Kamis, 12 Maret 2015

Rentang Waktu

__Tahun ini, hari ini, detik ini
Aku tahu sejauh apapun aku pergi, kita akan bertemu pada suatu waktu
Seperti di detik ini, berdiri berseberangan dalam diam
Kita berlomba-lomba menjadi patung dan hanya menatap satu sama lain, seolah-olah mencari cerita dalam rongga mata masing-masing.
Aku, juga perasaanku, susah payah menghindarimu
Aku, juga hatiku, susah payah berdamai dengan penyesalan
Lantas, mengapa kita harus bertemu dan bertatap muka seperti sekarang?

__Beberapa tahun yang lalu
Jangan mengasihaniku, aku sendiri atas pilihanku
Dan kau berdua atas pilihanmu,

­__Detik Ini
Sekarang, atau pun dulu aku tak bisa membaca hati
Awalnya kupikir kau juga berpaling dan mencoba berdamai atas keputusanku
Tapi kini, yang kulihat, kau sudah menyesuaikan diri.
Menutup celah-celah yang dulu kau harap aku mampu mengisinya
Kini, kau berdiri dihadapanku. Tersenyum. Apa maksud senyum itu?
Kau mengejek?
Kau ingin bilang kau bisa bahagia tanpa aku disisimu?
Tak usah repot-repot, Aku tahu

__Detik ini
Jangan berbaik hati lagi, aku tak sudi menerimanya
Imajinasiku dipenuhi dirimu dan dia
Aku muak. Aku marah. Entah mengapa,
Tapi aku pandai berpura-pura
Aku pandai berpura-pura  ‘aku tak apa-apa’

­__Detik ini
Perlahan kulangkahkan kakiku, melewatimu yang bergeming
Aku ingin menjadi yang pertama meninggalkan
Aku tak ingin ditinggalkan, itu terlalu menyakitkan
Jangan  cegah aku, jangan tahan aku.
Tapi apa?
Kau menangkap pergelangan tanganku.
Aku ingin menepis, tapi tak bisa,
Sejak kapan kau menjadi begitu kuat?
Dan lihat tatapan matamu,? Cihh, aku tak butuh
Aku tak percaya kata-katamu, dulu, juga sekarang
Kau sandera jiwa pecundangmu dibalik kata-kata bersayap
Untungnya aku tak tertawan di dalamnya
Setahun, dua tahun, tiga tahun, berapa? Berapa kali putaran bumi perasaan itu mampu kau jaga?
Sangat sebentar, wahai lelaki
Setelahnya kau langsung mengikat hubungan dengan orang lain
Secepat itu kau jatuh cinta
Kau benar-benar seorang pecundang
Aku tak ingin  sekarat karenamu
Aku akan tegar jika kita berhadapan lagi, Meski sendiri

__Beberapa tahun lalu
Aku menangis, menyadari perasaanmu
Telah lama aku diabaikan
Tapi aku tak bisa menerima perasaan itu,
Aku tidak yakin
Aku takut, terlalu takut akan menyakiti hatimu juga hatiku
Aku takut patah hati lagi, dan aku takut sewaktu-waktu melukaimu
Aku memang egois
Dan lihat, kau malah tersenyum, seolah bisa menerima
Apakah kau marah? Apakah kau kecewa?
Katakan sesuatu, aku tak bisa membaca hati.
Kau bungkam,
Esoknya kita kembali berpapasan secara tak sengaja
Dan kau bergeming seolah tak mengenalku
Maaf, maaf
Aku ingin selalu berbuat baik padamu. Tapi soal perasaanmu, itu diluar kendaliku
Tapi apa yang kemudian kita lakukan? Tarik ulur seolah kita main layangan.
Lalu kau tiba-tiba mengabarkan kau tak sendiri
Tersirat, kau ingin bilang bahwa aku putus benang
Dibalik kabarmu, kau ingin mengingatkanku agar jangan bermain layangan lagi
Ini seperti lelucon, entah kau atau aku yang bimbang
Aku benar-benar tak ingin menemuimu lagi
Sungguh
Kini aku mencoba
Jadi jangan datang lagi
Mari kita tinggalkan semuanya
Aku, kau, kita, tidak pernah ada


Pertengahan Maret 2015
Ps: tentang kisah seorang cinggu, semoga tersampaikan. "sori ya nake, udah dipublish (^_^)v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar