Kamis, 05 Februari 2015

Dari Drama ke Drama




Bisa dibilang saya bukanlah penggemar berat –garis-keras- drama-drama korea. Drama korea yang paling lekat diingatan saya hanyalah Full House dan Princess Hours. Sejujurnya, Saya menyukai semua tontonan sejenis drama dan film dari Negara manapun dengan berbagai genre asalkan tontonan itu memang bagus dan menarik. Tapi untuk menonton cerita bersambung sejenis sinetron, terutama yang tayang akhir-akhir ini di tv-tv lokal saya sangat-sangat ogah.  Akan tetapi. kalau dibilang belakangan saya, beserta seorang yantchan  –agak- kecanduan drama korea, Saya juga tidak bisa menyangkal. 

Semuanya berawal dari sebuah stasiun tv lokal yang menayangkan drama korea berantai setiap sore harinya. Saya dan yantchan secara kontinu mengikuti dan hampir mati penasaran di akhir episodenya. Demi melunasi rasa penasaran kami, akhirnya diambillah  keputusan yang paling bijak. Sesuai kesepakatan kami membeli saja kasetnya dan menonton sekali jadi sampai tamat.  Hal ini cukup mudah dilakukan mengingat drama-drama korea hanya berkisar 15-20 episode dengan durasi lebih kurang 40 menit per episodenya. Berbeda sekali dengan sinetron-sinetron lokal di stasiun tv swasta yang jumlah episodenya mencapai ribuan dan kadang diproduksi sampai beberapa berapa season.

Berbeda dengan saya, yantchan memiliki kekebalan alias imunitas -terserang virus drama korea- yang sangat rendah. Alhasil, kemudian dia terus memburu drama demi drama  korea yang sudah di survey melalui youtube sebelumnya demi memuaskan -Kdrama fever-nya. Saya sendiri lebih memilih menyeleksi (secara personal sesuai selera) drama-drama korea yang akan saya tonton dan sudah dipastikan drama bergenre horror dan drama dengan tokoh utama yang biasa saja tidak akan lolos seleksi.

Drama terakhir yang saya nonton adalah The Three Musketeer atau Samchongsa dalam versi koreanya. Selesai menamatkan drama ini, saya menyimpulkan bahwa The Three Musketeer merupakan sebuah tontonan berseri yang lumayan asik dan entertaining. I almost like the crown couple scene.

The Three Musketeer merupakan salah satu Saeguk Drama (Drama dengan Setting kerajaan pada masa Dinasti Joseon) yang terdiri dari 12 episode saja. Sangat sedikit untuk ukuran drama korea.  Drama ini baru selesai ditayangkan akhir tahun lalu di tvN, salah satu stasiun tv di Korea. Rencananya, drama ini akan diproduksi menjadi tiga season yang masing-masing terdiri dari 12 episode akan tetapi kabar terakhir yang terdengar, drama season dua dan tiga batal diproduksi. Sungguh sebuah kabar buruk mengingat saya cukup penasaran menanti sekuel selanjutnya.

Saya akan bercerita sedikit, The Three Musketeer merupakan sebuah novel legendaris karya Alexader Dumas yang sudah diadaptasi ke berbagai jenis film oleh berbagai Negara. Cerita tiga pendekar tangguh melawan musuh dengan satu misi yang sama tentu tidak lagi asing di telinga kita. Kali ini, cerita The Three Musketeer diadaptasi menjadi drama seri korea berjudul Samchongsa, dengan setting pada masa Joseon kala pemerintahan Raja In Ho. The Three Musketeer alias tiga pendekar yang diceritakan dalam drama ini ialah Pangeran Seohyun anak Raja In Ho beserta kedua pengawal setianya Seung Po dan Min Seo serta tambahan seorang pemuda desa yang merupakan pegawai istana bernama Park Dal Hyang.

Awal ketertarikan saya dan (lagi-lagi) yantchan pada drama seri ini mungkin bukan perihal penting melainkan karena salah satu pemerannya yaitu si Cool Yong Hwa, vocalist cnBlue yang berperan sebagai Park Dal Hyang. Kali ini Yong Hwa memainkan peran seorang pemuda desa yang jago bela diri dan bermain pedang. Cerita berawal dari perjalanan Park Dal Hyang ke ibukota Hanyang untuk mengikuti ujian militer kerajaan demi menjadi pegawai istana. Dalam perjalanannya ia mengalami banyak rintangan sehingga ia baru sampai ke ibukota Hanyang setelah dua bulan kemudian. Sebuah insiden terjadi di malam pertama setiba ia di ibukota. Teman satu kamarnya diserang sekumpulan orang tidak dikenal agar tidak bisa ikut ujian esok hari. Sekumpulan penyerang itu diduga merupakan orang-orang bayaran yang ditugaskan menyerang peserta-peserta yang berpeluang lulus ujian demi tujuan tertentu. Sebagai pemuda lugu dan baik hati, Park Dal Hyang berinisiatif mengejar para penyerang tersebut.  Ia kemudian meminta bantuan kepada tiga pemuda berkuda yang kebetulan lewat yang tak lain adalah Pangeran dan kedua pengawalnya Seung Po dan Min Seo. Setelah insiden itu pangeran dan kedua pengawalnya memperkenalkan diri sebagai tiga pendekar kepada Park dal Hyang. Pertemuan hari itulah yang kemudian memunculkan Konflik demi konflik satu per satu. Di drama ini kita akan terhibur oleh keluguan Park dal Hyang, Seung Po yang kocak dan selalu memancing tawa, Min Seo yang charming dan tentu saja sang putera mahkota seohyun dan kisah romance nya bersama sang putri mahkota. Lebih seringnya, drama saeguk korea bercerita tentang intrik perebutan tahta, kisah cinta, perang dalam konteks pengisahan yang serius. Namun drama seri The Three Musketeer ini dibalut komedi yang mampu memancing tawa meskipun disisi lain tetap menampilkan konflik yang serius dan adegan perkelahian serta adu pedang yang cukup menegangkan.

Usai Menamatkan drama ini, saya menyadari satu dan lain hal. Tak heran begitu banyak masyarakat Indonesia terutama remaja yang keranjingan menonton drama korea. Ide cerita drama korea selalu segar dengan jalinan konflik dengan porsi yang pas sehingga sayang untuk dilewatkan. Meskipun kebanyakan drama romance, penceritaan tiap episodenya disajikan dengan kreatif, entah itu dibalut komedi, action, maupun drama penguras airmata. Drama korea diproduksi dengan anggaran yang tidak sedikit dan digarap serius selayaknya film bioskop serta didukung oleh aktor-aktor yang mumpuni sekaligus berwajah charming. Skrip dan jumlah episode sudah ditetapkan sebelum di produksi. Jadi tidak ada cerita tokohnya mendadak hilang ingatan dan sesudah mati hidup kembali dengan konyolnya untuk memperpanjang episode jikalau nanti ratingnya naik sewaktu tayang.

Saya jadi bertanya-tanya, kapan produser-produser sinetron lokal insyaf dan mulai membuat sinetron dengan konten yang bagus dan berkualitas? Tidak hanya berpatokan hal-hal semacam rating bagus, untung besar dan selera pasar. Saya masih ingat sebuah drama seri yang tayang sore di sebuat stasiun tv swasta hari beberapa tahun yang lalu berjudul “anak kaki gunung”. Drama tersebut memang mengangkat thema sederhana, namun begitu banyak pesan moral yang mampu dipetik. Namun sayang, drama tersebut berhenti ditengah jalan karena rating yang rendah. Saya tahu kalau selera adalah masalah personal, akan tetapi tentu kita dapat menilai mana yang lebih baik antara kisah semangat anak-anak desa dan guru yang bersahaja dibanding cerita cinta-cintaan remaja antara vampire dan manusia.

Mari kita sedikit berkaca pada drama seri korea. Terlepas dari stereotype sebagian orang yang mengatakan para aktornya sering oplas dan berwajah palsu, drama korea selalu mengangkat thema_thema tertentu dan mampu mengemasnya menarik. Pengisahan kehidupan detektif kepolisian, kehidupan dalam istana, kehidupan para musisi, seniman, sampai para dokter dapat kita jumpai dalam drama korea. Hal-hal seperti ini sedikitnya memperluas wawasan kita tentang disiplin ilmu tertentu dan tentunya sekaligus belajar bahasa korea (jika kita menonton yang tidak di dubbing).
Kembali ke kisah drama saeguk korea. Sangat banyak drama saeguk korea yang begitu banyak disukai penggila drama. Lalu, apa kabar tentang drama-drama kerajaan kita yang menceritakan sejarah? Bukannya tidak pernah produser-produser LokaI mengangkat cerita dengan thema demikian. Namun alangkah sedikit peminatnya. Mengapa? Mungkin salah satunya karena, drama kerajaan lokal lekat dengan image yang unreal dan tidak masuk akal. Semisal naga terbang dan kemampuan menghilang juga adu tenaga dalam dengan efek visual yang, yaaahhh…. Ala kadarnya. Coba ingat-ingat, paling tidak kita pernah lihat sekali, adegan dimana pendekar dan mak lampir bertarung saling berhadapan dalam jarak tertentu hanya dengan mengacungkan telapak tangan yang mengeluarkan cahaya warna-warni.

Sebelum saya mengakhiri postingan kali ini, pertanyaan lugu yang terus mengganggu saya adalah ‘Apakah benar drama-drama kerajaan itu sesuai sejarah? Apakah Patih Gadjahmada mengendarai elang raksasa pada saat menjalankan tugas kerajaan dimasanya? Entahlah.

Fitria_tee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar