolaan anggaran, penyusunan acara, penentuan tempat, dan brieffing persiapan serta hal lain-lain. Begitu juga dengan teman-teman panitia lainnya. Menjadi panitia kegiatan ini membuat kami harus rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan materi demi kesuksesan event istimewa ini. Sehingga,terselesaikannya acara kemarin dengan cukup sukses mampu melunasi lelah kami sedari awal.
Pertemuan pertama saya dengan para peserta Diksar adalah saat brieffing seminggu menjelang keberangkatan. Meski belum banyak dan masih muda-muda, para peserta Diksar memberi harapan baru bagi komunitas kecil ini untuk terus berkembang dan tetap menjaga eksistensi. Karenanya, kedepannya Lensa Alam tidak sekedar sarana untuk ‘camping-camping cantik’ tapi juga sebagai sarana untuk mengenalkan pengetahuan alam dan kegiatan outdoor lainnya secara langsung dan praktis pada generasi-generasi muda yang bersemangat seperti mereka-mereka ini.
Well People, saya akan bercerita sedikit perihal kegiatan Diksar Lensa Alam angkatan III  yang berlangsung 29-31 Mei di Tahura berastagi kemarin. Kegiatan ini berjalan sesuai rencana meski tidak seratus persen. Masih banyak kekurangan di sana-sini, karena beberapa kendala teknis, salah satunya penggantian lokasi kegiatan beberapa hari menjelang hari H.
Hal lainnya yang unpredictable tentu saja kondisi cuaca yang tak menentu. Belum lagi Diksar resmi dibuka, para peserta sudah dihadiahi hujan yang mengguyur deras sepanjang perjalanan dari Medan menuju Berastagi.  Sebagai penumpang tarum, tentu saja, badan serta barang bawaan tak luput dari guyuran hujan.  Tapi dari apa yang saya lihat, para peserta, tampak ceria-ceria aja meski mungkin sudah dijamin masuk angin. Hujan baru menunjukkan tanda-tanda reda menjelang malam. Sehingga kami, para panitia tetap memutuskan melanjutkan acara. Sekitar pukul sembilan malam, acara pembukaan Diksar resmi dibuka. Kemudian dilanjutkan dengan sesi perkenalan komunitas dan anggota yang hadir serta perkenalan dari para peserta.
Meski tampak lelah dan kedinginan, para peserta tetap semangat memperkenalkan diri. Peserta angkatan III ini kebanyakan adalah perempuan. Setidaknya ini bisa jadi bukti bahwa kegiatan jelajah alam nggak hanya dominasi kaum laki-laki. Semakin banyak perempuan yang punya passion pada kegiatan outdoor. Para perempuan-perempuan muda ini buktinya,
Malam harinya, ketika semua peserta Diksar sudah dipastikan masuk tenda untuk beristirahat. Dimulailah sesi bongkar-bongkar tas nyolongin snack bawaan peserta (kalo kegiatan cenderung Kriminal gini, pasti perempuan yang ditugaskan. Saya dan Anum lah jadi tumbalnya). Acara panitia selanjutnya setelah nyolongin snack adalah rapat-rapat panjang dini hari untuk materi tracking keesokan harinya (lagi-lagi saya dan Anum kebagian tugas masak nugget hasil menjarah, dan mereka tinggal makan).
Hari kedua Diksar dimulai dengan ber’SKJ’ ria setelah subuh dilanjutkan dengan kegiatan masak dan sarapan oleh peserta. Selagi peserta sarapan dan beres-beres, Para tim pendahulu berangkat menuju lokasi tracking dan pos masing-masing. Jalur tracking yang akan dilewati peserta dibagi menjadi tiga pos. Pos terakhir berada di air terjun barus. Usai sarapan dan bersiap-siap, peserta dibariskan kemudian peserta tim pertama diberangkatkan lebih dulu. Tim selanjutnya berangkat apabila, tim pertama telah meninggalkan pos pertama. Di masing-masing pos semua peserta dibekali materi-materi. Selain jalur tracking yang semakin lama semakin sulit dan licin, godaan-godaan pacat penghisap darah, senior-senior yang seketika berkelakuan seperti singa lapar pun menjadi tantangan tersendiri bagi masing-masing peserta Diksar. Namun sejauh pengamatan saya, mereka masih oke-oke aja baik mental maupun fisik.
Pulang tracking air terjun, para peserta diberikan waktu untuk bersih-bersih, mandi, sholat dan beristirahat. Sementara itu, saya, Yantchan, Anum dan Syadi –kami, yang tadinya jaga wibawa sok kuat mendampingi peserta (padahal cuma modal lontong)-, selesai tracking langsung ngacir makan ke warung. Sampe-sampe syadi sesumbar kalo dia bisa ngabisin enam telor dadar sekaligus, padahal cuma sanggup beli satu. Pulang makan barulah kami, bersih-bersih dan memulai rapat-rapat panjang dan briefing-brieffing membosankan ala panitia itu sampe beranjak malam.
Lewat tengah malam, para peserta kembali dibangunkan. Dan dimulailah adegan klasik inisiasi anggota baru organisasi manapun di muka bumi ini dari jaman kejaman. Tidak lain, tidak bukan, tidak salah lagi, Jerit Malam. Saya, Yanti dan Andi yang berimage lembut (entah lemot?) nggak bisa marah, super nggak tegaan, diutus dan ditugaskan di pos pertama yang berupa pemberian motivasi agar para peserta yang sudah lelah kembali bersemangat di acara puncak ini.
Awalnya, sesi motivasi di pos kami \ masih berjalan lancar dan terkendali. Pertanyaan-pertanyaan ‘Capek dek? Ngantuk dek? Dingin dek?’ Seolah sudah terprogram untuk kami tanyakan sebelum memulai sesi. Ujung-ujungnya sesi motivasi tersebut berubah jadi sesi curhat, sesi godain peserta cowok (bagian yantchan), dan sesi gossip mode on mulai dari gossip artis, sampe gossip terbaru di sekitaran pajak kabanjahe pun digelar (Maklumlah, Andi kan primadonanya pajak Kabanjahe) sampe-sampe kami nggak sadar udah ngacangin peserta. Setelah semua peserta selesai melewati pos pertama. Saya, Yantchan dan Andi langsung menuju post ketiga dan menyaksikan langsung drama-drama klasik itu. Saya cuma bisa diam dan sesekali bisik ke mereka –senior sekasta yang nggak tegaan dan susah marah- “Kasiaaan yaa weeei”
Demi menghemat waktu, setelah jerit malam usai, kami langsung melanjutkannya dengan upacara pelantikan anggota baru. Upacaranya berlangsung agak dramatis kemudian berubah mengharukan ketika bagian penyematan mitela sebagai tanda mereka sudah dilantik dan bergabung menjadi bagian dari Lensa Alam. Banyak peserta yang nangis sewaktu penyematan mitela. And look, betapa magisnya kain segitiga merah itu bagi para anggota baru (Padahal kemarin-kemain yantchan sempat ngatain itu mitela mirip underwearnya superman). Berakhirnya upacara dilanjutkan dengan api unggun. Di api unggun ini para senior dan junior atau anggota baru berkumpul mengelilingi api unggun sambil mengutarakan pendapat tentang acara Diksar yang telah dilalui. Para junior bahkan menobatkan beberapa senior dengan kategori-kategori tertentu. Dan tentu aja yang paling populer masih sang ketua Juple.
Di hari terakhir, Diksar diisi dengan acara games, pembagian piagam, sesi photo-photo sampe pertunjukan tari saman sambil menunggu reda hujan yang lagi-lagi mengguyur. Menjelang siang kami bersiap untuk kembali ke Medan. Diksar pun berakhir happyending.
Finally, Selamat bergabung para anggota baru Lensa Alam angkatan III. Selamat menjadi bagian dalam keluarga besar Komunitas Lensa Alam buat seluruh pasukan Tirta Kirana. Mudah-mudahan kedepannya, kita beserta komunitas ini makin eksis, makin solid dan makin bermanfaat bagi masyarakat banyak. Saya beserta seluruh panitia dan senior minta maaf kalau-kalau selama Diksar ada salah atau kurang berkenan (semisal nyolongin nugget mungkin?). Pada dasarnya kami kan nggak bermaksud demikian. Selain itu kami juga mengucapkan terimakasih atas partisipasi dan kerjasama seluruh panitia dan peserta Diksar Lensa Alam, juga terimakasih sebesar-besarnya atas bantuan dua tamu terhormat kita, pasukan khusus yang didatangkan langsung dari Departemen Kehutanan FP USU, yaitu Risky dan fadhil, kita doain semoga cepat wisuda. Seriously, they are really the expert.
Again, the last, salut buat semua anggota-anggota baru Lensa Alam yang muda-muda dan kece-kece. Diksar udah membuktikan bahwa kalian pantas ada dalam lingkaran komunitas ini untuk bersama-sama membangun dan menjaga eksistesi Lensa Alam kedepannya. Semoga tetap bersemangat, berani dan mencintai alam ya, Adek-Adek. Lestari!!!

Regard
Yati
*mewakili mereka yang malas nulis





Kamis, 28 Mei 2015

Keep Calm and Pray


                                                            
Hatimu dan hatiku,
Sempurna hanya milik Allah

Pertemuan, perpisahan,
pertemuan, kemudian kembali berpisah , sempurna atas kehendakNya.
Lalu sekuat apa kita mampu bersikeras?
Ketika takdir sudah di gariskanNya sedemikanrupa
Melampaui hitung-hitungan manusia

Tentang kita,
Juga tentang jodoh,
Allah mugkin masih berahasia
Entah nanti,

Usah risaukan bumi membentang luas, jarak memuai jauh
Usah risaukan waktu melaju cepat tanpa kompromi
Cinta yang indah, akan hadir di waktu yang istimewa dalam keihklasan menunggu dan berikhitiar
Semata-mata demi rhido-Nya
Isi saja penantian dengan perbaikan demi perbaikan diri dan hati
Biarlah Ia, Dzat Mahabijaksana yang menciptakan momentum pertemuan
Aku, kau,  Kita, beserta cinta yang istimewa.

Yatie 2015

Menemukanmu....


Menemukanmu seperti menemukan oase di tengah padang pasir tandus,
Lebur segala dahaga penantian tak berujung

Menemukanmu seperti menengadah memandang aurora di langit kutub utara,
Luruh segala dingin yang menggigit sendi-sendi raga.

Garis-garis perjalanan yang kau lalui, dan yang ku lalui berpotongan di satu titik yang tak terduga, di suatu waktu yang paling bijak bagi-Nya untuk mengijabah doa-doaku yang kian terasa mustahil

Kau tertawa, Kau tersenyum, Kau berekspresi, begitu nyata. 
Tapi aku tak ubahnya hantu kasat mata yang tetap tak mampu kau tangkap dalam gelombang manusiamu. Keberadaanku hampa, tak beraura.
Menemukanmu. Bukankah ini cukup? Aku tak pantas meminta lebih.

Kau masih dengan mata kanak-kanak yang sama, mata yang senantiasa dinaungi bulumata luarbiasa lentik, tapi kutahu kau demikian mendewasa.

Betapa manusiawinya gerak-gerikmu, Gesturmu. Kau lagi-lagi tersenyum, kau lagi-lagi tertawa

Di tengah keramaian dan hiruk pikuk ini, aku hanya mampu menatap sekejab, untuk sekedar mengabadikan moment, mengkristalkan rasa, agar nanti setelahnya tak ada yang patut kusesali.

Karena mungkin saja, setelah ini, tak akan ada pertemuan-pertemuan lagi, garis kita tak lagi berpotongan.

Kita menginjak lantai yang sama, terpaut jarak tak lebih lima meter,
Tapi mengapa aku merasa kau terlampau jauh?,
Aku bahkan tak mampu bertelepati seperti yang kuharapkan jika kita bertemu
Bertelepati? konyol dan berlebihan. Untuk itu, aku harus lebih dulu menyamakan kasta. Kau dan aku selalu terasa dalam dimensi yang berbeda.

Kau masih pria dongeng yang sama, yang hadir sekelebat kemudian menghilang secepat kilat sehingga semua yang ada dalam anganku hanya tinggal wacana.

Mungkin adalah tabu menatapmu demikian lama. Semakin lekat kutatap semakin lebar jurang pemisah menganga. Semakin lekat kutatap, semakin tinggi singgasanamu mencuat. Aku tahu, aku selalu berada pada titik yang tak mampu meraih.

Bolehkah aku merasa lega? Melihatmu baik-baik saja. Bahwa kau mampu tertawa dan bahagia?
Menyadari ini semua, betapa gila aku mencinta, hingga kabur terasa sekat-sekat rasionalitas dan fantasi. Betapa sempurna aku menjadi bodoh. Betapa keterlaluan perasaan ini menyiksa.
Lantas apa yang kumampu?

Riak-riak tak terduga selalu datang tanpa petanda
Berubah menjadi badai, menggetarkan palung hati sehingga remah-remah pengharapan mencuat ke permukaan

Menemukanmu,
Ingin membuatku segera terbangun dari mimpi
Karena jauh sudah hatiku tersesat
Arah pulang menjadi ambigu

Menemukanmu…

17 Mei 2015
Di keramaian pesta




Kamis, 12 Maret 2015

Rentang Waktu

__Tahun ini, hari ini, detik ini
Aku tahu sejauh apapun aku pergi, kita akan bertemu pada suatu waktu
Seperti di detik ini, berdiri berseberangan dalam diam
Kita berlomba-lomba menjadi patung dan hanya menatap satu sama lain, seolah-olah mencari cerita dalam rongga mata masing-masing.
Aku, juga perasaanku, susah payah menghindarimu
Aku, juga hatiku, susah payah berdamai dengan penyesalan
Lantas, mengapa kita harus bertemu dan bertatap muka seperti sekarang?

__Beberapa tahun yang lalu
Jangan mengasihaniku, aku sendiri atas pilihanku
Dan kau berdua atas pilihanmu,

­__Detik Ini
Sekarang, atau pun dulu aku tak bisa membaca hati
Awalnya kupikir kau juga berpaling dan mencoba berdamai atas keputusanku
Tapi kini, yang kulihat, kau sudah menyesuaikan diri.
Menutup celah-celah yang dulu kau harap aku mampu mengisinya
Kini, kau berdiri dihadapanku. Tersenyum. Apa maksud senyum itu?
Kau mengejek?
Kau ingin bilang kau bisa bahagia tanpa aku disisimu?
Tak usah repot-repot, Aku tahu

__Detik ini
Jangan berbaik hati lagi, aku tak sudi menerimanya
Imajinasiku dipenuhi dirimu dan dia
Aku muak. Aku marah. Entah mengapa,
Tapi aku pandai berpura-pura
Aku pandai berpura-pura  ‘aku tak apa-apa’

­__Detik ini
Perlahan kulangkahkan kakiku, melewatimu yang bergeming
Aku ingin menjadi yang pertama meninggalkan
Aku tak ingin ditinggalkan, itu terlalu menyakitkan
Jangan  cegah aku, jangan tahan aku.
Tapi apa?
Kau menangkap pergelangan tanganku.
Aku ingin menepis, tapi tak bisa,
Sejak kapan kau menjadi begitu kuat?
Dan lihat tatapan matamu,? Cihh, aku tak butuh
Aku tak percaya kata-katamu, dulu, juga sekarang
Kau sandera jiwa pecundangmu dibalik kata-kata bersayap
Untungnya aku tak tertawan di dalamnya
Setahun, dua tahun, tiga tahun, berapa? Berapa kali putaran bumi perasaan itu mampu kau jaga?
Sangat sebentar, wahai lelaki
Setelahnya kau langsung mengikat hubungan dengan orang lain
Secepat itu kau jatuh cinta
Kau benar-benar seorang pecundang
Aku tak ingin  sekarat karenamu
Aku akan tegar jika kita berhadapan lagi, Meski sendiri

__Beberapa tahun lalu
Aku menangis, menyadari perasaanmu
Telah lama aku diabaikan
Tapi aku tak bisa menerima perasaan itu,
Aku tidak yakin
Aku takut, terlalu takut akan menyakiti hatimu juga hatiku
Aku takut patah hati lagi, dan aku takut sewaktu-waktu melukaimu
Aku memang egois
Dan lihat, kau malah tersenyum, seolah bisa menerima
Apakah kau marah? Apakah kau kecewa?
Katakan sesuatu, aku tak bisa membaca hati.
Kau bungkam,
Esoknya kita kembali berpapasan secara tak sengaja
Dan kau bergeming seolah tak mengenalku
Maaf, maaf
Aku ingin selalu berbuat baik padamu. Tapi soal perasaanmu, itu diluar kendaliku
Tapi apa yang kemudian kita lakukan? Tarik ulur seolah kita main layangan.
Lalu kau tiba-tiba mengabarkan kau tak sendiri
Tersirat, kau ingin bilang bahwa aku putus benang
Dibalik kabarmu, kau ingin mengingatkanku agar jangan bermain layangan lagi
Ini seperti lelucon, entah kau atau aku yang bimbang
Aku benar-benar tak ingin menemuimu lagi
Sungguh
Kini aku mencoba
Jadi jangan datang lagi
Mari kita tinggalkan semuanya
Aku, kau, kita, tidak pernah ada


Pertengahan Maret 2015
Ps: tentang kisah seorang cinggu, semoga tersampaikan. "sori ya nake, udah dipublish (^_^)v

Jumat, 06 Maret 2015

Dua Keping

Keping Pertama :  Siapakah Aku?
Siapakah aku?
Yang tak lagi mampu kau ingat setelah tahunan lamanya.
Untukmu, Aku masih mampu mengingat tatapan mata dengan sinar rembulan milikmu bertahun-tahun yang lalu
Siapakah aku?
Debu. Debu. Hilang dalam sekali hembusan .
Untukmu, Aku masih mampu meraba debu itu. Secuil hal yang masih melekat dan tak pernah kuanggap debu
Siapakah aku?
Tak ada, tak pernah ada dalam ceritamu. Tidak melalui satu tokoh pun aku mampu menyatakan eksistensi
Untukmu, Aku masih merasakan kehadiranmu, dalam detik, menit, jam, hingga skala waktu yang paling besar sekalipun. Malam-malam sekarat akan bayang-bayangmu
Siapakah aku.
Tak ada. Nyaris utopia
Untukmu, Aku masih mencinta, lekat hingga lapisan tulang, hingga membran sel paling tipis…
Kau masih ada disitu.

Keping kedua : Pesan Terdalam untukmu
Kau telah menempuh jalan panjang
Kau telah mengupayakan nyaris semuanya
Kau memang tak mendapatkan apa yang kau begitu kau mau
Tapi Allah memberi ganti yang lebih baik dari apa yang kau mau

Sekarang, kumohon berbahagialah
Dengan seseorang yang telah menerimamu sebagai teman berbagi takdir
Yakinilah ia yang terbaik
Dan pencarianmu telah usai
Jangan ingat akan aku
Jangan pikirkan masalalu
Jangan pernah kecewa atas semua perjuangan dan rasa sakit yang kau terima
Yang tak kau dapat mungkin memang bukan yang tepat untuk kau miliki
Lupakan, sepenuhnya lupakan
Kau memang harus berpaling dariku
Seseorang yang hanya mampu melukaimu demikian banyak dan demikian sering
Lanjutkanlah hidupmu
Berbahagialah

 Maret 2015

Minggu, 01 Maret 2015

Jasad

Seberapa penting jasad tempat ruh kita bersemayam,
Seberapa pentingkah?

Apa hanya sebagai akomodasi menginapnya jiwa?
Apa hanya sebagai tranportasi mengendarai perjalanan hidup?

Lalu, demikian banyak manusia menilai jasad bernyawa ini.
Membuat ukuran Cantik, jelek, tinggi, putih, kurus, gemuk, jerawatan, kribo dan sebagainya
Seberapa penting itu semua?
Seolah-olah jasad adalah model iklan
Lalu sesuatu meperbudak kita, entah apa entah siapa?
Menawarkan produk-produk agar kita mencapai standart umum jasad yang selayaknya


Seberapa pentingkah jasad??





Waktu Telah Meniadakan Kita

Vin menatap nanar api yang berkobar dalam bejana di depannya, asap mengepul dan kemudian pandangannya mengabur. Pandangannya kembali jelas setelah bulir-bulir itu tumpah dari bola matanya. merembes dipipinya. Api melahap berlembar-lembar kertas. Nyatanya itu hanya bundelan kertas, tapi bagi Vin, api itu sedang melahap hidupnya.


"Mengapa aku menulis? karena aku tidak ingin waktu meniadakan memori kebersamaan kita. aku tidak ingin waktu meniadakan kita"

Vin tersenyum getir mengingat ucapanya dulu. Sekarang setelah enam tahun berlalu, ia ingin menulis sesuatu lagi. Memulai lagi apa yang begitu ia senangi. Menulis. Vin mulai menulis, lembar kertas pertamanya lagi, sejak enam tahun lalu meniadakan mereka dalam kobaran api.

Di hari yang hening ini, aku ingat sesuatu. Aku membakar tulisan-tulisanku. Semua yang hanya mampu kuterjemahkan dalam bait-bait kata dan kalimat tentang perasaanku kepadamu. Banyak sekali, berlembar-lembar. Puisi, cerita, jurnal harian, diary, yang didalamnya tak pernah luput kutulis namamu.

Dalam sebuah bejana besi, dimana api berkobar di dalamnya. Kumasukkan berlembar-lembar kertas itu. yang kemudian bertransformasi menjadi abu. Hitam, legam, seperti yang kurasakan. Namun itu tak lantas memusnahkan kenangan dan apa yang tersisa dihatiku. Cinta, benci, kelewat kecewa tetap lekat tertinggal. Entah sebentar, entah lama, atau mungkin selamanya.

Awalnya kupikir, semua yang ingin kukatakan padamu akan ditiadakan waktu. Akan ditiadakan memori. Sejauh manakah kita dapat mengingat kenangan? Karena itu aku menulis. Aku tak ingin waktu meniadakan kita serta perasaan ini. Tapi kemudian aku merasa, apa yang kupikirkan dulu keliru. Waktu tetap meniadakan segalanya.

Suatu kali kau bilang kau perlu bukti tentang semua perasaanku. Kau meragukan perasaanku karena aku bahkan tak pernah mengungkapkanya.  Lalu kujawab, bahwa tak ada yang memang mampu kubahasakan secara lisan. Aku mengatakan padamu bahwa kau tak perlu khawatir karena semua yang kurasa telah kutuliskan rapi. Kata, kalimat, bait, sampai menjadi bundelan kertas-kertas semua ada. Kau terkejut, kau mendesakku memberikan bukti konkret itu secepatnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan. Lalu kemudian apa?, Kita mengakhirinya begitu saja, bahkan sebelum sempat memberikan bundel kertas itu.

Suatu sore, sambil berpegangan tangan kita memutuskan berpisah. Aku menggenggam tanganmu demikian erat. Sebuah upaya, agar airmataku tak tumpah. tapi sia-sia. Aku tak ingin menyesalkan keputusan kita. Setelahnya, kau mengantarku pulang, bahkan sampai di depan pintu rumah. Tapi tak kau ucapkan sepatah katapun lagi bahkan kau langsung melesat pergi tanpa pernah menatapku. kemudian yang kulakukan adalah mencari bundel kertas itu.

Di hari yang hening ini, aku tak tahu harus merasa bersyukur atau menyesal karena tak sempat memberikan tulisan-tulisan itu dan malah memusnahkannya. waktu telah meniadakan kita. Sekarang, kau, juga aku telah melanjutkan hidup, menempuh jalan kita masing-masing. 

Setelah enam tahun berlalu -Vin-

Vin menutup lembar pertama jurnalnya. Ia akan berdamai setelah enam tahun

Awal Maret 2015


Sabtu, 28 Februari 2015

Tinggal Menunggu Saja

Allah pasti telah merencanakan sesuatu untukku
Untuk perjalanan ini
Entah itu mudah atau sulit
Entah itu cepat atau lambat
Semua telah ia tulis dalam karya Takdir

Aku hanya tinggal menunggu sambil  berusaha
hanya perlu bertawakal dan berikhitiar
Kadang sampai lelah bertanya-tanya?
Tidakkah nasib benar-benar mengejutkan
Masihkah ada prospek yang jelas?
Dan kemudian semua berujung pada tanya yang lebih besar lagi

Barangkali memang telah disiapkanNya
Sesuatu dan seseorang yang lebih baik
Sesuatu yang sangat kubutuhkan
Entah cepat atau lambat
Entah kukeketahui atau tidak
Bukankah RencanaNya sangat matang dan sempurna?
Bukankah ia akan mengeksekusi di saat yang tepat?

Lalu, tinggal menunggu saja

Jumat, 27 Februari 2015

My First Movie Review : My Brilliant Life (Korean Movie 2014)



Sebenarnya, dari lubuk hati yang paling dalam, saya selalu memiliki niat yang kuat untuk nge-review film sehabis menontonnya di bioskop. Akan tetapi niat hanya tinggal niat, karena sepulang menonton saya lebih sering langsung rebahan di kasur sampe melupakan jalan cerita dan pendapat saya tentang film yang baru ditonton tadi sehingga keinginan tersebut menguap begitu saja. Dan di postingan kali ini, saya mencoba menulis review film -yang sayangnya bukan saya nonton di bioskop-, lets ceck it out!!!

Gencarnya 'sepasang aktivitas' yakni menonton K-drama dan membaca review film-film bioskop di salah satu blog film belakangan ini, membuat saya ingin mencoba-coba peruntungan (memangnya dagang?)  untuk memadukan dua aktivitas tersebut yaitu me-review sebuah film. Di kesempatan pertama ini saya akan nyoba review  sebuah film asal negeri ginseng Korea berjudul My Brillian Life. Film ini tayang perdana sekitar setengah tahun lalu. Lantas, kenapa saya baru review sekarang sodara-sodaraaa?? yaaa...karena saya baru nonton beberapa hari lalu, eheheh...(ngeless)

My Brilliant Life tayang perdana 17 Juli 2014 di  negara asalnya dan sempat menduduki tangga Box Office dengan catatan jumlah penonton yang fantastis di beberapa hari penayangan perdananya. Film ini juga mendapat respon yang positif dari penikmat film dan sejumlah kritikus film dan sempat melenggang keluar negeri dan tayang dalam Festival Film Internasional di Hawaii.

My Brilliant Life merupakan film adaptasi dari sebuah novel bestseller karangan Kim Aeran berjudul "My Palpitating Life" yang mengisahkan kehidupan sepasang suami istri. -Dae Soo (Kang Dong Won) dan Mi Ra (Song Hye Kyo)- yang berjuang mengasuh anak sematawayang mereka -Ah Reum,-berusia 16 Tahun- yang menderita penyakit langka bernama Progeria (Percepatan pertumbuhan / penuaan dini).

Film dibuka dengan narasi dari Ah Reum melalui curhatnya dalam E-diary nya. Ah Reum menulis tentang  kisah pertemuan pertemuan dan masa muda orangtuanya dan juga bercerita tentang dirinya yang tak pernah mengenyam bangku sekolah formal seperti anak seusianya pada umumnya. Dengan Plot Maju-mundur, film menceritakan kehidupan dan perjuangan Ah Reum menghadapi penyakitnya serta kisah Dae Soo dan Mi Ra muda ketika masih masa pacaran sampai menikah dan memiliki Ah Reum.

Melalui tulisan Ah Reum, film kemudian mengisahkan pertemuan Mi Ra dan Dae Soo. Mi Ra dan Dae Soo menikah di usia ke -17, karena Mi Ra kecolongan hamil duluan. karena kedua keluarga mereka terlanjur murka, Dae Soo dan Mi Ra memilih meninggalkan keluarga masing-masing juga berhenti sekolah dan mulai belajar membangun rumahtangga di usia yang sangat belia. Masalah kemudian muncul ketika anak mereka, Ah Reum didiagnosa menderita penyakit langka bernama Progeria dimana penderita mengalami percepatan penuaan pada fisiknya 5-10 kali lebih cepat dibanding manusia normal. Anak yang menderita progeria secara fisik akan terlihat lebih tua dari umurnya dan juga sangat mustahil berumur panjang, karena penderitanya juga akan dihinggapi penyakit-penyakit usia lanjut seperti Stroke, Jantung, Rematik dan lain-lain. Dengan kehidupan serba sederhana dimana Dae Soo hanya berprofesi sebagai supir Taksi dan Mi Ra yang bekerja di Perusahaan Laundry, tentu perjuangan yang dilalui keluarga kecil ini terasa berlipat ganda.

Konflik mulai muncul ketika Keluarga ini menerima tawaran untuk mengisi sebuah acara Reality Show di sebuah stasiun TV Nasional. Kisah Perjuangan Ah Reum menghadapi penyakitnya yang di tonton masyarakat Korea mendadak membuatnya terkenal. Dukungan dan simpati banyak bermunculan namun tidak sedikit pula cibiran yang datang pada keluarga ini. Konflik lain muncul ketika Ah Reum mulai berkenalan dan berbalas email dengan seorang gadis seusianya yang juga menderita penyakit mematikan bernama Suh Ah. Intensitas Ah Reum berbagi cerita dengan gadis itu meskipun hanya melalui dunia maya memunculkan perasaan lain di hatinya. Selayaknya remaja seusianya, tampaknya Ah Reum mulai menyukai gadis itu. Yang tidak diketahui Ah Reum adalah hubungannya dengan Suh Ah hanya settingan belaka yang dilakukan produser demi kepentingan pembuatan film. mengetahui hal tersebut tentu membuat Ah Reum kecewa dan sedih serta memicu kemarahan orangtuanya  kepada pihak produser.

Review
Film yang mengusung thema dimana sang tokoh utama menderita penyakit mematikan memang bukan hal asing lagi di dunia perfilman belakangan ini. Baik film lokal maupun film luar sering mengangkat film berthema serupa, yang membedakan mungkin hanya storyline dan konflik di dalamnya akan tetapi pada dasarnya film-film seperti ini berending kurang lebih sama yaitu kematian tokoh utama.

Penyakit Progeria juga pernah diangkat dalam sebuah Film Bollywood berjudul "Paa" yang diperankan oleh pasangan ayah-anak, Amitabh-Abishek Bachan. Tak heran,  begitu menyaksikan Trailer film ini saya langsung bisa menduga penyakit yang diderita Ah Reum juga progeria. Akan tetapi, meski mengusung cerita dengan tokoh penderita penyakit progeria, namun kedua film ini memiliki storyline yang berbeda.

Menurut saya, My Brilliant Life merupakan film bergenre Melodrama yang sangat sederhana, tapi entah kenapa, secara personal dan tentu saja subjektif, saya mengakui kalau film ini bagus. Tak melulu menyuguhkan scene penguras airmata tetapi juga menyelipkan scene-scene lucu pemancing tawa terutama oleh pasangan Dae Soo dan Mi Ra. Sebagai pasangan orangtua muda yang sudah memiliki anak remaja, tingkah mereka  terkadang konyol dan aneh.

Awal ketertarikan saya pada film ini tentu saja karena salah satu lead actornya, yang mana adalah The Most Wanted Male, Ahjussi Kang Dong Won. Sejak membaca novel Infinitely Yours-nya Orizuka, I dont know why, Iam so curious about him dan jadi pengen nonton fim-filmnya. Jadi, begitu nemu DVD nya saya senang bukan kepalang, nggak sabar nonton dan janji review (curhaaat Mode On).

Setelah nonton, Personally I like this movie. Meskipun bukan film yang bikin susah Move on, (saya percaya kalau film bagus itu sering terngiang-ngiang  pas siap nonton dan susah bikin move on) tapi saya mengakui kalau film ini lumayan sebagai sebuah tontonan dan nggak terlalu berat (saya juga percaya kalau tontonan bagus itu seharusnya menghibur dan menyampaikan pesan moral bukan malah memberatkan penonton dan buat penonton kebanyakan mikir dan berspekulasi *ketauanTipePenontonMalasMikir*)

Film dengan cerita sejenius dan semenarik apapun, tentu akan sia-sia  kalau tidak didukung para Cast yang mumpuni. beruntungnya, My Brilliant Life diisi oleh jajaran aktor dan aktris korea kelas wahid. Siapa yang tidak kenal Kang Dong Won dan Song Hye Kyo?? Kemampuan olahperan mereka tentu udah nggak diragukan lagi. Dan, kali ini, Kang Dong  Won- Song Hye Kyo benar-benar duet maut sebagai pasangan suami istri Dae Soo-Mi Ra. Chemistry yang mereka bangun pun demikian natural. Kang Dong Won dan Song Hye Kyo Sukses tampil lucu dan komikal. Disini kita bisa lihat Kang Dong Won yang sangat kocak (apalagi potongan rambutnya pas 17 tahun, bikin ngakak) dan yang patut diacungi jempol adalah Song Hye Kyo yang anggun itu sukses berubah image jadi ibu rumah tangga biasa (sikapnya, cara ngomongnya, dan yang paling meyakinkan adalah rambutnya, Yaolohh, itu rambut, acak kadut, pas banget kayak emak-emak). Dan untuk pemeran Ah Reum (nggak tau siapa namanya) akting juga bagus. Pasti nggak mudah beradu akting dengan aktor-aktris sekelas Kang Dong Won dan Song Hye Kyo tanpa dibandingkan. Jadi yahhhh, bagus.

Okaylaaa pemirsahh, akhirnya tuntas juga review film yang gaje menjurus curcol ini. Akhir kata saya mau bilang kalau film ini (untuk kesekian kali):Bagus. Saya kasih 4 dari 5 bintang. (capricorn, aquarius, pisces.....okee, bukan bintang yang itu). Dan, film bagus gak melulu harus punya storyline yang bombastis, visualisasi megah nan mahal, dan gelontoran budget fantastis. My Brilliant Life Membuktikannya. Bahwa film sederhana namun sarat pesan akan perjuangan dan ketabahan juga bisa mencuri hati penonton. melalui film ini, kita bisa belajar banyak dari keluarga kecil ini.

Akhir February 2015
Fitria Tee




































Rabu, 25 Februari 2015

Pengalaman Bertemu Orang-Orang

Kadang, apa yang tak ingin kita dengar adalah kalimat-kalimat paling jujur yang datang dari mulut-mulut yang tidak terlalu kita kenal atau mengenal kita, dan kadang datang dari mulut-mulut orang yang tidak kita suka

Kadang, orang-orang terdekat kita hanya diam untuk menjaga perasaan kita. Jikalau mereka berterus terang dan menertawakan, mungkin kita akan terluka. Mungkin dalam dia mereka, mereka sangat ingin kita berubah.

Pengalaman bertemu orang-orang memang tak terduga. Bisa saja banjir pujian atau malah mendapat kritik dan hujatan. Dan tak selamanya imun kita tebal, Adakalanya hati tergores dan airmata mengalir

Tak ada larangan manusia-manusia berpendapat, tetapi kata-kata tajam seperti sayatan pedang, penilaian-penilaian lugu namun sinis tetap saja terumbar.

Andai saja kita, manusia-manusia sok hebat dan selalu merasa lebih ini dapat bertukar rasa dan beban agar lebih berempati. Mungkin hati-hati yang tergores akan berkurang.





**menurutku sikap yang paling bijak ketika melihat temanmu sedang dipermalukan adalah membelanya atau berpura-pura tak dengar bukan malah ikut nimbrung menertawakannya.ck..




Kamis, 05 Februari 2015

Dari Drama ke Drama




Bisa dibilang saya bukanlah penggemar berat –garis-keras- drama-drama korea. Drama korea yang paling lekat diingatan saya hanyalah Full House dan Princess Hours. Sejujurnya, Saya menyukai semua tontonan sejenis drama dan film dari Negara manapun dengan berbagai genre asalkan tontonan itu memang bagus dan menarik. Tapi untuk menonton cerita bersambung sejenis sinetron, terutama yang tayang akhir-akhir ini di tv-tv lokal saya sangat-sangat ogah.  Akan tetapi. kalau dibilang belakangan saya, beserta seorang yantchan  –agak- kecanduan drama korea, Saya juga tidak bisa menyangkal. 

Semuanya berawal dari sebuah stasiun tv lokal yang menayangkan drama korea berantai setiap sore harinya. Saya dan yantchan secara kontinu mengikuti dan hampir mati penasaran di akhir episodenya. Demi melunasi rasa penasaran kami, akhirnya diambillah  keputusan yang paling bijak. Sesuai kesepakatan kami membeli saja kasetnya dan menonton sekali jadi sampai tamat.  Hal ini cukup mudah dilakukan mengingat drama-drama korea hanya berkisar 15-20 episode dengan durasi lebih kurang 40 menit per episodenya. Berbeda sekali dengan sinetron-sinetron lokal di stasiun tv swasta yang jumlah episodenya mencapai ribuan dan kadang diproduksi sampai beberapa berapa season.

Berbeda dengan saya, yantchan memiliki kekebalan alias imunitas -terserang virus drama korea- yang sangat rendah. Alhasil, kemudian dia terus memburu drama demi drama  korea yang sudah di survey melalui youtube sebelumnya demi memuaskan -Kdrama fever-nya. Saya sendiri lebih memilih menyeleksi (secara personal sesuai selera) drama-drama korea yang akan saya tonton dan sudah dipastikan drama bergenre horror dan drama dengan tokoh utama yang biasa saja tidak akan lolos seleksi.

Drama terakhir yang saya nonton adalah The Three Musketeer atau Samchongsa dalam versi koreanya. Selesai menamatkan drama ini, saya menyimpulkan bahwa The Three Musketeer merupakan sebuah tontonan berseri yang lumayan asik dan entertaining. I almost like the crown couple scene.

The Three Musketeer merupakan salah satu Saeguk Drama (Drama dengan Setting kerajaan pada masa Dinasti Joseon) yang terdiri dari 12 episode saja. Sangat sedikit untuk ukuran drama korea.  Drama ini baru selesai ditayangkan akhir tahun lalu di tvN, salah satu stasiun tv di Korea. Rencananya, drama ini akan diproduksi menjadi tiga season yang masing-masing terdiri dari 12 episode akan tetapi kabar terakhir yang terdengar, drama season dua dan tiga batal diproduksi. Sungguh sebuah kabar buruk mengingat saya cukup penasaran menanti sekuel selanjutnya.

Saya akan bercerita sedikit, The Three Musketeer merupakan sebuah novel legendaris karya Alexader Dumas yang sudah diadaptasi ke berbagai jenis film oleh berbagai Negara. Cerita tiga pendekar tangguh melawan musuh dengan satu misi yang sama tentu tidak lagi asing di telinga kita. Kali ini, cerita The Three Musketeer diadaptasi menjadi drama seri korea berjudul Samchongsa, dengan setting pada masa Joseon kala pemerintahan Raja In Ho. The Three Musketeer alias tiga pendekar yang diceritakan dalam drama ini ialah Pangeran Seohyun anak Raja In Ho beserta kedua pengawal setianya Seung Po dan Min Seo serta tambahan seorang pemuda desa yang merupakan pegawai istana bernama Park Dal Hyang.

Awal ketertarikan saya dan (lagi-lagi) yantchan pada drama seri ini mungkin bukan perihal penting melainkan karena salah satu pemerannya yaitu si Cool Yong Hwa, vocalist cnBlue yang berperan sebagai Park Dal Hyang. Kali ini Yong Hwa memainkan peran seorang pemuda desa yang jago bela diri dan bermain pedang. Cerita berawal dari perjalanan Park Dal Hyang ke ibukota Hanyang untuk mengikuti ujian militer kerajaan demi menjadi pegawai istana. Dalam perjalanannya ia mengalami banyak rintangan sehingga ia baru sampai ke ibukota Hanyang setelah dua bulan kemudian. Sebuah insiden terjadi di malam pertama setiba ia di ibukota. Teman satu kamarnya diserang sekumpulan orang tidak dikenal agar tidak bisa ikut ujian esok hari. Sekumpulan penyerang itu diduga merupakan orang-orang bayaran yang ditugaskan menyerang peserta-peserta yang berpeluang lulus ujian demi tujuan tertentu. Sebagai pemuda lugu dan baik hati, Park Dal Hyang berinisiatif mengejar para penyerang tersebut.  Ia kemudian meminta bantuan kepada tiga pemuda berkuda yang kebetulan lewat yang tak lain adalah Pangeran dan kedua pengawalnya Seung Po dan Min Seo. Setelah insiden itu pangeran dan kedua pengawalnya memperkenalkan diri sebagai tiga pendekar kepada Park dal Hyang. Pertemuan hari itulah yang kemudian memunculkan Konflik demi konflik satu per satu. Di drama ini kita akan terhibur oleh keluguan Park dal Hyang, Seung Po yang kocak dan selalu memancing tawa, Min Seo yang charming dan tentu saja sang putera mahkota seohyun dan kisah romance nya bersama sang putri mahkota. Lebih seringnya, drama saeguk korea bercerita tentang intrik perebutan tahta, kisah cinta, perang dalam konteks pengisahan yang serius. Namun drama seri The Three Musketeer ini dibalut komedi yang mampu memancing tawa meskipun disisi lain tetap menampilkan konflik yang serius dan adegan perkelahian serta adu pedang yang cukup menegangkan.

Usai Menamatkan drama ini, saya menyadari satu dan lain hal. Tak heran begitu banyak masyarakat Indonesia terutama remaja yang keranjingan menonton drama korea. Ide cerita drama korea selalu segar dengan jalinan konflik dengan porsi yang pas sehingga sayang untuk dilewatkan. Meskipun kebanyakan drama romance, penceritaan tiap episodenya disajikan dengan kreatif, entah itu dibalut komedi, action, maupun drama penguras airmata. Drama korea diproduksi dengan anggaran yang tidak sedikit dan digarap serius selayaknya film bioskop serta didukung oleh aktor-aktor yang mumpuni sekaligus berwajah charming. Skrip dan jumlah episode sudah ditetapkan sebelum di produksi. Jadi tidak ada cerita tokohnya mendadak hilang ingatan dan sesudah mati hidup kembali dengan konyolnya untuk memperpanjang episode jikalau nanti ratingnya naik sewaktu tayang.

Saya jadi bertanya-tanya, kapan produser-produser sinetron lokal insyaf dan mulai membuat sinetron dengan konten yang bagus dan berkualitas? Tidak hanya berpatokan hal-hal semacam rating bagus, untung besar dan selera pasar. Saya masih ingat sebuah drama seri yang tayang sore di sebuat stasiun tv swasta hari beberapa tahun yang lalu berjudul “anak kaki gunung”. Drama tersebut memang mengangkat thema sederhana, namun begitu banyak pesan moral yang mampu dipetik. Namun sayang, drama tersebut berhenti ditengah jalan karena rating yang rendah. Saya tahu kalau selera adalah masalah personal, akan tetapi tentu kita dapat menilai mana yang lebih baik antara kisah semangat anak-anak desa dan guru yang bersahaja dibanding cerita cinta-cintaan remaja antara vampire dan manusia.

Mari kita sedikit berkaca pada drama seri korea. Terlepas dari stereotype sebagian orang yang mengatakan para aktornya sering oplas dan berwajah palsu, drama korea selalu mengangkat thema_thema tertentu dan mampu mengemasnya menarik. Pengisahan kehidupan detektif kepolisian, kehidupan dalam istana, kehidupan para musisi, seniman, sampai para dokter dapat kita jumpai dalam drama korea. Hal-hal seperti ini sedikitnya memperluas wawasan kita tentang disiplin ilmu tertentu dan tentunya sekaligus belajar bahasa korea (jika kita menonton yang tidak di dubbing).
Kembali ke kisah drama saeguk korea. Sangat banyak drama saeguk korea yang begitu banyak disukai penggila drama. Lalu, apa kabar tentang drama-drama kerajaan kita yang menceritakan sejarah? Bukannya tidak pernah produser-produser LokaI mengangkat cerita dengan thema demikian. Namun alangkah sedikit peminatnya. Mengapa? Mungkin salah satunya karena, drama kerajaan lokal lekat dengan image yang unreal dan tidak masuk akal. Semisal naga terbang dan kemampuan menghilang juga adu tenaga dalam dengan efek visual yang, yaaahhh…. Ala kadarnya. Coba ingat-ingat, paling tidak kita pernah lihat sekali, adegan dimana pendekar dan mak lampir bertarung saling berhadapan dalam jarak tertentu hanya dengan mengacungkan telapak tangan yang mengeluarkan cahaya warna-warni.

Sebelum saya mengakhiri postingan kali ini, pertanyaan lugu yang terus mengganggu saya adalah ‘Apakah benar drama-drama kerajaan itu sesuai sejarah? Apakah Patih Gadjahmada mengendarai elang raksasa pada saat menjalankan tugas kerajaan dimasanya? Entahlah.

Fitria_tee