Jumat, 18 September 2015

Silent

Tuhan pasti punya hitungan matematis sendiri atas kau, aku, dan hubungan searah ini. Aku yang terus mencintaimu setengah mati sekaligus mengagumimu tanpa pernah membelot, dan kau yang terus tak pernah menyadarinya.

 Sebelas tahun bukan waktu sebentar, namun juga bukan waktu yang panjang. Tidak ada skala waktu yang tepat untuk mengukur seberapa lama seseorang terpaku pada satu cinta sepanjang hidupnya. Selama itulah aku berada dalam titik edar tempat kau berada, tapi aku tak ubah roh kasat mata yang tak tertangkap mata telanjangmu.

Tak terhitung bosannya sitha, sahabat terbaikku mengingatkan untuk menyudahi cinta absurdku ini.  Shita pulalah saksi nyata sebelas tahun itu. Sejak kita SMP sampai bangku perguruan tinggi.
Jika memang ada orang selain sitha yang mengetahui cinta absurd ini, mungkin mereka sudah menggangapku tak waras dan menganjurkanku segera konsultasi ke psikiater. Meskipun aku juga tidak yakin psikiater mampu menyelesaikan masalah ini.

Cinta padamu selama sebelas tahun adalah rahasia terbungkus keheningan yang rapi. Hanya kepada sitha aku membukanya. Terlalu jauh bagiku untuk berpaling dan mencoba lupa, kau sudah seperti gravitasi yang harus membuatku selalu lekat.
Aku ingat empat tahun lalu, aku di opname selama seminggu pasca  ujian SNMPTN karena kelelahan belajar. Apakah aku perlu jelaskan kenapa?  Ya, aku harus lulus di UI demi mengejar pusat gravitasiku. Gravitasi yang di paksakan. Kau.

Apakah kau perlu tahu juga kenapa kita bisa bersekolah di SMA yang sama dan sempat dua kali sekelas? Ya, karena alasan yang selalu sama, gravitasiku. Kau. Tidak mudah untuk lulus saringan masuk SMA favorit apalagi kelas unggulan. Dan aku  mampu.
Cinta yang membangkitkan energi positif itulah yang selalu kujadikan sumpalan mulut sitha yg terus cerewet memaksaku menyerah.

Sangat sulit menyamai langkahmu. Kau terlahir dengan kecerdasan alamiah. Sementara butuh usaha ekstra bagiku untuk menapaki jalan yang sama denganmu. Apakah menurutmu aku sudah pantas?

Sebulan yang lalu, kita diwisuda bersama. Jangan tanya lagi kenapa bisa bersama. Kau dengan toga masih segagah lelaki kecil yg dulu mengenakan seragam putih abu abu ataupun putih biru.

Meskipun kau bermetamorfosa menjadi pemuda dewasa nan tampan,  perasan ini tetap ada. Mengarat. Belasan tahun lamanya.

Tahukah kau bagaimana bebalnya cinta? Aku tahu sejak dulu kau hanya menganggapku sebagai Teman SMP, SMA,  bahkan teman kampus sefakultas yang kadang kau temui tak sengaja di kantin atau di perpustakaan. Jika bertemu tak sengaja, kau hanya melontarkan sapaan paling universal sedunia dan aku membalas dengan jawaban basa basi paling universal sedunia. Dan perasaanku masih tetap bebal.

Sebelas tahun ini kau telah puluhan kali gonta ganti pacar, sementara aku tak pernah sekalipun menjalin hubungan pacaran dengan siapapun dan masih mencintaimu dalam keheningan.

Sebulan pasca wisuda kau diterima bekerja di sebuah BUmn. Sementara aku salah satu pelamar yang tak diterima.
Periode berikutnya aku kembali mencoba peruntungan gravitasi, dan aku kembali gagal. Lima kali aku mencoba, dan aku tetap gagal. Mungkin begitulah hitungan matematis Tuhan yang diluar jangkauanku meski sekuat apapun aku mencoba.

Cerita kau dan aku dan Cinta searah ini hanya milikku seorang dan kau yang tak pernah tahu.

Iyatt,
Di september kemarau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar