__Tahun ini, hari ini, detik ini
Aku
tahu sejauh apapun aku pergi, kita akan bertemu pada suatu waktu
Seperti
di detik ini, berdiri berseberangan dalam diam
Kita
berlomba-lomba menjadi patung dan hanya menatap satu sama lain, seolah-olah mencari
cerita dalam rongga mata masing-masing.
Aku,
juga perasaanku, susah payah menghindarimu
Aku,
juga hatiku, susah payah berdamai dengan penyesalan
Lantas,
mengapa kita harus bertemu dan bertatap muka seperti sekarang?
__Beberapa tahun yang lalu
Jangan
mengasihaniku, aku sendiri atas pilihanku
Dan kau
berdua atas pilihanmu,
__Detik Ini
Sekarang,
atau pun dulu aku tak bisa membaca hati
Awalnya
kupikir kau juga berpaling dan mencoba berdamai atas keputusanku
Tapi
kini, yang kulihat, kau sudah menyesuaikan diri.
Menutup
celah-celah yang dulu kau harap aku mampu mengisinya
Kini,
kau berdiri dihadapanku. Tersenyum. Apa maksud senyum itu?
Kau
mengejek?
Kau
ingin bilang kau bisa bahagia tanpa aku disisimu?
Tak
usah repot-repot, Aku tahu
__Detik ini
Jangan
berbaik hati lagi, aku tak sudi menerimanya
Imajinasiku
dipenuhi dirimu dan dia
Aku
muak. Aku marah. Entah mengapa,
Tapi
aku pandai berpura-pura
Aku
pandai berpura-pura ‘aku tak apa-apa’
__Detik ini
Perlahan
kulangkahkan kakiku, melewatimu yang bergeming
Aku
ingin menjadi yang pertama meninggalkan
Aku tak
ingin ditinggalkan, itu terlalu menyakitkan
Jangan cegah aku, jangan tahan aku.
Tapi
apa?
Kau
menangkap pergelangan tanganku.
Aku
ingin menepis, tapi tak bisa,
Sejak kapan
kau menjadi begitu kuat?
Dan
lihat tatapan matamu,? Cihh, aku tak butuh
Aku tak
percaya kata-katamu, dulu, juga sekarang
Kau
sandera jiwa pecundangmu dibalik kata-kata bersayap
Untungnya
aku tak tertawan di dalamnya
Setahun,
dua tahun, tiga tahun, berapa? Berapa kali putaran bumi perasaan itu mampu kau
jaga?
Sangat
sebentar, wahai lelaki
Setelahnya
kau langsung mengikat hubungan dengan orang lain
Secepat
itu kau jatuh cinta
Kau
benar-benar seorang pecundang
Aku tak
ingin sekarat karenamu
Aku
akan tegar jika kita berhadapan lagi, Meski sendiri
__Beberapa tahun lalu
Aku
menangis, menyadari perasaanmu
Telah
lama aku diabaikan
Tapi
aku tak bisa menerima perasaan itu,
Aku
tidak yakin
Aku
takut, terlalu takut akan menyakiti hatimu juga hatiku
Aku
takut patah hati lagi, dan aku takut sewaktu-waktu melukaimu
Aku
memang egois
Dan
lihat, kau malah tersenyum, seolah bisa menerima
Apakah
kau marah? Apakah kau kecewa?
Katakan
sesuatu, aku tak bisa membaca hati.
Kau
bungkam,
Esoknya
kita kembali berpapasan secara tak sengaja
Dan kau
bergeming seolah tak mengenalku
Maaf,
maaf
Aku
ingin selalu berbuat baik padamu. Tapi soal perasaanmu, itu diluar kendaliku
Tapi
apa yang kemudian kita lakukan? Tarik ulur seolah kita main layangan.
Lalu
kau tiba-tiba mengabarkan kau tak sendiri
Tersirat,
kau ingin bilang bahwa aku putus benang
Dibalik
kabarmu, kau ingin mengingatkanku agar jangan bermain layangan lagi
Ini
seperti lelucon, entah kau atau aku yang bimbang
Aku
benar-benar tak ingin menemuimu lagi
Sungguh
Kini
aku mencoba
Jadi
jangan datang lagi
Mari
kita tinggalkan semuanya
Aku,
kau, kita, tidak pernah ada
Pertengahan Maret 2015
Ps: tentang kisah seorang cinggu, semoga tersampaikan. "sori ya nake, udah dipublish (^_^)v