Jumat, 29 September 2017

FIKSI : Demi Cinta yang Baik

Aku melihatmu lagi setelah sedasawarsa lamanya. Bertemu dan bertatap muka berarti melucuti kenangan lama.

Gurat wajahmu melukiskan bahagia. Bahagia yang berbeda. Menurut hematku, saat terbahagia dalam hidupmu adalah waktu yang kita habiskan bersama. Aku keliru. Hanya aku saja ternyata yang membukukan fase hubungan utopia kita dulu. Kau tidak.

"Aku akan segera menikah" katamu. Aku tersenyum. Bukan kabar yang mengejutkan. Aku tahu cepat lambat semestamu akan mengenal istilah baru. Pernikahan.Yang berbeda adalah dulu kau selalu meledek mereka, orang-orang kebanyakan yg begitu memuja pernikahan.

Perubahan itu suatu yang pasti, namun kau tidak berubah. Kau terlahir baru. Kau bereinkarnasi. Seolah tanpa ingatan akan kita.

"Cinta yang baik harus berani hijrah" katamu dulu. Aku baru tahu cinta punya ukuran dan skala soal baik buruk. Sejak dulu kau memang si pemikir. Tapi dulu kau tidak pernah berfilosofi perihal cinta. Bagimu cinta terlalu utopis.  Yang nyata adalah keterikatan antara kita melewati hari demi hari.

"Cinta yang baik, yang menuntunmu pada kebaikan, bukan kesenangan semata". Tambahmu lagi. Kalimat yang jelas-jelas menunjukkan keputusanmu untuk pergi. 

Setelahnya, kau memilih menyambut uluran tangan baru. Melangkah dan meninggalkanku di persimpangan seolah kita berbeda tujuan. Tanpa bertanya benarkah kita berbeda tujuan?

Hari-hari setelah itu hanyalah aku beserta ribuan tanya yang terperangkap dan tak punya cara untuk lolos dari pikiranku. Tidak bisakah 'cinta yang baik' itu saling menuntun, saling merangkul dan hijrah bersamaan?
Mungkin kalau begitu, lain lagi akhir ceritanya.

"Kau juga harus menikah" katamu dengan senyum penuh ketulusan. Senyum yang sama. Senyum yang masih punya daya meluberkan rindu yang tak ubahnya bongkahan es kutub. 

Aku juga dulu menginginkannya. Pernikahan. Lantas bersabar sambil berharap akan ada momen ajaib yang membuatmu berubah pikiran dan mulai memercayai ikatan sejenis itu. Momen ajaib itu memang kemudian tiba, namun dengan alur yang berbeda. Jadi saat ini, terasa agak sulit bagiku untuk kembali menginginkannya,  apalagi setelah uluran tanganku dilepaskan.

Entah sejak kapan kau tak lagi si bebas yang sama. Aku akan mencoba berbahagia, untuk seseorang yang akan berstatus 'suami'.  Demi cinta yang baik itu. 

Malang,  September 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar