Selasa, 07 Mei 2013

Dermaga dan Penantian : sepotong prosa sepi


Dermaga ini adalah saksi bisu. Saksi bisu aku menunggu hadirmu kembali. Meski tak tahu kapan kau ‘kan berlabuh, namun dermaga selalu jadi batas penantianku.
Tak perlu kau tahu bagaimana sepinya menunggu. Tak perlu kau tahu seberapa berharapnya aku pada pertemuan kembali. Mereka-reka nafasmu yang terbawa angin laut ke dermaga menjadi kesenangan tersendiri bagiku yang kesepian.
Sendiri itu menenangkan. Sendiri selalu membuat waktu memuai panjang. Memberiku ruang berkisah dengan batin sendiri.  Tapi bukankah terkadang berjalan beriringan denganmu menjadi lebih indah daripada sendiri itu. Karena itulah aku menunggu, menunggu kau pulang. Menunggu kau menjejakan kaki di dermaga ini.
Senja di dermaga masih sama meski kau tak ada. Mega merah masih merona di wajah senja. Tapi senja di dermaga yang tanpamu adalah hampa yang tak terlukis. Hampa yang menggaung pada hamparan langit. Hampa yang menguar dalam hawa mentari yang kan tenggelam.
Mudah saja bagimu pergi, mengarungi hamparan lautan ini yang tepiannya masih membuat kita bertanya. Bukankah aku tak mampu menahanmu? Kemudian aku di dermaga ini. merelakanmu dipeluk mesra ombak, dibelai angin laut yang sungguh membuatku cemburu.
Penantianku selalu terasa panjang, membuatku mengakrabi waktu agar sedikitnya membunuh rindu. kau lagi-lagi tak perlu tahu rinduku telah memenuhi dermaga ini.  dan langkah-langkah kakiku yang sepi ini mulai lunglai. Setiap waktu diterpa halimun yang membutakan pandangan. Aku selalu berharap dibalik buram halimun itulah kepulanganmu.
Aku tak ingin asa merenggut penantian panjangku. Aku tak ingin menyerah. Bersamamu adalah balas tunai segala sepi yang tak lagi peduli. Tapi hadirmu lama-lama tak ubahnya ilusi. Dan ilusipun masih harus kupercayai.
Kalau kau kembali senja ini, percayalah aku masih di dermaga. Percayalah aku akan melihatmu dan menyambutmu. Tak apa kau terlambat, gelap tanpa purnama dan angin menusuk tulangpun takkan mampu buatku undur diri.
Dermaga adalah rumah keduaku setelah hatimu. Tempat yang selalu membagi rasa nyaman meski tak seutuhnya sama.
Kalau kau kembali, yakinlah aku masih di sini. Ditepi batas ini. bukankah beriringan besamamu adalah keindahan di akhir penantian ini

5 mei 2012
Fitria tee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar